Selasa, 27 Desember 2011

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENYAKIT ASMA

PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian.
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai. Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai. Seiring dengan perlunya mengetahui hubungan antara terapi yang baik dan keefektifan terapetik,
baik peneliti maupun tenaga kesehatan harus memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi asma di masyarakat, namun tanpa peran serta masyarakat tentunya tidak akan dicapai hasil yang optimal.
Apoteker dalam hal ini dapat membantu penanganan penyakit asma dengan mengarahkan pasien yang diduga menderita asma untuk memeriksakan dirinya, memotivasi pasien untuk patuh dalam pengobatan, memberikan informasi dan konseling serta membantu dalam pencatatan untuk pelaporan.
Oleh karena itu, untuk memberikan bekal pengetahuan bagi apoteker sebagai sumber informasi terutama untuk masalah terkait dengan obat asma, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik juga merasa perlu untuk membuat buku saku Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma.
1.2.
Tujuan
Tujuan Umum:

Menyediakan informasi praktis tentang pengobatan asma yang dapat digunakan apoteker dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di tempat pelayanan.

Meningkatkan pengetahuan apoteker tentang asma dan penatalaksanaannya.

Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien asma serta mencegah morbiditas terkait obat.

Meningkatkan pengetahuan tentang asma di lingkungan tenaga kefarmasian dan keluarga pasien asma.
Tujuan Khusus :

Bahan informasi dalam rangka pelayanan komunikasi/konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) bagi pasien.

Memberikan informasi tentang terapi/pengobatan asma.

Memberikan rekomendasi kepada tenaga kesehatan lain dan juga pasien untuk memilih obat yang sesuai dengan kondisi pasien.

Memberi pedoman dalam pelayanan KIE untuk pasien asma.

Meningkatkan kepedulian apoteker dan petugas kefarmasian lain pada pasien asma.

Meningkatkan koordinasi pelayanan dengan pihak terkait yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan bagi pasien asma.
BAB II
PENGENALAN PENYAKIT
2.1. Etiologi dan Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan, terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, netrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan/atau dini hari. Episodik tersebut berkaitan dengan sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
Gambar 1. Mekanisme Asma
2.2. Faktor Risiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan.
Faktor pejamu tersebut adalah:
-
predisposisi genetik asma
-
alergi
-
hipereaktifitas bronkus
-
jenis kelamin
-
ras/etnik
Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :
a.
Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan /predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma
b.
Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan gejala asma menetap.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma adalah :
-
alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga
-
sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
-
asap rokok
-
polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
-
infeksi pernapasan (virus)
-
diet
-
status sosioekonomi
-
besarnya keluarga
-
obesitas
Sedangkan faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau menyebabkan gejala asma menetap adalah :
-
alergen di dalam maupun di luar ruangan
-
polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
-
infeksi pernapasan
-
olah raga dan hiperventilasi
-
perubahan cuaca
-
makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
-
obat-obatan, seperti asetil salisilat
-
ekspresi emosi yang berlebihan
-
asap rokok
-
iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
2.3. Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa pengobatan.
Gejala awal berupa :
-
batuk terutama pada malam atau dini hari
-
sesak napas
-
napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
-
rasa berat di dada
-
dahak sulit keluar.
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah:
-
Serangan batuk yang hebat
-
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
-
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
-
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
-
Kesadaran menurun
2.4. Diagnosis
Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter.
Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari
2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Gambar 2. Macam-macam PEF meter
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE).
Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut :
Penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.
Gambar 3 Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
2.5. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan.
Derajat asma
Gejala
Fungsi Paru
I. Intermiten
Siang hari < 2 kali per minggu
Malam hari < 2 kali per bulan
Serangan singkat
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi
Variabilitas APE < 20%
VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
II. Persisten Ringan
Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari
Malam hari > 2 kali per bulan
Serangan dapat mempengaruhi aktifitas
Variabilitas APE 20 - 30%
VEP1 > 80% nilai prediksi
APE > 80% nilai terbaik
III. Persisten Sedang
Siang hari ada gejala
Malam hari > 1 kali per minggu
Serangan mempengaruhi aktifitas
Serangan > 2 kali per minggu
Serangan berlangsung berhari-hari
Sehari-hari menggunakan inhalasi β2-agonis short acting
Variabilitas APE > 30%
VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik
IV. Persisten Berat
Siang hari terus menerus ada gejala
Setiap malam hari sering timbul gejala
Aktifitas fisik terbatas
Sering timbul serangan
Variabilitas APE > 30%
VEP1 < 60% nilai prediksi
APE < 60% nilai terbaik
Tabel 1 Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
APE = arus puncak ekspirasi
FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
BAB III
PENATALAKSANAAN ASMA
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
1.
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2.
Mencegah eksaserbasi akut
3.
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4.
Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5.
Menghindari efek samping obat
6.
Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7.
Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila :
1.
Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2.
Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3.
Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak diperlukan)
4.
Variasi harian APE kurang dari 20 %
5.
Nilai APE normal atau mendekati normal
6.
Efek samping obat minimal (tidak ada)
7.
Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
3.1. Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma.
Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
-
meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri)
-
meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri)
-
meningkatkan kepuasan
-
meningkatkan rasa percaya diri
-
meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
-
membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
Bentuk pemberian edukasi
-
Komunikasi/nasehat saat berobat
-
Ceramah
-
Latihan/training
-
Supervisi
-
Diskusi
-
Tukar menukar informasi (sharing of information group)
-
Film/video presentasi
-
Leaflet, brosur, buku bacaan
-
dll
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1.
Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2.
Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru).
3.
Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4.
Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5.
Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret.
6.
Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7.
Mengajak keterlibatan keluarga.
8.
Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma
2.
Pengukuran peak flow meter
Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada :
1.
Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah.
2.
Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
3.
Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantu pengobatan seperti :
􀂃
Mengetahui apa yang membuat asma memburuk
􀂃
Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik
􀂃
Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau penghentian obat
􀂃
Memutuskan kapan pasien meminta bantuan medis/dokter/IGD
3.
Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4.
Pemberian oksigen
5.
Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
6.
Kontrol secara teratur
7.
Pola hidup sehat
Dapat dilakukan dengan :
􀂃
Penghentian merokok
􀂃
Menghindari kegemukan
􀂃
Kegiatan fisik misalnya senam asma
3.2. Terapi farmakologi
1. Simpatomimetik
􀂾
Mekanisme Kerja
Kerja farmakologi dari kelompok simpatomimetik ini adalah sebagai berikut :
1. Stimulasi reseptor α adrenergik yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
2. Stimulasi reseptor β1 adrenergik sehingga terjadi peningkatan kontraktilitas dan irama jantung.
3. Stimulasi reseptor β2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatan klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Selektifitas relatif obat-obat simpatomimetik adalah faktor penentu utama penggunaan secara klinik dan untuk memprediksi efek samping yang umum. Obat simpatomimetik selektif β2 memiliki manfaat yang besar dan bronkodilator yang paling efektif dengan efek samping yang minimal pada terapi asma. Penggunaan langsung melalui inhalasi akan meningkatkan bronkoselektifitas, memberikan efek yang lebih cepat dan memberikan efek perlindungan yang lebih besar terhadap rangsangan (misalnya alergen, latihan) yang menimbulkan bronkospasme dibandingkan bila diberikan secara sistemik. Pada tabel 2 dapat dilihat perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik berbagai obat simpatomometik yang digunakan pada terapi asma.
Bronkodilator Simpatomimetik :
Efek Farmakologi dan Sifat Farmakokinetik
Simpatomimetik
Aktivitas Reseptor Adrenergik
Potensi β2 a
Rute
Onset (menit)
Durasi (jam)
Oral
30
4 - 8
Albuterolb
M β1< β2 M
2
Inh c
30
3 - 6
Bitolterolb
β1< β2
5
Inh
2 - 4
5 > 8
PO
15 sampai 60
3 sampai 5
SC
> 20
< 1
IM
10 sampai 20
< 1
Efedrin
α β1β2
-
IV
segera
-
SC
5 sampai 10
4 sampai 6
IM
-
1 sampai 4
Epinefrin
α β1β2
-
Inh c
1 sampai 5
1 sampai 3
Isoetharinb
β1< β2
6
Inh c
dalam 5
2 sampai 3
IV
segera
< 1
Isoproterenol
β1< β2
1
Inh c
2 sampai 5
1 sampai 3
PO
mendekati 30
4
Metaproterenolb
β1< β2
15
Inh c
5 sampai 30
1 sampai 6
Salmeterolb
β1< β2
0,5
Inh
dalam 20
12
Pirbuterolb
β1< β2
5
Inh
dalam 5
5
PO
30
4 sampai 8
SC
5 sampai 15
1,5 sampai 4
Terbutalinb
β1< β2
4
Inh
5 sampai 30
3 sampai 6
Tabel 2 Perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik bronkodilator simpatomimetik
Keterangan :
a : potensi molar relatif 1 adalah yang paling kuat
b: semua obat ini mempunyai aktivitas β1 minor
c: dapat digunakan melalui aerosol
􀂾
Indikasi
Agonis β2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan furmoterol) digunakan, bersamaan dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Obat golongan ini juga
dipergunakan untuk mencegah bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. Agonis β2 kerja singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis
Albuterol
Aerosol
Dewasa dan Anak > 4 tahun
(usia 12 tahun dan lebih untuk pencegahan)
2 inhalasi setiap 4 sampai 6 jam.
Tablet
Dewasa dan Anak (usia 12 tahun dan lebih):
Dosis awal 2-4 mg , 3 atau 4 kali sehari (dosis jangan melebihi 32 mg sehari)
Anak-anak 6-12 tahun :
2 mg , 3 atau 4 kali sehari
Pasien lanjut usia dan sensitif terhadap stimulan β adrenergik
Dosis awal 2 mg, 3 atau 4 kali sehari
Jika bronkodilasi tidak tercapai, dosis dapat ditingkatkan menjadi 8 mg, 3 atau 4 kali sehari.
Tablet lepas lambat
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun :
Dosis yang direkomendasikan adalah 8 mg setiap 12 jam.
Anak-anak 6-12 tahun :
Dosis yang direkomendasikan adalah 4 mg setiap 12 jam.
Sirup
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun :
Dosis umum adalah 2 atau 4 mg, 3 atau 4 kali sehari
Anak-anak 6-12 tahun :
Dosis awal adalah 2 mg, 3 atau 4 kali sehari
Anak-anak 2-6 tahun :
Mulai dosis dengan 0,1 mg/kg 3 kali sehari.
Pasien lanjut usia dan sensitif terhadap stimulan β adrenergik
Dosis awal 2 mg, 3 atau 4 kali sehari
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis
Bitolterol
Cairan untuk Inhalasi 0,2%
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun :
2 inhalasi dengan interval 1-3 menit
Efedrin Sulfat
Tablet
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun :
12,5 – 25 mg setiap 4 jam, dosis jangan melebihi 150 mg dalam 24 jam
Injeksi
Dewasa
25-50 mg secara subkutan atau intra muskular, 5-25 mg diberikan secara intravena perlahan, diulang setiap 5 – 10 menit jika perlu.
Anak – anak
0,5 – 0,75 mg/kg atau 16,7 – 25mg/m2 setiap 4 – 6 jam
Kapsul
Untuk anak kurang dari 12 tahun
Konsultasikan dengan dokter
Epinefrin
Aerosol
Dewasa dan Anak 4 tahun atau lebih
Mulai dengan satu inhalasi, kemudian tunggu sampai 1 menit, jika perlu, gunakan sekali lagi. Jangan digunakan lagi sampai lebih dari 3 jam.
Anak di bawah 4 tahun
Konsultasikan dengan dokter
Injeksi (1:1000)
Dewasa
Dosis awal 0,2 sampai 1 mL (0,2 sampai 1) mg subkutan atau intra muskular, ulangi setiap 4 jam.
Bayi dan Anak-Anak
0,01 mL/kg atau 0,3mL/m2 secara subkutan. Jangan melebihi 0,5 mg (0,5 mg) untuk dosis tunggal, ulangi setiap 4 jam bila diperlukan
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis
Injeksi (1:10.000)
Dewasa
0,1-0,25 mg (1 sampai 2,5 mg dalam 10.000 larutan) diinjeksikan perlahan)
Bayi
0,01 mg/kg untuk bayi yang baru lahir, untuk bayi 0,05 mg adalah dosis awal yang dapat diulang pada interval 20-30 menit.
Formoterol
Aerosol
Dewasa dan Anak berusia 5 tahun dan lebih
12 mcg setiap 12 jam dengan menggunakan Aerolizer Inhaler
Sirup
Anak lebih dari 9 tahun dengan berat badan lebih dari 27 kg.
10 mg (20 mg) 3 atau 4 kali sehari
Anak – anak 6-9 tahun dengan berat badan kurang dari 27 kg
5 mL(5 mg) 3 atau 4 kali sehari
Anak-anak kurang dari 6 tahun
Perlu penelitian lebih lanjut, dosis harian antara 1,3-2,6 mg/kg dapat ditoleransi
Pirbuterol
Aerosol
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun
2 inhalasi (0,4 mg) diulangi setiap 4-6 jam. Dosis jangan melebihi 12 inhalasi.
Salmeterol
Aerosol
Anak berusia lebih dari 4 tahun
50 mcg dua kali sehari (dengan jarak 12 jam)
Terbutalin
Tablet
Dewasa dan Anak lebih dari 15 tahun
5 mg, dengan interval pemberian 6 jam, 3 kali sehari
Anak-anak 12 – 15 tahun
2,5 mg, 3 kali sehari
Injeksi
0,25 mg secara subkutan
Tabel 3 Dosis Golongan Bronkodilator Simpatomimetik
􀂾
Efek Samping
Efek samping umumnya berlangsung dalam waktu singkat dan tidak ada efek kumulatif yang dilaporkan. Akan tetapi, tidak berarti pengobatan dihentikan, pada beberapa kasus, perlu dilakukan penurunan dosis untuk sementara waktu.
Nama Obat
Efek Samping
Albuterol
Bronkhitis (1,5–4)%, epistaksis (1-3)%, peningkatan nafsu makan, sakit perut (3%),, kram otot (1-3)%.
Bitolterol
Sakit kepala ringan (6,8%), efek pada kardiovaskular kira-kira 5%.
Isoproterenol
Bronchitis (5%)
Metaproterenol
Keparahan asma (1-4)%
Salmeterol
Sakit pada sendi/punggung, kram otot, mialgia, sakit pada otot (1-3)%, infeksi saluran pernapasan atas,.nasifaringitis (14%), penyakit pada rongga hidung atau sinus (6%), infeksi saluran pernapasan bawah (4%), alergi rinitis (lebih dari 3%), rinitis, laringitis, trakeitis/bronkitis (1-3)%, rasa lemas, influenza (lebih dari 3%), gastroenteritis, urtikaria, sakit gigi, malaise/rasa lelah, erupsi kulit dan dismenorea (1-3)%.
Tabel 4 Efek Samping Bronkodilator Simpatomimetik
􀂾
Kontra Indikasi
Obat simpatomimetik dikontraindikasikan untuk penderita; yang alergi terhadap obat dan komponennya (reaksi alergi jarang terjadi), aritmia jantung yang berhubungan dengan takikardia, angina, aritmia ventrikular yang memerlukan terapi inotopik, takikardia atau blok jantung yang berhubungan dengan intoksikasi digitalis (karena isoproterenol), dengan kerusakan otak organik, anestesia lokal di daerah tertentu (jari tangan,
jari kaki) karena adanya risiko penumpukan cairan di jaringan (udem), dilatasi jantung, insufisiensi jantung, arteriosklerosis serebral, penyakit jantung organik (karena efinefrin); pada beberapa kasus vasopresor dapat dikontraindikasikan, glukoma sudut sempit, syok nonafilaktik selama anestesia umum dengan hidrokarbon halogenasi atau siklopropan (karena epinefrin dan efedrin).
􀂾
Peringatan
Peringatan untuk pasien khusus : pergunakan dengan perhatian untuk pasien dengan diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipertropi prostat (karena efedrin) atau riwayat seizure, geriatri, psikoneurotik, riwayat asma bronkial dan emfisema pada penyakit jantung degeneratif (karena efinefrin). Pada pasien dengan status asmatikus dan tekanan gas darah abnormal mungkin tidak mengikuti hilangnya bronkospasmus secara nyata setelah pemberian isoproterenol.
Diabetes : pemberian albuterol intra vena dalam dosis besar dan terbuatalin intravena mungkin dapat memperparah diabetes mellitus dan ketoasidosis yang sudah ada. Hubungan antara penggunaan albuterol oral atau inhalasi dan terbutalin oral tidak diketahui. Pasien diabetes yang menggunakan salah satu dari obat ini memerlukan peningkatan dosis insulin atau obat hipoglikemik oral.
Efek pada jantung : gunakan obat-obat ini dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan fungsi jantung seperti insufisiensi jantung, gangguan jantung iskemik, riwayat stroke, penyakit jantung koroner, aritmia jantung, gagal jantung koroner dan hipertensi. Pemberian epinefrin perlu dimonitor. Gagalnya induksi peningkatan tekanan darah dapat
menyebabkan angina pektoris, ruptur aortik, atau hemoragi serebral, Pada beberapa orang terjadi aritmia kardiak bahkan setelah dosis terapi.
Agonis beta adrenergik dapat menyebabkan efek kardiovaskular yang bermakna, yang dapat diketahui dengan mengukur kecepatan ritme, tekanan darah, gejala atau perubahan EKG (seperti mendatarnya gelombang T, perpanjangan dari interval QTc dan depresi dari segmen ST). Dosis isoprotenolol dapat meningkatkan kecepatan jantung lebih dari 130 detak permenit, yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya aritmia ventrikular.
Efedrin mungkin dapat menyebabkan hipertensi yang menimbulkan pendarahan intrakranial. Hal ini dapat menginduksi nyeri angina pada pasien dengan insufisiensi koroner atau sakit jantung iskemik.
Salmeterol inhalasi atau oral dosis tinggi (12 sampai 20 kali dosis rekomendasi) berhubungan dengan perpanjangan interval QTc yang berpotensi untuk menghasilkan angina ventrikular.
Paradoksial bronkospasmus : Pasien yang menggunakan sediaan inhalasi berulang dan kadang mengalami resistensi paradoks saluran pernafasan, penyebab hal ini belum diketahui. Bila hal ini terjadi hentikan penggunaan obat ini dan cari terapi alternatif.
Respon dosis yang umum : sarankan pasien untuk terus mengontak dokter jika tidak ada respon terhadap dosis simpatomimetik umum. Terapi lebih jauh dengan aerosol isoproterenol tidak dianjurkan jika setelah perawatan 3-5 kali dalam waktu 6-12 jam tidak menghasilkan keadaan yang lebih baik.
Jika terjadi iritasi bronkial, gangguan saraf atau gangguan tidur, dosis efineprin diturunkan. Jangan meneruskan penggunaan efineprin tapi
hubungi dokter jika gejala tidak hilang dalam 20 menit atau menjadi lebih parah.
Efek terhadap sistem saraf pusat : obat simpatomimetik dapat menyebabkan stimulasi terhadap sistem saraf pusat.
Penggunaan untuk waktu lama : perpanjangan penggunaan efedrin dapat menyebabkan kecemasan berulang, beberapa pasien mengalami gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini mungkin diperlukan sedatif.
Gejala akut : jangan menggunakan salmeterol untuk menghilangkan gejala asma akut. Pada pasien yang mengkonsumsi simpatomimetik kerja cepat, penggunaan agonis β2 menjadi kurang efektif (misalnya pasien memerlukan lebih banyak inhalasi dibandingkan biasa), evaluasi medik diperlukan.
Penggunaan inhalasi berlebihan : kasus kematian ditemukan, penyebab pastinya belum diketahui, tapi dicurigai terjadinya penghentian fungsi jantung setelah terjadinya krisis asma akut yang diikuti dengan hipoksia.
Morbiditas/mortalitas : Jadwalkan secara teratur, penggunaan agonis beta setiap hari tidak dianjurkan.
Penggunaan bersama dengan agonis β2 kerja cepat : saat pasien memulai perawatan dengan salmeterol, berikan peringatan kepada pasien yang telah menggunakan agonis β2 kerja cepat, inhalasi agonis β2 secara teratur untuk menghentikan rejimen harian mereka dan sampaikan kepada pasien untuk menggunakan agonis β2 inhalasi kerja cepat untuk menghilangkan gejala simpatomimetik jika pasien mengalami gejala yang bertambah parah saat mengkonsumsi salmeterol.
Kegagalan atau overdosis injeksi intravena : kegagalan atau overdosis injeksi intravena konvensional dari dosis epinefrin dapat menyebabkan
hipertensi fatal/parah atau hemoragi serebrovaskular yang disebabkan oleh peningkatan tajam tekanan darah. Kefatalan dapat terjadi karena edema paru-paru akibat konstriksi perifer dan stimulasi jantung.
Reaksi hipersensitivitas : reaksi hipersensitivitas dapat terjadi setelah pemberian bitolterol, albuterol, metaproterenol, terbutalin, efedrin, salmeterol dan kemungkinan bronkodilator lain.
Pasien lanjut usia : dosis yang lebih rendah dapat diberikan untuk meningkatkan sensitivitas simpatomimetik.
Kehamilan : Terbutalin (kategori B), Albuterol, Bitolterol, Efedrin, Efineprin, Isoetarin, Isoproterenol, Metaproterenol, Salmeterol dan Pirbuterol (Kategori C).
Persalinan : penggunaan simpatomimetik β2 aktif menghambat kontraksi uterus. Reaksi lain termasuk peningkatan detak jantung, hiperglisemia transien/singkat, hipokalemia, aritmia jantung, edema paru-paru, iskemia serebral dan miokardiak dan peningkatan detak jantung fetus dan hipoglikemia pada bayi. Meskipun efek ini tidak langsung pada penggunaan aerosol, pertimbangkan efek samping yang tidak diinginkan.
Jangan menggunakan efedrin pada obstetri saat tekanan darah ibu lebih dari 130/80.
Ibu menyusui : terbutalin, efedrin dan epinefrin dieksresikan pada air susu. Tidak diketahui apakah ada obat lain yang dieksresikan ke dalam air susu.
Anak-anak :
Inhalasi : keamanan dan efikasi penggunaan bitolterol, pirbuterol, isoetarin, salmeterol dan terbutalin pada anak kurang dari 12 tahun dan lebih muda belum diketahui.Albuterol aerosol pada anak-anak di bawah 4
tahun dan larutan albuterol untuk anak di bawah 2 tahun juga belum diketahu keamanan dan efikasinya. Metoproterenol dapat digunakan untuk anak berusia 6 tahun dan lebih.
Injeksi : terbutalin parenteral tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada anak kurang dari 12 tahun. Penggunaan epinefrin pada bayi dan anak-anak harus berhati-hati. Kehilangan kesadaran terjadi setelah pemberian obat pada anak-anak.
Sediaan Oral : terbutalin direkomendasikan untuk penggunaan pada anak-anak kurang dari 12 tahun. Efikasi dan keamanan albuterol belum diketahui untuk anak kurang dari 2 tahun (albutetol sirup), 6 tahun (albuterol tablet) dan 12 tahun (albuterol tablet kerja diperlambat). Pada anak-anak, efedrin efektif untuk terapi oral asma. Karena efek stimulannya, efedrin jarang digunakan tunggal. Efek ini biasanya ditunjukkan dengan efek sedasi yang sesuai; namun rasionalitasnya dipertanyakan.
􀂾
Perhatian
Toleransi : toleransi dapat terjadi pada penggunaan simpatomimetik yang diperlama tapi penghentian sementara obat ini akan tetap mempertahankan efektifitas awalnya.
Hipokalemia : terjadi penurunan kalium serum, kemungkinan melalui mekanisme intracelluler shunting yang akan menimbulkan efek yang tidak dinginkan pada sistem kardiovaskular.
Hiperglisemia : isoproterenol menyebabkan hiperglisemia lebih lemah dibandingkan epinefrin.
Penyakit Parkinson : epinefrin dapat menyebabkan peningkatan rigiditas dan tremor secara temporer.
Penggunaan Parenteral : Penggunaan epinefrin dilakukan dengan sangat berhati-hati terutama penyuntikan pada bagian tubuh tertentu yang disuplai oleh ujung arteri atau bagian lain dengan suplai darah yang terbatas (seperti jari tangan, kaki, hidung, telinga atau organ genital), atau jika ada penyakit vaskular perifer, untuk menghindari vasokonstriksi yang disebabkan oleh penyumbatan jaringan.
Terapi kombinasi : penggunaan bersama obat simpatomimetik lain tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan efek kerusakan kardiovaskular. Jika pemberian rutin kombinasi obat diperlukan, pertimbangkan terapi alternatif. Jangan menggunakan dua atau lebih bronkodilator aerosol β adrenergik secara simultan karena menyebabkan efek adiksi.
Pasien harus diberikan peringatan untuk tidak menghentikan atau menurunkan terapi kortikosteroid tanpa pertimbangan medis, walau mereka sudah merasa lebih baik ketika diterapi dengan agonis β2. Obat ini tidak digunakan sebagai pengganti kortikosteroid oral atau inhalasi.
Penyalahgunaan Obat dan Ketergantungan : penyalahgunaan efedrin dalam waktu lama dapat menyebabkan timbulnya gejala skizoprenia paranoid. Pasien akan menunjukkan gejala sebagai berikut : takikardia, higiene dan nutrisi yang rendah, demam, keringat dingin dan dilatasi pupil. Beberapa tanda-tanda toleransi meningkat tapi adiksi tidak timbul.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Interaksi banyak terjadi berkaitan dengan penggunaan simpatomimetik sebagai vasopresor, sehingga perlu pertimbangan saat menggunakan bronkodilator simpatomimetik. Obat-obat yang mungkin berinteraksi adalah antihistamin, bloker alfa adrenergik, beta bloker, glikosida jantung,
diuretik, alkaloid ergotamin, furazolidon, anestesi umum, guanetidin, levotiroksin, metildopa, inhibitor monoamin oksidase, nitrat, obat oksitoksik, fenotiazin, alkaloid rauwolfia, antidepresan trisiklik, digoksin, teofilin, insulin atau obat hipoglikemik oral.
Interaksi antara obat dan hasil laboratorium : isoproterenol menyebabkan pengukuran level bilirubin yang berbeda dengan pengukuran in vitro secara analisa multipel berturutan. Inhalasi isoproterenol mungkin menyebabkan absorpsi yang cukup untuk meningkatkan kadar epinefrin di urin. Meskipun peningkatan ini kecil pada dosis standar, tapi cenderung meningkat pada pemberian dosis yang lebih besar.
2. Xantin
􀂾
Mekanisme Kerja
Metilxantin (teofilin, garamnya yang mudah larut dan turunannya) akan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis, meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan pusat pernafasan. Aminofilin mempunyai efek kuat pada kontraktilitas diafragma pada orang sehat dan dengan demikian mampu menurunkan kelelahan serta memperbaiki kontraktilitas pada pasien dengan penyakit obstruksi saluran pernapasan kronik.
􀂾
Indikasi
Untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dan bronkospasma reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
A.
Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi. Terapi optimal untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang diberikan secara parenteral, monitoring ketat dan perawatan intensif. Berikut adalah dosis untuk pasien yang belum menggunakan teofilin.
Pasien
Dosis awal
Dosis pemeliharaan
Anak 1-9 tahun
6,3 mg/kg a
1 mg/kg/jam a
Anak 9-16 tahun dan perokok dewasa
6,3 mg/kg a
0,8 mg/kg/jam a
Dewasa bukan perokok
6,3 mg/kg a
0,5 mg/kg/jam a
Orang lanjut usia dan pasien dengan gangguan paru-paru
6.3 mg/kg a
0,3 mg/kg/jam a
Pasien gagal jantung kongestiv
6.4 mg/kg a
0,1-0,2 mg/kg/jam a
Keterangan a : Dosis ekivalen dari teofilin
Tabel 5 Dosis Aminofilin
Untuk pasien yang sudah menggunakan teofilin, pastikan jika memungkinkan, waktu, jumlah, bentuk sediaan dan rute pemberian dari dosis terakhir yang diterima pasien. Pemberian dosis awal dari aminofilin dapat diberikan melalui intravena lambat atau diberikan dalam bentuk infus (biasanya dalam 100-200 mL) dekstrosa 5% atau injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian jangan melebihi 25
mg/mL. Setelah itu terapi pemeliharaan dapat diberikan melalui infus volume besar untuk mencapai jumlah obat yang diinginkan pada setiap jam. Terapi oral dapat langsung diberikan sebagai pengganti terapi intravena, segera setelah tercapai kemajuan kesehatan yang berarti.
B.
Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasarkan respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen berdasarkan teofilin anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk level terapi dari 10-20 mcg/mL.
Berikut adalah dosis yang direkomendasikan untuk pasien yang belum menggunakan teofilin.
Pasien
Dosis Oral Awal
Dosis Pemeliharaan
Anak 1-9 tahun
5 mg/kg
4 mg/kg setiap 6 jam
Anak 9-16 tahun dan dewasa perokok
5 mg/kg
3 mg/kg setiap 6 jam
Dewasa bukan perokok
5 mg/kg
3 mg/kg setiap 8 jam
Orang lanjut usia dan pasien dengan gangguan paru-paru
5 mg/kg
2 mg/kg setiap 8 jam
Pasien gagal jantung kongestive
5 mg/kg
1-2 mg/kg setiap 12 jam
Tabel 6 Dosis Teofilin
Terapi Kronis
Dosis awal : 16 mg/kg dalam 24 jam atau 400 mg dalam sehari, yang dibatasi dengan pemberian teofilin anhidrous dalam interval 6-8 jam.
Peningkatan dosis : dosis di atas dapat ditingkatkan menjadi 25% dengan interval 3 hari sebagaimana dapat ditoleransi sampai dosis maksimum tercapai.
Tabel 8 Dosis maksimum teofilin berdasarkan usia
Tabel 7 Dosis teofilin untuk bayi
Dosis maksimum (bila konsentrasi serum tidak diukur) – jangan dipertahankan bila dosis tidak dapat ditoleransi :
Usia Dosis
Harian Maksimum
1-9 tahun
24 kg/mg/hari
9-12 tahun
20 mg/kg/hari
12-16 tahun
18 mg/kg/hari
> 16 tahun
13 mg/kg/hari
Usia
Dosis Pemeliharaan Awal
Bayi Prematur (40 minggu)
Dosis Awal : 1 mg/kg setiap 12 jam
Sampai 4 minggu kelahiran
1-2 mg/kg setiap 12 jam
4-8 minggu kelahiran
1-2 mg/kg setiap 8 jam
Lebih dari 8 minggu
1-3 mg/kg setiap 6 jam
C.
Difilin dan Oktrifilin
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis
Difilin
Tablet
Dewasa
15 mg/kg setiap 6 jam
Eliksir
Dewasa
30 – 60 mL setiap 6 jam
Anak-anak
Keamanan dan efikasi belum diketahui
Okstrifilin
Tablet, sirup dan eliksir
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun :
4,7 mg/kg setiap 8 jam
Anak-anak 9 - 16 tahun dan perokok dewasa
4,7 mg/kg setiap 6 jam
Anak-anak 1-9 tahun
6,2 mg/kg setiap 6 jam.
Tabel 9 Dosis Difilin dan Oktrifilin
􀂾
Efek Samping
Reaksi efek samping jarang terjadi pada level serum teofilin yang < 20 mcg/mL. Pada level lebih dari 20 mcg/mL : mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia, iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL : hiperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardia (lebih besar dari 10 mcg/mL pada bayi prematur), seizure, kerusakan otak dan kematian.
Lain – lain : demam, wajah kemerah-merahan, hiperglikemia, sindrom ketidaksesuaian dengan hormon antiduretik, ruam, kerontokan pada rambut. Etildiamin pada aminofilin dapat menyebabkan reaksi sensitivitas termasuk dermatitis eksfoliatif dan urtikaria.
Kardiovaskular : palpitasi, takikardia, hipotensi, kegagalan sirkulasi, aritmia ventrikular.
Susunan Saraf Pusat : iritabilitas, tidak bisa instirahat, sakit kepala, insomnia, kedutan dan kejang
Saluran Pencernaan : mual, muntah, sakit epigastrik, hematemesis, diare, iritasi rektum atau pendarahan (karena penggunaan supositoria aminofilin). Dosis terapetik teofilin dapat menginduksi refluks esofageal selama tidur atau berbaring, meningkatkan potensi terjadinya aspirasi yang dapat memperparah bronkospasmus.
Ginjal : proteinuria, potensiasi diuresis.
Respiratori: takhipnea, henti nafas.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap semua xantin, peptik ulser, mengalami gangguan seizure (kecuali menerima obat-obat antikonvulsan yang sesuai). Aminofilin : hipersensitif terhadap etilendiamin. Supositoria aminofilin : iritasi atau infeksi dari rektum atau kolon bagian bawah.
􀂾
Peringatan
Status asmatikus : status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator. Sediaan teofilin oral tunggal tidak cukup untuk status asma.
Toksisitas : dosis berlebihan dapat menyebabkan toksisitas parah, monitor level serum untuk memastikan manfaat lebih besar daripada risiko. Efek samping serius seperti aritmia ventrikular, konvulsi atau bahkan kematian dapat timbul sebagai tanda awal keracunan tanpa ada peringatan awal. Tanda keracunan selanjutnya (mual dan tidak bisa beristirahat) dapat sering timbul saat awal terapi yang bersifat sementara; jika gejala-gejala ini masih ada selama terapi perawatan, hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi serum yang lebih besar dari 20mcg/mL. Toksisitas serius tidak berhubungan dengan efek samping yang menjadi parah.
Efek pada Jantung : teofilin dapat menyebabkan disaritmia atau memperparah aritmia yang ada.
Kehamilan : Kategori C
Laktasi : Teofilin terdistribusi ke dalam air susu.
Anak-anak : belum ada penelitian yang mendukung untuk bayi di bawah 1 tahun, bagaimanapun, ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan dosis yang direkomendasikan untuk bayi di atas 1 tahun mungkin meningkatkan konsentrasi ke tingkatan toksik.
􀂾
Perhatian
Perhatian untuk penyakit jantung, hipoksemia, penyakit hati, hipertensi, gagal jantung kongestif, pecandu alkohol, pasien lanjut usia dan bayi.
Efek pada saluran pencernaan : perhatian untuk pasien peptik ulser, iritasi lokal mungkin terjadi, efek saluran pencernaan akan meningkat secara sistemik untuk level serum yang lebih tinggi dari 20 mcg/mL. Penurunan tekanan pada esofageal bawah dapat menyebabkan refluks, aspirasi dan memperparah kerusakan saluran pernapasan.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Obat yang dapat menurunkan kadar teofilin termasuk aminoglutetimida, barbiturat, hidantoin, ketokonazol, rifampin, perokok, sulfinperazon, simpatomimetik (β-agonis), tioamin, karbamazepin, isoniazida dan diuretik kuat.
Obat yang dapat meningkatkan kadar teofilin termasuk alopurinol, beta bloker non selektif, penghambat saluran kalsium, simetidin, kontrasepsi oral, kortikosteroid, disulfiram, efedrin, vaksin virus influenza, interferon, makrolida, meksiletin, kuinolon, tiabendazol, hormon tiroid, karbamazepin, isoniazid dan diuretik kuat.
Obat-obat berikut dapat dipengaruhi oleh teofilin : benzodiazepin, β agonis, halotan, ketamin, lithium, relaksan otot non depolarisasi, propofol, ranitidin dan tetrasiklin. Probenesid akan meningkatkan efek difilin.
Interaksi Obat dengan Makanan : eleminasi teofilin akan meningkat (mempersingkat waktu paruh) oleh karbohidrat rendah dan diet protein tinggi. Kebalikannya, eleminasi menurun (memperpanjang waktu paruh) dengan diet protein karbohidrat tinggi. Makanan akan mempengaruhi bioavailabilitas dan absorpsi sediaan – sediaan lepas lambat. Beberapa sediaan lepas lambat akan dilepaskan secara cepat karena pengaruh makanan sehingga akan menyebabkan toksisitas.
3. Antikolinergik
A. Ipratropium Bromida
􀂾
Mekanisme Kerja
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.
Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa hidung.
􀂾
Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan emfisema.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Bentuk Sediaan
Dosis
Aerosol
2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh menggunakan dosis tambahan tetapi tidak boleh melebihi 12 inhalasi dalam sehari
Larutan
Dosis yang umum adalah 500 mcg (1 unit dosis dalam vial), digunakan dalam 3 sampai 4 kali sehari dengan menggunakan nebulizer oral, dengan interval pemberian 6-8 jam. Larutan dapat dicampurkan dalam nebulizer jika digunakan dalam waktu satu jam.
Tabel 10 Dosis Ipratropium bromida
􀂾
Efek Samping
Sakit punggung, sakit dada, bronkhitis, batuk, penyakit paru obstruksi kronik yang semakin parah, rasa lelah berlebihan, mulut kering, dispepsia, dipsnea, epistaksis, gangguan pada saluran pencernaan, sakit kepala, gejala seperti influenza, mual, cemas, faringitis, rinitis, sinusitis, infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi saluran urin.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap ipratropium bromida, atropin dan turunannya.
􀂾
Peringatan
Bronkospasmus akut : aerosol ipratropium tidak dianjurkan untuk pengobatan bronkospasmus akut dimana terapi darurat diperlukan.
Pasien dengan risiko khusus : perhatian untuk pasien dengan glukoma sudut sempit, hipertropi prostat atau kerusakan saluran urin.
Reaksi hipersenstivitas : reaksi hipersensitivitas segera akan terjadi setelah pemberian ipratropium seperti urtikaria, angiodema, ruam, bronkospasmus, anafilaksis dan edema orofaringeal.
Kehamilan : Kategori B
Laktasi : Belum diketahui apakah obat ini didistribusikan ke dalam air susu.
Anak-anak : keamanan dan efikasi aerosol pada anak-anak belum diketahui. Sedangkan keamanan dan efikasi penggunaan larutan pada anak di bawah 12 tahun belum diketahui.
􀂾
Perhatian
Pasien dengan risiko khusus : perhatian untuk pasien dengan glaukuma sudut sempit, hipertropi prostat atau kerusakan saluran urin.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Ipratropium telah digunakan bersamaan dengan obat-obat lain seperti bronkodilator beta adrenergik, bronkodilator simpatomimetik, metilxantin, steroid dan obat untuk penyakit paru-obstruksi kronis tanpa ada efek samping.
Agen antikolinergik : ada potensi interaksi aditif pada pemberian berturut-turut dengan obat antikolinergik.
Larutan inkompatibilitas : berikan informasi kepada pasien bahwa larutan inhalasi ipratropium dapat dimasukkan dalam nebulizer dengan albuterol atau meteproterenol jika digunakan dalam waktu satu jam.
B. Tiotropium Bromida
􀂾
Mekanisme Kerja
Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3 pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.
􀂾
Indikasi
Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis kronis dan emfisema.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
1 kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler.
Cara Penggunaan :
􀀹
Sebelum menggunakan, buka kemasan sampai satu kapsul terlihat jelas. Dorong kemasan sampai pada tanda “STOP” pada blister untuk menghindari terpaparnya kapsul lain. Segera pakai kapsul yang sudah terbuka/ jika tidak efikasinya akan berkurang.
􀀹
Buka bagian penutup serbuk dari handihaler dengan cara menariknya ke atas, kemudian buka bagian yang akan dimasukkan ke dalam mulut.
􀀹
Masukkan kapsul ke dalam tabung. Tidak menjadi masalah, bagian mana dari ujung kapsul yang akan dimasukkan ke dalam tabung.
􀀹
Tutup bagian mulut tabung dengan rapat sampai terdengar bunyi “klik” kemudian biarkan bagian penutup sebuk terbuka.
􀀹
Pegang handihaler dengan kuat dengan bagian yang akan dimasukkan ke dalam mulut menghadap ke atas, tekan bagian tombol yang tajam dan lepaskan. Ini akan membuat lubang pada kapsul sehingga obat akan dibebaskan.
􀀹
Buang napas. Jangan bernapas ke bagian tabung yang akan dimasukkan ke dalam mulut untuk beberapa saat.
􀀹
Handihaler dimasukkan ke dalam mulut dan tutup bibir rapat-rapat dan tempelkan pada bibir tabung.
􀀹
Tegakkan kepala dan tarik napas perlahan-lahan dan dalam tapi dengan kecepatan yang cukup untuk mendengar vibrasi kapsul. Tarik napas sampai paru-paru penuh kemudian tahan napas sedemikian sehingga terasa nyaman. Pada saat yang bersamaan, lepaskan handihaler dari mulut. Bernapas seperti biasa.
􀀹
Untuk memastikan pemakaian dosis tiotropium lengkap, ulangi hal ini sekali lagi.
􀀹
Setelah melengkapi dosis tiotropium dalam sehari, buka bagian atas tabung. ambil kapsul yang telah digunakan dan buang. Tutup bagian atas tabung dan penutup serbuk dan simpan.
􀂾
Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, terdiri dari sakit perut, nyeri dada (tidak spesifik), konstipasi, mulut kering, dispepsia, edema, epistaksis, infeksi, moniliasis, myalgia, faringitis, ruam, rhinitis, sinusitis, infeksi pada saluran pernapasan atas, infeksi saluran urin dan muntah.
􀂾
Kontra Indikasi
Riwayat hipersensitif terhadap atropin atau turunannya, termasuk ipratropium atau komponen sediaan.
􀂾
Peringatan
Bronkospasma : tiotropium tidak diindikasikan untuk perawatan episode awal bronkospasma (seperti terapi emergensi). Obat
inhalasi termasuk tiotropium dapat menyebabkan bronkospama paradoksikal. Bila hal ini terjadi, hentikan pengobatan dengan tiotropium dan pertimbangkan obat lain.
Perpanjangan QT : pada uji coba acak, double blind terhadap 198 pasien dengan penyakit paru-paru obstruktif kronik, pasien yang menggunakan tiotropium mengalami perubahan interval QT sekitar 30-60 msec yang dibandingkan yang menggunakan plasebo. Tidak ada pasien yang mengalami perubahan interval sampai dengan 500 msec.
Reaksi hipersensitif : reaksi hipersensitif segera seperti angiodema dapat terjadi setelah pemberian tiotropium. Jika hal ini terjadi, hentikan penggunaan tiotropium dan pertimbangkan obat lain.
Gangguan fungsi ginjal : gangguan ginjal berkaitan dengan kadar obat di plasma dan penurunan klirens obat setelah infus intravena dan inhalasi. Gangguan ginjal ringan (klirens kreatinin 50-80 mL/menit) meningkatkan konsentrasi plasma obat (peningkatan AUC 39% sesudah pemberian infus). Gangguan ginjal berat pada pasien dengan paru obstruksi kronis (klirens kreatinin < 50 mL/menit) meningkatkan konsentrasi plasma obat (peningkatan AUC 82% sesudah pemberian infus), perubahan juga sama setelah pemberian secara inhalasi. Monitor pasien dengan gangguan fungsi ginjal sedang –berat ( kliren kreatinin ≤50 mL/menit).
Geriatri: Peningkatan usia sering berhubungan dengan penurunan klirens ginjal. Pada studi kontrol plasebo, tingginya frekuensi kejadian mulut kering, konstipasi, infeksi saluran urin ditemui
dengan meningkatnya umur pada kelompok yang menerima tiotropium.
Kehamilan: kategori C
Menyusui: Belum diketahui apakah titropium diekskresi ke air susu ibu.
Anak-anak: Efikasi dan keamanan belum diketahui.
􀂾
Perhatian
Risiko khusus : sebagai antikolinergik, penggunaan tiotropium harus disertai perhatian pada pasien dengan kondisi berikut : glukoma sudut sempit, hiperplasia prostat, atau kerusakan saluran urin (tiotropium dapat memperparah tanda dan gejala).
􀂾
Interaksi Secara Umum
Obat antikolinergik : penggunaan tiptropium bersamaan dengan obat antikolinergik belum dipelajari, sehingga tidak direkomendasikan.
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
A. Kromolin Natrium
􀂾
Mekanisme Kerja
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
􀂾
Indikasi
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan secara reguler.
Pencegahan bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) : untuk mencegah bronkospasma akut yang diinduksi oleh latihan fisik, toluen diisosinat, polutan dari lingkungan dan antigen yang diketahui.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan interval yang teratur. Efektifitas terapi tergantung pada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : inhalasi 20 mg (1 ampul/vial) diberikan dengan nebulisasi segera sebelum terpapar faktor pencetus.
Aerosol : untuk penanganan asma bronkial pada dewasa dan anak 5 tahun atau lebih. Dosis awal biasanya 2 inhalasi, sehari 4 kali pada interval yang teratur. Jangan melebihi dosis ini. Tidak semua pasien akan merespon dosis ini, dosis yang lebih rendah akan diperlukan pada pasien yang lebih muda. Keefektifan pengobatan pada pasien asma kronik tergantung kepada keteraturan penggunaan obat.
Pencegahan bronkospasma akut : dosis umum adalah 2 inhalasi secara singkat (misalnya dalam 10 – 15 menit, tidak lebih dari 60 menit) sebelum terpapar faktor pencetus.
Oral :
Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang tidur.
Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat menjelang tidur.
Jika dalam waktu 2-3 minggu perbaikan gejala tidak tercapai, dosis harus ditingkatkan, tetapi tidak melebihi 40mg/kg/hari.
􀂾
Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi berhubungan dengan penggunaan kromolin (pada penggunaan berulang) meliputi saluran pernapasan: bronkospasme (biasanya bronkospasma parah yang berhubungan dengan penurunan fungsi paru-paru/FEV1), batuk, edema laringeal (jarang), iritasi faringeal dan napas berbunyi.
Efek samping yang berhubungan dengan penggunaan aerosol adalah iritasi tenggorokan atau tenggorokan kering, rasa tidak enak pada mulut, batuk, napas berbunyi dan mual.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap kromolin atau komponen sediaan.
􀂾
Peringatan
Asma akut : kromolin tidak diresepkan untuk asma akut terutama status asmatikus, merupakan obat profilaksis yang tidak efektif untuk keadaaan akut.
Reaksi hipersensitif : reaksi anafilaksis parah dapat terjadi meski jarang.
Gangguan ginjal/hati : pada pasien dengan gangguan ginjal/hati, dosis harus diturunkan atau hentikan penggunaan obat.
Kehamilan : Kategori B
Ibu menyusui : keamanan penggunaan untuk ibu menyusui belum diketahui.
Anak-anak :
Aerosol : keamanan dan efikasi pada anak kurang dari 2 tahun belum diketahui.
Oral : untuk bayi lebih dari 6 bulan, pemberian tidak boleh lebih dari 20mg/kg/hari.
􀂾
Perhatian
Pasien umumnya menjadi batuk setelah menggunaan sediaan inhalasi.
Asma dapat kambuh jika obat digunakan di bawah dosis yang rekomendasi atau pada penghentian obat.
Karena propelan yang ada dalam sediaan, penggunaan ini harus disertai perhatian pada pasien jantung koroner atau aritmia jantung.
B. Nedokromil Natrium
􀂾
Mekanisme Kerja
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan asma. Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.
􀂾
Indikasi
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada asma ringan sampai sedang.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
2 inhalasi , empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk mencapai dosis 14 mg/hari.
Nedokromil dapat ditambahkan kepada obat pasien yang ada sebelumnya (seperti bronkodilator). Jika efek pengobatan tercapai dan asma terkendali, usaha untuk menurunkan penggunaan obat secara berturut-turut harus dilaksanakan secara perlahan-lahan.
􀂾
Efek Samping
Efek samping yang terjadi pada penggunaan nedokromil bisa berupa batuk, faringitis, rinitis, infeksi saluran pernapasan atas, bronkospasma, mual, sakit kepala, nyeri pada dada dan pengecapan tidak enak.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap nedokromil atau komponen sediaan.
􀂾
Peringatan
Bronkospasma akut : Nedokromil bukan bronkodilator, dan tidak digunakan untuk bronkospasma akut, khususnya status asmatikus.
Kehamilan : kategori B
Ibu menyusui : belum diketahui apakah obat terdistribusi ke dalam air susu.
Anak – anak : keamanan dan efikasi pada anak di bawah 6 tahun belum diketahui.
􀂾
Perhatian
Sediaan inhalasi dapat menyebabkan batuk dan bronkospasma pada beberapa pasien. Jika terapi steroid inhalasi atau sistemik dihentikan, pasien harus dimonitor.
5. Kortikosteroid
􀂾
Mekanisme Kerja
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara efektif dengan efek sistemik minimal.
􀂾
Indikasi
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator dan obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non asma.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis
Tablet
Dewasa
0,75 - 9 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi
Deksametason
Anak – anak
0,024 – 0,34 mg/kg berat badan dalam 4 dosis terbagi
Tablet
Dewasa
2 – 60 mg dalam 4 dosis terbagi
Metil Prednisolon
Anak – anak
0,117 – 1,60 mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi
Tablet
Dewasa
5 – 60 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi
Prednison
Anak – anak
0,14 – 2 mg/kg berat badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi
Triamsinolon
Aerosol oral
Dewasa
2 inhalasi (kira-kira 200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 4 inhalasi (400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 16 inhalasi (1600 mcg).
Anak-anak 6 – 12 tahun
Dosis umum adalah 1-2 inhalasi (100-200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 2-4 inhalasi (200-400 mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 12 inhalasi (1200 mcg).
Beklometason
Aerosol oral
Dewasa dan anak > 12 tahun
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja: 40 – 80 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 40 -160 mcg sehari.
Anak 5 – 11 tahun
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 40 mcg sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 40 mcg sehari
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Dosis
Budesonid
Serbuk dan Suspensi untuk Inhalasi
Dewasa
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 200 – 400 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 200–400 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral 200 – 400 mcg sehari.
Anak > 6 tahun
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 200 mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi:200 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral , dosis maksimum 400 mcg dua kali sehari.
Flutikason
Aerosol
Usia > 12 tahun
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 88 mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 88 – 220 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral, dosis maksimum 880 mcg dua kali sehari.
Flunisolid
Aerosol
Dewasa
2 inhalasi (500 mcg) dua kali sehari, pada pagi dan malam (total dosis dalam sehari 1000 mcg). Jangan melebihi dosis 4 inhalasi dua kali sehari (2000 mcg)
Anak 6 – 15 tahun
2 inhalasi dua kali sehari (total dosis dalam sehari 1000 mcg).
Mometason
Aerosol
Dewasa dan Anak lebih dari 12 tahun
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 220mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi : 220 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral, dosis maksimum 440 mcg dua kali sehari.
Tabel 11 Dosis Golongan Kortikosteroid
􀂾
Efek Samping
Lokal : iritasi tenggorokan, suara serak, batuk, mulut kering, ruam, pernafasan berbunyi, edema wajah dan sindrom flu.
Sistemik : depresi fungsi Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA). Terjadinya kematian yang disebabkan oleh insufisiensi adrenal dan setelah terjadinya peralihan dari kortikosteroid sistemik ke aerosol.
Beclomethason: efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, seperti sakit kepala, kongesti nasal, dismenorea, dispepsia, rhinitis, faringitis, batuk, infeksi saluran pernapasan atas, infeksi virus dan sinusitis.
Budesonid : efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, seperti nyeri, sakit punggung, infeksi saluran pernapasan atas, sinusitis, faringitis, batuk, konjungtivitis, sakit kepala, rhinitis, epistaksis, otitis media, infeksi telinga, infeksi virus, gejala flu, perubahan suara.
Flunisolid : efek samping terjadi pada 3 % atau lebih pasien seperti palpitasi, nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous, limbung, mual, muntah, anoreksia, nyeri dada, infeksi saluran pernapasan atas, kongesti hidung dan sinus, pengecapan tidak enak, kehilangan indra penciuman dan pengecapan, edema, demam, gangguan menstruasi, eksim, gatal-gatal/pruritus, ruam, sakit tenggorokan, diare, lambung sakit, flu, kandidiasis oral, sakit kepala, rhinitis, sinusitis, gejala demam, hidung berair, sinusitis, infeksi/kerusakan pada sinus, suara serak, timbul sputum, pernafasan berbunyi, batuk, bersin dan infeksi telinga.
Flutikason : efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti sakit kepala, faringitis, kongesti hidung, sinusitis, rhinitis, infeksi
saluran pernapasan atas, influenza, kandidiasis oral, diare, disfonia, gangguan menstruasi, hidung berair, rhinitis alergi dan demam.
Triamsinolon : reaksi efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti faringitis, sinusitis, sindrom flu, sakit kepala dan sakit punggung.
􀂾
Kontra Indikasi
Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensitif terhadap beberapa komponen, infeksi jamur sistemik, kultur sputum menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans.
􀂾
Peringatan
Infeksi : terjadi infeksi jamur lokal yang disebabkan oleh Candida albicans atau Aspergillus niger pada mulut, faring dan secara umum pada laring. Kejadian infeksi secara klinik masih rendah dan mungkin memerlukan terapi anti jamur atau penghentian terapi aerosol steroid. Penggunaan kortikosteroid inhalasi harus disertai perhatian, termasuk pada pasien dengan infeksi TB saluran pernapasan pasif atau aktif, infeksi bakteri, parasit atau virus, atau herpes simpleks okular.
Asma akut : golongan kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator dan tidak digunakan untuk menghilangkan bronkospama parah.
Bronkospasma : Bronkospasma dapat terjadi dengan peningkatan mengik (nafas berbunyi) setelah permberian obat, obati segera dengan bronkodilator inhalasi kerja cepat.
Kombinasi dengan Prednisolon : terapi kombinasi dari kortikosteroid inhalasi dengan kortikosteroid sistemik akan meningkatkan risiko supresi HPA, dibandingkan terapi dengan salah satu obat saja. Penggunaan kortikosteroid inhalasi disertai perhatian pada pasien yang telah menerima prednison.
Terapi Pengganti : perpindahan dari terapi steroid dapat menyebabkan kekambuhan kondisi alergi yang sebelumnya ditekan. Selama penghentian terapi steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala-gejala tertentu yang berhubungan dengan penghentian obat tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan.
Kehamilan : kategori C ; budesonid kategori B .
Kehamilan : Glukokortikoid diekskresikan pada air susu. Tidak diketahui apakah kortikosteroid inhalasi juga dieksresikan pada air susu, kemungkinan besar terekskresi ke dalam air susu.
Anak-anak : belum ada informasi yang memadai tentang keamanan penggunaan flutikason dan beklometason pada anak-anak kurang dari 6 tahun atau kurang dari 12 tahun. Monitor pertumbuhan anak-anak dan remaja karena ada bukti bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tinggi pada waktu yang lama akan menekan pertumbuhan.
􀂾
Perhatian
Penghentian steroid : selama penghentian steroid oral, beberapa pasien mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif dengan steroid sistemik (seperti contoh : sakit sendi atau otot, lelah, depresi) tanpa mempengaruhi efek fungsi pernapasan pada dosis
pemeliharaan atau perawatan. Meskipun gejala ini bersifat sementara dan tidak parah, dapat menimbulkan keparahan dan bahkan kekambuhan asma jika dosis kortikosteroid sebelumnya melebihi dosis prednison 10mg/hari atau ekivalen.
Supresi HPA : Pada pasien yang responsif, kortikosteroid inhalasi memerlukan kontrol gejala asma dengan supresi HPA yang rendah. Karena obat-obat ini diabsorbsi dan bersifat aktif secara sistemik, efek yang bermanfaat dalam meminimaliskan atau mencegah disfungsi HPA hanya mungkin jika dosis yang direkomendasi tidak dilampaui. Observasi pasien setelah pemakaian atau selama terjadi penurunan fungsi adrenal.
Flunisolid : karena ada kemungkinan absorpsi sistemik yang lebih tinggi, monitor pasien yang menggunakan flunisolid (ada beberapa bukti terjadi efek steroid sistemik). Jika hal ini terjadi, hentikan penggunaan obat secara perlahan, sesuai dengan prosedur penghentian kortikosteroid oral. Jika flunisolid digunakan dalam waktu yang lama dengan dosis 2 mg/hari, monitoring pasien secara periodik terhadap efek HPA.
Glukoma : jarang terjadi kasus glukoma, peningkatan tekanan intraokular dan katarak juga terjadi setelah pemberian kortikosteroid inhalasi.
Efek jangka panjang : efek pemakaian glukokortikoid inhalasi belum diketahui. Meski belum ada bukti klinik terjadinya efek samping, efek lokal dan sistemik dari proses imunologi pada mulut, faring, trakea dan paru-paru belum diketahui.
Belum ada informasi tentang efek akut, berulang atau kronik pada infeksi paru-paru (termasuk tuberkulosis akut atau tidak aktif) atau efek pada paru-paru atau jaringan lain akibat penggunaan yang lama.
Infiltrasi Paru-paru : infiltrasi paru-paru dengan eosinofila mungkin terjadi pada penggunaan beklometason atau flunisolid.
Hambatan pada kecepatan pertumbuhan : ikuti pertumbuhan pada remaja setelah penggunaan kortikosteroid dan pertimbangkan manfaat terapi kortikosteroid dan pengendalian asma terhadap kemungkinan terjadi hambatan pertumbuhan.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Ketokonazol : inhibitor kuat dari sitokrom P450 3A4 yang dapat meningkatkan kadar plasma budesonid dan fluticason setelah pemberian secara bersamaan. Dampak klinik belum diketahui. Gunakan dengan perhatian.
6. Antagonis Reseptor Leukotrien
A. Zafirlukast
􀂾
Mekanisme Kerja
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
􀂾
Indikasi
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak di atas 5 tahun.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari
Anak 5 – 11 tahun : 10 mg, dua kali sehari.
Oleh karena makanan menurunkan bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
􀂾
Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien seperti sakit kepala, mual dan infeksi.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap komponen sediaan.
􀂾
Peringatan
Serangan asma akut : zafirlukast tidak diindikasikan untuk penggunaan kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status asmatikus. Teruskan penggunaan zafirlukast selama terjadi keparahan asma akut.
Infeksi : terjadi peningkatan infeksi pada pasien lebih dari 55 tahun yang menggunakan zafirlukast dibandingkan pada pasien yang menggunakan plasebo.
Reaksi Hipersensitifitas : reaksi hipersensitifitas, seperti urtikaria, angiodema dan ruam dengan atau tanpa berair.
Gangguan fungsi hati : klirens zafirlukast menurun pada pasien yang mengalami kerusakan fungsi hati.
Pasien lanjut usia : klirens zafirlukast menurun pada pasien lanjut usia > 65 tahun, konsentrasi plasma maksimum (Cmax) dan area bawah kurva (AUC) dua kali lipat dibandingkan pasien lebih muda.
Kehamilan : kategori B
Ibu Menyusui : Zafirlukast diekskresikan pada air susu.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas zafirlukast pada pasien kurang dari 5 tahun tidak diketahui.
􀂾
Perhatian
Hepatoksisitas : meskipun jarang ; terjadi peningkatan satu atau lebih enzim liver pada pasien yang menggunakan zafirlukast. Hal ini umumnya terjadi pada penggunaan dosis 4 kali lebih besar dari dosis rekomendasi. Kasus yang lebih sering terjadi pada perempuan, gejala hepatitis tanpa sebab, hiperbilirubinemia tanpa peningkatan uji fungsi hati. Sebagian besar gejala akan hilang dan kembali normal/mendekati normal setelah zafirlukas dihentikan. Bila dicurigai terjadi gangguan fungsi hati hentikan pengobatan.
Eosinofilia : dapat terjadi eosinofilia, ruam pembuluh darah, gejala pulmonari yang lebih parah, komplikasi jantung, atau neuropati. Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan zafirlukast bisa menyebabkan eosinifil sistemik. Hal ini biasanya, tapi tidak selalu, berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Zafirlukast dapat menginhibisi isoenzim sitokrom P450 2C9 dan 3A4, penggunaan zafirlukast bersamaan dengan obat-obat yang dimetabolisme oleh obat ini harus disertai perhatian.
Obat – obat yang dapat mempengaruhi zafirlukast adalah aspirin, eritromisin dan teofilin. Obat-obat yang dapat dipengaruhi zafirlukast adalah warfarin. Bioavailabilitas zafirlukast menurun jika digunakan bersamaan makanan. Oleh karena itu penggunaan zafirlukast sekurang-kurangnya satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.
B. Montelukast Sodium
􀂾
Mekanisme Kerja
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil (CysLT1). Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
􀂾
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak > 12 bulan.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Bentuk Sediaan
Dosis
Tablet
Dewasa dan remaja >15 tahun
10 mg setiap hari, pada malam hari
Tablet kunyah
Anak 6-14 tahun
5 mg setiap hari, pada malam hari
Anak 5-14 tahun
4 mg setiap hari
Granul
Anak 12 – 23 tahun
1 paket 4 mg granul setiap hari, pada malam hari.
Tabel 12 Dosis Montelukast Sodium
􀂾
Efek Samping
Asma : efek samping terjadi lebih pada 3% pasien seperti influenza. Pada anak 6-12 tahun, efek samping yang terjadi dengan frekuensi 2 % adalah diare, laringitis, faringitis, mual, otitis, sinusitis, infeksi virus. Pada anak 2-5 tahun, efek samping yang terjadi dengan frekuensi 2% adalah rinorea, otitis, sakit telinga, bronkhitis, sakit lengan, rasa haus, bersin-bersin, ruam dan urtikaria.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap komponen sediaan.
􀂾
Peringatan
Serangan asma akut : montelukast tidak diindikasikan untuk penggunaan serangan asma akut, termasuk status asmatikus. Beri nasehat kepada pasien untuk mengambil tindakan emergensi yang sesuai. Terapi montelukast dapat diteruskan selama terjadi kekambuhan asma akut.
Pasien lanjut usia : waktu paruh plasma menjadi lebih panjang pada pasien lanjut usia. Tidak diperlukan penyesuaian dosis.
Kehamilan : Kategori B.
Ibu menyusui : belum diketahui apakah montelukast diekskresikan ke dalam air susu.
􀂾
Perhatian
Bronkokonstriksi yang diinduksi aktivitas fisik: jangan menggunakan montelukast sebagai terapi tunggal. Pasien harus terus menggunakan regimen umum dari antagonis beta inhalasi sebagai profilaksis dan menggunakan agonis beta kerja cepat inhalasi untuk keadaan emergensi.
Penggunaan bersama kortikosteroid: selama penggunaan kortikosteroid inhalasi diturunkan, montelukast jangan dianggap sebagai pengganti kortikosteroid oral atau inhalasi.
Eosinofilia : dapat terjadi eosinofilia, ruam pembuluh darah, memperparah gejala pulmonari, komplikasi jantung, atau neuropati. Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan montelukast bisa menyebabkan eosinifil sistemik. Hal ini mungkin berhubungan dengan penurunan dosis kortikosteroid oral.
Fenilketonuria : pasien fenilketonuria harus diberi peringatan bahwa 4-5 mg tablet kunyah mengandung fenilalanin.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Fenobarbital dan prednison mungkin berinteraksi dengan montelukast.
C. Zilueton
􀂾
Mekanisme Kerja
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan selanjutnya menghambat pembentukan (LTB1, LTC1, LTD1, Lte1).
􀂾
Indikasi
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak > 12 tahun.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Dosis zilueton untuk terapi asma adalah 600 mg, 4 kali sehari. Untuk memudahkan pemakaian, zilueton dapat digunakan bersama makanan dan pada malam hari.
􀂾
Efek Samping
Efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih seperti sakit kepala, nyeri, sakit perut, rasa lelah, dispepsia, mual, myalgia.
􀂾
Kontra Indikasi
Pasien penyakit liver atau kenaikan transaminase 3 kali atau lebih di atas normal, hipersensitivitas terhadap zilueton atau beberapa komponen sediaan.
􀂾
Peringatan
Hepatoksisitas : kenaikan satu level atau lebih pada hasil tes fungsi hati mungkin terjadi selama terapi menggunakan zilueton. Hasil laboratorium ini mungkin terus naik, tetap atau menurun selama terapi.
Serangan asma akut: zilueton tidak diindikasikan untuk penggunaan dalam kekambuhan bronkospasma pada serangan asma akut, termasuk status asmatikus.
Hematologi : penurunan jumlah sel darah putih (2,8 x 109/L) terjadi pada 1% dari 1678 pasien yang menggunakan zilueton dan 0,6% dari 1056 pasien yang menggunakan plasebo.
Gangguan fungsi hati : pada pasien yang mengkonsumsi alkohol atau ada riwayat penyakit liver, penggunaan zilueton harus disertai perhatian.
Kehamilan : kategori C
Ibu menyusui : zilueton dan metabolitnya diekskresikan pada air susu hewan pengerat. Belum diketahui pada air susu manusia.
Anak-anak : keamanan dan efektifitas penggunaan zilueton pada anak-anak belum diketahui.
􀂾
Perhatian
Monitoring transaminase pada saat awal dan selama terapi dengan zilueton. Monitor serum ALT sebelum memulai terapi, sebulan sekali pada 3 bulan pertama terapi, setiap 2-3 bulan pada sisa awal tahun pertama dan secara periodik selama pasien menerima terapi zilueton. Jika terjadi peningkatan disfungsi hati atau terjadi kenaikan transaminase, hentikan terapi dan terus dipantau level transaminase sampai normal.
􀂾
Interaksi Secara Umum
Mikrosom hati telah menunjukkan bahwa zilueton dan metabolitnya (N-dehidroksilasi) dapat mengalami metabolisme oksidatif oleh isoenzim 1A2, 2C9 dan 3A4 sitokrom P450. Gunakan dengan perhatian jika meresepkan obat-obat yang menghambat enzim-enzim ini. Obat-obat yang dapat dipengaruhi zilueton adalah propranolol, terfenadin, teofilin dan warfarin.
Obat-obat yang mempengaruhi zilueton adalah digoksin, kontrasepsi oral, fenitoin dan prednison.
7. Obat-Obat Penunjang
A. Ketotifen Fumarat
􀂾
Mekanisme Kerja
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas.
􀂾
Indikasi
Manajemen profilaksis asma. Untuk mendapatkan efek maksimum dibutuhkan waktu beberapa minggu. Ketotifen tidak dapat digunakan untuk mengobati serangan asma akut.
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Ketotifen digunakan dalam bentuk fumarat, dosisnya dinyatakan dalam bentuk basanya : 1, 38 mg ketotifen fumarat ekivalen dengan 1 mg ketotifen.
Bentuk Sediaan
Dosis
Dewasa
1 mg, dua kali sehari digunakan bersama makanan. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 2 mg, dua kali sehari . Jika obat menyebabkan mengantuk, gunakan 0,5 – 1 mg pada malam hari
Anak >3 tahun
1 mg, dua kali sehari
Tablet
6 bulan-3 tahun
500 mcg, dua kali sehari
Tabel 13 Ketotifen Fumarat
􀂾
Efek Samping
Mulut kering, mengantuk dan rasa malas, meningkatkan nafsu makan, menaikkan berat badan, stimulasi susunan saraf pusat dan reaksi kulit parah.
􀂾
Perhatian
Terapi dengan kortikosteroid oral yang diturunkan dosisnya atau dihentikan pada pasien asma mungkin harus dikembalikan ke dosis semula jika gejala seperti ini semakin parah : infeksi, trauma dan perubahan antigen. Kekambuhan asma dilaporkan telah terjadi, oleh karena itu, terapi dengan anti asma sebelumnya harus dilanjutkan selama sekurang-kurangnya dua minggu setelah dimulai terapi ketotifen. Ketotifen tidak bisa digunakan untuk pengobatan serangan asma akut.
􀂾
Interaksi
Penggunaan bersamaan ketotifen dengan anti diabetes oral akan menurunkan jumlah platelet, jadi penggunaannya secara bersama-sama harus dihindari. Ketotifen dapat meningkatkan efek depresan dari obat yang mempengaruhi susunan saraf pusat seperti antihistamin lain, hipnotik dan sedatif.
B. N-Asetilsistein
􀂾
Mekanisme Kerja
Aksi mukolitik asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada molekul, yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas mukus. Aktivitas
mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan peningkatan pH.
􀂾
Indikasi
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus yang tidak normal, kental pada penyakit bronkopulmonari kronik (emfisema kronik, emfisema pada bronkhitis, bronkhitis asma kronik, tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan penyakit bronkopulmonari akut (pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis).
􀂾
Dosis dan Cara Penggunaan
Bentuk Sediaan
Dosis
D
ewasa
200 mg 2-3 kali sehari
Anak 2-7 tahun
200 mg 2 kali sehari Tablet effervesen, kapsul , sachet
Anak 1 bulan – 1 tahun
100 mg 2 kali sehari
Tabel 14 Dosis N-Asetilsistein
􀂾
Efek Samping
Stomatitis, mual, muntah, demam, rhinorea, mengantuk, berkeringat, rasa sesak di dada, bronkokonstriksi, bronkospasma, iritasi trakea dan bronkial.
􀂾
Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap asetilsistein.
􀂾
Peringatan
Asetilsistein digunakan dengan perhatian pada pasien asma, riwayat penyakit tukak lambung (obat menginduksi mual, muntah
dan meningkatkan hemoragi pada pasien dan teori yang menyatakan bahwa mukolitik akan menghambat barier mukosa lambung.
BAB IV
PERAN APOTEKER
Pengobatan asma merupakan long term medication, oleh karena itu kepatuhan pasien dalam menggunakan obat sangat diharapkan. Peran apoteker dalam penatalaksanaan asma yaitu mendeteksi, mencegah dan mengatasi masalah terkait obat yang dapat timbul pada tahapan berikut : 4.1. Rencana Pengobatan (Care Plan)
Dalam tim terpadu, peran apoteker adalah memberikan rekomendasi dalam pemilihan obat yang tepat berdasarkan kondisi pasien yang diperoleh dari hasil wawancara dan hasil diagnosa dokter
4.2. Implementasi Pengobatan
1. Menyediakan obat (drug supply management)
2. Pemberian informasi dan edukasi
Tujuan pendidikan kepada pasien adalah agar mereka lebih mengerti dan memahami rejimen pengobatan yang diberikan sehingga pasien dapat lebih berperan aktif dalam pengobatannya yang dapat meningkatkan kepatuhan mereka dalam menggunakan obat.
Ke
giatan pemberian Informasi dan Edukasi ini dapat diberikan dalam bentuk pelayanan Konseling Obat atau dalam bentuk kegiatan Penyuluhan.
Pedoman pemberian informasi dan edukasi :
1. Apoteker yang melakukan kegiatan ini sebaiknya membekali diri dengan pengetahuan yang cukup mengenai asma dan pengobatannya disamping memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi sehingga dapat tercipta rasa percaya pasien terhadap Apoteker dalam mendukung pengobatan mereka.
2. Pemberian informasi dan edukasi ini tidak hanya diberikan kepada pasien tetapi juga kepada keluarganya terutama untuk pasien-pasien yang mengalami masalah dalam berkomunikasi dengan mempertimbangkan
latar belakang dan pendidikan pasien dan keluarganya agar terjalin komunikasi yang efektif.
3. Mengumpulkan dan mendokumentasikan data-data pasien yang meliputi riwayat keluarga, gaya hidup, pekerjaan dan pengobatan yang dijalani saat ini temasuk obat-obat yang digunakan selain obat asma yang dapat berpengaruh kepada pengobatan asma.
4.
Penyampaian informasi dan edukasi melalui komunikasi ini sebaiknya juga didukung dengan sarana tambahan seperti peragaan pemakaian inhaler, rotahaler yang dapat meningkatkan pemahaman pasien dan keluarganya.
5.
Kepatuhan pasien dalam pengobatan asma jangka panjang akan lebih baik apabila :

Jumlah obat yang dipergunakan lebih sedikit

Dosis perhari lebih sedikit

Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi

Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien dan apoteker.
6
. Membantu pasien dan keluarganya dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam penggunaan obat, jika perlu dengan melibatkan tenaga kesehatan lain seperti dokter.
Informasi yang dapat disampaikan kepada pasien dan keluarganya :

Mengenali sejarah penyakit , gejala-gejala dan faktor-faktor pencetus asma
• Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma
• Bagaimana mengenali serangan asma dan tingkat keparahannya; serta hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi serangan termasuk mencari pertolongan apabila diperlukan.

Upaya pencegahan serangan pada pasien asma yang berbeda antar satu individu dengan individu lainnya yaitu dengan mengenali faktor pencetus seperti olah raga, makanan, merokok, alergi, penggunaan obat tertentu, stress, polusi.

Hubungan asma dengan merokok

Pengobatan asma sangat individualis dan tergantung pada tingkat keparahan asma.

Secara garis besar pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
􀂾
Pengobatan simptomatik , obat-obat yang digunakan pada serangan asma dan bekerja cepat/segera bekerja
􀂾
Pengobatan pencegahan, obat-obat yang digunakan secara rutin untuk mencegah terjadinya serangan asma

Ada bermacam-macam obat asma dengan indikasi dan cara pemberian yang bervariatif.

Pemberian obat asma dapat dilakukan secara oral, parenteral dan inhalasi (inhaler, rotahaler dan nebuliser) .

Kapan obat-obat asma dipergunakan, bagaimana cara menggunakannya (sebaiknya dengan peragaan), seberapa banyak/sering/lama obat-obat tersebut digunakan, efek samping apa yang mungkin dialami oleh pasien serta cara mencegah atau meminimalkan efek samping tersebut.

Mengingatkan pasien untuk kumur-kumur dengan air setelah menggunakan inhaler yang mengandung kortikosteroid untuk meminimalisasi pertumbuhan jamur di mulut dan tenggorokan serta absorpsi sistemik dari kortikosteroid.

Apakah obat-obat asma aman untuk diberikan kepada wanita hamil dan apakah wanita dengan pengobatan asma dapat terus menyusui bayinya .

Bagaimana cara penyimpanan obat asma dan bagaimana cara mengetahui jumlah obat yang tersisa dalam aerosol inhaler.

Pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang dan kepatuhan dalam berobat dan pengobatan sangat diharapkan.

Apabila ada keluhan pasien dalam menggunakan obat segera laporkan ke dokter atau apoteker.
3
. Konseling
U
ntuk penderita yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling secara lebih terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions) sebagai berikut :
1. Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?
2. Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
3. Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?
Pe
makaian pertanyaan Three Prime Questions yang diberikan saat konseling dimaksudkan agar :
-
Membantu pasien rawat inap, rawat jalan dan yang akan keluar dari rumah sakit untuk memahami rencana pengobatan asma
-
Tidak terjadi tumpang tindih informasi, perbedaan informasi dan melengkapi informasi yang belum diberikan dokter, sesuai kebutuhan
- Menggali fenomena puncak gunung es dengan memakai pertanyaan-pertanyaan terbuka (open ended questions)
-
Menghemat waktu
P
engembangan Tiga Pertanyaan Utama
Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?
• Persoalan apa yang harus dibantu?
• Apa yang harus dilakukan?
• Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?
Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
B
erapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
Berapa banyak anda harus menggunakannya?
Berapa lama anda terus menggunakannya?
Apa yang dikatakan dokter bila anda kelewatan satu dosis?
Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
Apa artinya ”tiga kali sehari” bagi anda?
Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap obat anda?
• Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?
• Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?
• Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter kepada anda untuk diwaspadai?

Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?

Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?

Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?
P
ertanyaan tunjukkan dan katakan
• Obat yang anda gunakan ditujukan untuk apa?
• Bagaimana anda menggunakannya?
• Gangguan atau penyakit apa yang sedang anda alami?
P
enanganan awal asma mandiri (Self Care)
􀂃
Gunakan obat yang sudah biasa digunakan
􀂃 Tetap tenang jangan panik
􀂃 Segera hubungi dokter bila dalam 15 menit tidak ada perbaikan setelah menggunakan obat dan bila napas pendek dan susah bernapas
4
.3. Monitoring dan evaluasi
M
onitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat dan meningkatkan keberhasilan terapi. Pelaksanakan kegiatan ini memerlukan pencatatan data pengobatan pasien (medication record).
DAFTAR PUSTAKA
1. John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
2. Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton, Pharmacoterapy Handbook 6th ed International edition, Singapore, McGrawHill, 2006:826-848.
3. Farthing K., MJ Ferill, JA Generally, B Jones, BV Sweet, JN Mazur, et al. Drug Facts & Comparison 11th ed., St.Louis:Wolter Kluwer Health, 2007: 417-459
4.
Asma, Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2004
No
KARTU PENGOBATAN PASIEN
( MEDICATION RECORD )
Nama
Data keluarga
Nama
Alamat
Alamat
Telp/Hp
Telp/Hp
Pekerjaan
Status perkawinan
Tempat/Tgl Lahir
Hubungan Keluarga dengan pasien
Bapak :
Ibu :
Adik :
Kakak :
Jenis Kelamin
Pria/Wanita
Tinggi/BB
Riwayat penyakit:
Riwayat penggunaan obat sebelumnya:
Dokter keluarga / dokter langganan ( bila ada )
Nama
Alamat
Telp/Hp
Data tambahan
Catatan Pengobatan
Tgl
Nama Obat
Dosis
Jml
Aturan pakai
Nama dokter
Ket
Keluhan pasien :
K I E yang diberikan :

PHARMACEUTICAL CARE UNTUK PENDERITA GANGGUAN DEPRESIF

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 % dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia.
Gambaran mengenai besarnya masalah kesehatan jiwa, baik anak-anak maupun dewasa, dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Depkes RI dengan menggunakan rancangan sampel dari Susenas – BPS (Badan Pusat Statistik) terhadap 65.664 rumah tangga. Temuannya menunjukkan bahwa prevalensi Gangguan Jiwa (kode diagnosis F00-F99) per 1000 anggota rumah tangga adalah sebagai berikut :

Gangguan mental emosional (lebih dari 15 tahun) : 140/1000

Gangguan mental emosional (5 -14 tahun) : 104/1000
Prevalensi di atas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang penting (priority public health problem). Untuk gangguan mental emosional “dewasa” (lebih dari 15 tahun) didapatkan angka prevalensi sebagai berikut :

Psikosis : 3/1000

Demensia : 4/1000

Retardasi Mental : 5/1000

Gangguan jiwa lain : 5/1000
Seseorang dapat terpicu menderita gangguan depresif karena adanya interaksi antara tekanan, daya tahan mental diri dari lingkungan. Pada dasarnya inti dari gangguan depresif adalah kehilangan obyek cinta misalnya kematian anggota keluarga atau orang yang sangat dicintai, kehilangan pekerjaan, kesulitan keuangan, terkucil dari pergaulan sosial, kondisi fisik yang tidak sempurna,
penyakit, kehamilan dan bertambahnya usia. Selain itu, gangguan depresif juga dipengaruhi faktor genetik dan faktor biologis berupa gangguan neurotransmitter di otak.
Gangguan depresif ditandai dengan berbagai keluhan seperti kelelahan atau merasa menjadi lamban, masalah tidur, perasaan sedih, murung, nafsu makan terganggu dapat berkurang atau berlebih, kehilangan berat badan dan iritabilitas. Penderita mengalami distorsi kognitif seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga dan putus asa.
Gangguan depresif merupakan gangguan yang dapat menganggu kehidupan dan dapat diderita tanpa memandang usia, status sosial, latar belakang maupun jenis kelamin. Gangguan depresif dapat terjadi tanpa disadari sehingga penderita terkadang terlambat ditangani sehingga dapat menimbulkan penderitaan yang berat seperti bunuh diri.
Gangguan depresif dapat diobati dan dipulihkan melalui konseling/psikoterapi dan beberapa diantaranya memerlukan tambahan terapi fisik maupun kombinasi keduanya. Karena ada beberapa faktor yang saling berinteraksi untuk timbulnya gangguan depresif, penatalaksanaan yang komprehensif sangat diperlukan. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur penderita dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Terapi gangguan depresif memerlukan peran serta individu yang bersangkutan, keluarga maupun praktisi medis dan paramedis yang profesional.
Dilihat dari tingginya angka penderita dan akibat dari gangguan depresif maka gangguan ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta untuk mengindentifikasi gejala gangguan depresif, memberikan konseling tentang terapi yang dipakai, obat yang dikonsumsi, monitoring efek samping obat yang dikonsumsi penderita.
Dengan mengetahui dan memahami etiologi, proses interaksi biologik, psikologik, dan sosial, serta terapi gangguan depresif diharapkan apoteker dapat berperan aktif dalam proses penyembuhan penderita.
1.2 TUJUAN
Buku saku ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman apoteker tentang penatalaksanaan gangguan depresif dan digunakan sebagai acuan bagi apoteker dalam rangka menjalankan praktek pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) untuk penderita gangguan depresif.
BAB II
PENGENALAN GANGGUAN DEPRESIF
2.1 PENGERTIAN GANGGUAN DEPRESIF
Gangguan depresif adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.
Gangguan depresif merupakan gangguan medik serius menyangkut kerja otak, bukan sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian seseorang. Gangguan depresif masuk dalam kategori gangguan mood, merupakan periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat apapun), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri. Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang (distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung, pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat hampir disemua aspek kehidupannya.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresif dapat terjadi pada semua umur, dengan riwayat keluarga mengalami gangguan depresif, biasanya dimulai pada usia 15 dan 30 tahun. Usia paling awal dikatakan 5-6 tahun sampai 50 tahun dengan rerata pada usia 30 tahun. Gangguan depresif berat rata-rata dimulai pada usia 40 tahun (20-50 tahun). Epidemiologi ini tidak tergantung ras dan tak ada korelasinya dengan sosioekonomi. Perempuan juga dapat mengalami depresi pasca melahirkan anak. Beberapa orang mengalami gangguan depresif musiman, di negara barat biasanya pada musim dingin. Gangguan depresif ada yang merupakan bagian gangguan bipolar (dua kutub: kutub yang satu gangguan depresif, kutub lainnya mania). Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan dengan prevalensi seumur hidup kira-kira 15%, pada perempuan mungkin sampai 25%. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif daripada laki-laki. Alasan dalam penelitian di negara barat dikatakan karena masalah hormonal, dampak melahirkan, stressor dan pola
perilaku yang dipelajari. Gangguan depresif sangat umum terjadi, setiap tahun lebih dari 17 juta orang Amerika mengalaminya.
Banyak orang mengalami gangguan depresif terkait dengan penggunaan napza dan alkohol karena napza terdiri dari substansi kimia yang mempengaruhi fungsi otak, terus menggunakan napza akan membuat zat kimiawi otak mengalami ketidakseimbangan, sehingga mengganggu proses pikir, perasaan dan perilaku.
2.3 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Penyebab gangguan jiwa senantiasa dipikirkan dari sisi organobiologik, sosiokultural dan psikoedukatif. Dari sisi biologik dikatakan adanya gangguan pada neurotransmiter norefinefrin, serotonin dan dopamin. Ketidakseimbangan kimiawi otak yang bertugas menjadi penerus komunikasi antar serabut saraf membuat tubuh menerima komunikasi secara salah dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Karena itu pada terapi farmakologik maka terapinya adalah memperbaiki kerja neurotransmitter norefinefrin, serotonine dan dopamin.
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor dan gangguan bipolar, terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut. Episoda pertama gangguan seringkali dipicu oleh stresor psikososial pada mereka yang biologiknya rentan. Gangguan depresif juga mungkin dialami oleh mereka yang tidak mempunyai faktor biologik sebagai kontributor terhadap terjadinya gangguan depresif, hal ini lebih merupakan gangguan psikologik.
Berbagai faktor psikologik memainkan peran terjadinya gangguan depresif. Kebanyakan gangguan depresif karena faktor psikologik terjadi pada gangguan depresif ringan dan sedang, terutama gangguan depresif reaktif. Gangguan depresif reaktif biasanya didiagnosis sebagai gangguan penyesuaian diri selama masa pengobatan.
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan mengalami gangguan depresif. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru
perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif.
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul.
Selain hal di atas, obat-obat juga dapat mendorong seseorang mengalami gangguan depresif. Obat-obat tersebut seperti yang tertera pada tabel di bawah ini :
Obat-obat yang menginduksi gangguan depresif
Obat kardiovaskular
β-Blocker
Klonidin
Metildopa
Prokainamid
Reserpin
Obat sistem saraf pusat
Barbiturat
Benzodiazepin
Kloral Hidrat
Etanol
Fenitoin
Obat hormonal
Steroid anabolik
Korticosteroid
Estrogen
Progestin
Tamoxifen
Lain-lain
Indometacin
Interferon
Narkotika
2.4 TANDA - TANDA DAN GEJALA KLINIS
Tanda - Tanda
Tanda gangguan depresif yang melanda jutaan orang di Indonesia setiap tahun, seringkali tidak dikenali. Beberapa orang merasakan perasaan sedih dan murung dalam jangka waktu cukup lama dengan latar belakang yang berbeda-beda. Variasi tanda sangat luas dari satu orang ke orang lain, dari satu waktu ke waktu pada diri
seseorang. Gejalanya sering tersamar dalam berbagai keluhan sehingga seringkali tidak disadari juga oleh dokter.
Tanda gangguan depresif itu adalah :

Pola tidur yang abnormal atau sering terbangun termasuk diselingi kegelisahan dan mimpi buruk

Sulit konsentrasi pada setiap kegiatan sehari-hari

Selalu kuatir, mudah tersinggung dan cemas

Aktivitas yang tadinya disenangi menjadi makin lama makin dihentikan

Bangun tidur pagi rasanya malas
Gangguan depresif membuat seluruh tubuh sakit, juga perasaan dan pikiran. Gangguan depresif mempengaruhi nafsu makan dan pola tidur, cara seseorang merasakan dirinya, berpikir tentang dirinya dan berpikir tentang dunia sekitarnya. Keadaan depresi bukanlah suatu kesedihan yang dapat dengan mudah berakhir, bukan tanda kelemahan dan ketidakberdayaan, bukan pula kemalasan. Mereka yang mengalami gangguan depresif tidak akan tertolong hanya dengan membuat mereka bergembira dengan penghiburan. Tanpa terapi tanda dan gejala tak akan membaik selama berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun.
Gejala
Gejala gangguan depresif berbeda-beda dari satu orang ke orang lainnya, dipengaruhi juga oleh beratnya gejala. Gangguan depresif mempengaruhi pola pikir, perasaan dan perilaku seseorang serta kesehatan fisiknya. Gangguan depresif tidak mempunyai simptom fisik yang sama dan pasti pada satu orang dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Keluhan yang banyak ditampilkan adalah sakit, nyeri bagian atau seluruh tubuh, keluhan pada sistem pencernaan. Kebanyakan gejala dikarenakan mereka mengalami stres yang besar, kekuatiran dan kecemasan terkait dengan gangguan depresifnya. Simptom dapat digolongkan dalam kelompok terkait perubahan dalam cara pikir, perasaan dan perilaku.

Perubahan cara berpikir – terganggunya konsentrasi dan pengambilan keputusan membuat seseorang sulit mempertahankan memori jangka pendek, dan terkesan sebagai sering lupa. Pikiran negatif sering menghinggapi pikiran mereka. Mereka menjadi pesimis, percaya diri rendah, dihinggapi perasaan bersalah yang besar,
dan mengkritik diri sendiri. Beberapa orang merusak diri sendiri sampai melakukan tindakan bunuh diri atau membunuh orang lain.

Perubahan perasaan – merasa sedih, murung, tanpa sebab jelas. Beberapa orang merasa tak lagi dapat menikmati apa-apa yang dulu disenanginya, dan tak dapat merasakan kesenangan apapun. Motivasi menurun dan menjadi tak peduli dengan apapun. Perasaan seperti berada dibawah titik nadir, merasa lelah sepanjang waktu tanpa bekerja sekalipun. Perasaan mudah tersinggung, mudah marah. Pada keadaan ekstrim khas dengan perasaan tidak berdaya dan putus asa.

Perubahan perilaku – ini merupakan cerminan dari emosi negatif. Mereka menjadi apatis. Menjadi sulit bergaul atau bertemu dengan orang, sehingga menarik diri dari pergaulan. Nafsu makan berubah drastis, lebih banyak makan atau sulit membangkitkan keinginan untuk makan. Seringkali juga sering menangis berlebihan tanpa sebab jelas. Sering mengeluh tentang semua hal, marah dan mengamuk. Minat seks sering menurun sampai hilang, tak lagi mengurus diri, termasuk mengurus hal dasar seperti mandi, meninggalkan tanggung jawab dan kewajiban baik pekerjaan maupun pribadi. Beberapa orang tak dapat tidur, beberapa tidur terus.

Perubahan Kesehatan Fisik – dengan emosi negatif seseorang merasa dirinya tidak sehat fisik selama gangguan depresif. Kelelahan kronis menyebabkan ia lebih senang berada di tempat tidur tak melakukan apapun, mungkin tidur banyak atau tidak dapat tidur. Mereka terbaring atau gelisah bangun ditengah malam dan menatap langit-langit. Keluhan sakit dibanyak bagian tubuh merupakan tanda khas dari gangguan depresif. Gelisah dan tak dapat diam, mondar-mandir sering menyertai. Gejala tersebut berjalan demikian lama, mulai dari beberapa minggu sampai beberapa tahun, dimana perasaan, pikiran dan perilaku berjalan demikian sepanjang waktu setiap hari. Jika gejala ini terasa, terlihat dan teramati, maka sudah waktunya membawanya untuk berobat, sebab gangguan depresif dapat diobati.
2.5 DAMPAK GANGGUAN DEPRESIF
Gangguan ini bukan hanya mengimbas orang yang mengalaminya tetapi juga membuat dampak pada anggota keluarga dan lingkungan. Karena gangguan depresif, seseorang menjadi kehilangan minat, termasuk minat pada pemeliharaan diri sampai aktivitas pekerjaan. Dengan demikian akan membuat kerugian ekonomi di tempat kerja karena seseorang tak lagi dapat bekerja, sementara itu keluarga yang perlu merawatnya juga kehilangan waktu dan tenaga, serta terganggu aktivitas
kesehariannya. Gangguan depresif yang serius akan merusak hubungan antar orang termasuk dalam keluarga.
Dampaknya adalah :
Mengganggu kehidupan sosial ekonomi, meningkatkan angka ketidak hadiran di sekolah dan tempat kerja sehingga produktivitas menurun. Menurut penelitian National Institute of Mental Health (NIMH), di Amerika kehilangan 44 juta dollar setahun karena gangguan depresif. Selain itu gangguan depresif juga mengganggu kehidupan berkeluarga serta dapat menimbulkan gangguan emosional yang hebat sehingga dapat mengancam keselamatan diri, orang lain, dan lingkungannya.
Gangguan depresif merupakan kondisi psikologik yang berasal dari gangguan otak, mengubah cara pikir dan perasaan, mengubah perilaku sosial, mengganggu rasa sehat pada fisik seseorang, seperti:

Letih tanpa bekerja apapun atau hanya sedikit beraktivitas

Malas bekerja ketika mengalami masalah serius

Kehilangan minat apapun yang mendalam dan berlangsung lama

Bermanifestasi sebagai gangguan fisik yang diwujudkan dalam bentuk kunjungan ke dokter yang selalu berganti-ganti (shopping doctor)
Banyak penderita gangguan depresif tidak mendapatkan pengobatan tepat karena :

Gejalanya tak dikenali sebagai gangguan depresif dan lebih banyak dianggap sebagai gangguan fisik sehingga diobati tanpa mempedulikan apa yang mendasarinya

Penderita yang mengalami gangguan depresif karena hanya dianggap orang malas, lemah, dan manja sehingga tidak dibawa ke pelayanan kesehatan

Adanya stigma dimasyarakat bahwa gangguan depresif adalah gangguan jiwa.

Penderita yang mengalami gangguan depresif tidak berdaya untuk mencapai layanan kesehatan
Dengan diagnosis tepat, hampir 80% yang diobati menunjukkan perbaikan suasana hati dan penyesuaian diri dengan situasi kehidupan.
Tipe gangguan depresif
Bentuk gangguan ini ada dua (diluar gangguan bipolar atau gangguan mania- depresif) yakni :
-
bentuk akut dan biasanya berulang, dikenal sebagai gangguan episode depresif
-
bentuk kronik dan biasanya lebih ringan gejalanya, dikenal sebagai distimia.
Gangguan bipolar juga dikenal sebagai gangguan mania-depresif, suatu bentuk gangguan depresif dengan suasana hati yang berayun dari murung (saat depresi) ke sangat gembira (saat mania) yang seringkali membawa perilaku risiko tinggi dan merusak diri. Kebanyakan individu dengan gangguan bipolar mempunyai masa episode gangguan depresif dan episode hipomania.
Pada episode depresif setidaknya ada dua gejala utama dari hal berikut : suasana perasaan murung atau sedih, hilangnya minat atau anhedonia, hilangnya energi yang secara umum tampak sebagai kelelahan. Gejala ini seringkali disertai dengan gejala psikologik seperti perasaan bersalah, ide bunuh diri, upaya bunuh diri dan gejala fisik seperti perlambatan gerak motorik atau sebaliknya agitasi (mengamuk) dan gangguan makan serta tidur.
Pada gangguan depresif kronik, distimia, terdapat perasaan murung selama sekurangnya dua tahun dengan masa remisi (perbaikan) tidak lebih lama dari dua bulan. Suasana perasaan murung ini diikuti dengan gejala psikologik seperti putus asa, tak berdaya, dan gejala fisik seperti gangguan tidur. Bentuk gangguan depresif berkepanjangan seperti ini sulit untuk diterapi karena penderita menganggap gejala mereka sebagai bentuk dari ciri sifat mereka.
2.6 DIAGNOSIS
Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa. Pendekatan gangguan jiwa adalah pendekatan sindrom atau kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.
Pemahaman diatas memberi gambaran bahwa untuk membuat diagnosis gangguan jiwa perlu didapatkan butir-butir :
1.
Adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom atau pola perilaku, sindrom atau pola psikologik
2.
Gejala klinis tersebut menimbulkan penderitaan, seperti rasa nyeri, tidak nyaman, gangguan fungsi organ dsb.
3.
Gejala klinis menimbulkan disabilitas dalam aktivitas sehari-hari seperti mengurus diri (mandi, berpakaian, makan dsb).
Mengumpulkan gambaran klinis menuju diagnosis untuk mendapatkan terapi setiap gangguan emosi termasuk gangguan depresif, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah menghubungi dokter, psikiater dan psikolog klinis yang tersebar di puskesmas, rumah-rumah sakit yang mempunyai bagian psikiatri, atau rumah sakit jiwa. Para profesional dalam bidang kesehatan jiwa akan memulai evaluasi keadaan kesehatan melalui wawancara terstruktur.
Departemen Kesehatan cq Direktorat Jenderal Pelayanan Medik telah menerbitkan Modul Anxietas dan Gangguan depresif bagi Dokter, dimana di dalamnya terdapat algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric Interview). MINI merupakan alat diagnostik untuk mengenali gangguan jiwa secara cepat setelah suatu pelatihan. Alat ini berupa rangkaian pertanyaan yang diajukan melalui wawancara, yang harus dijawab penderita dengan ya atau tidak. Mini Gangguan depresif dibuat oleh Lecrubier dan Sheehan (1998) dan dialih bahasakan oleh Yayasan Depresi Indonesia bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2002) MINI terlampir dalam buku ini. Dengan alat wawancara ini kita dapat mengenal berbagai jenis gangguan depresif.
Uraian riwayat sakit fisik dan jiwa, riwayat keluarga, obat yang pernah diberikan terapis sebelumnya serta gangguan di masa lalu perlu diambil dalam memahami terjadinya gangguan depresif dalam diri individu untuk penanganan selanjutnya. Riwayat penggunaan obat antidepresan atau obat lainnya perlu diperoleh, guna membantu menentukan obat dan efektivitas obat yang dipilih.
Berikut ini klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) :
a. F 32 Episode depresif
Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dan berat :
-
afek depresi
-
kehilangan minat dan kegembiraan
-
berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya : konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, pikiran rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistik, pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu.
Pedoman Diagnostik
F.32.0 Episode depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut di atas

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang dilakukannya
F 32.1 Episode depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif seperti tersebut diatas

Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu

Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga
F32.2 EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
Pedoman Diagnostik

Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat dibenarkan

Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu

Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.
F32.3 EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Pedoman Diagnostik

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas
D
isertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan penderita merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor

Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)
F.33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG
Pedoman Diagnostik

Gangguan ini bersifat dengan episode berulang dari :
o
Episode depresif ringan (F32.0)
o
Episode depresif sedang (F32.1
o
Episode depresif berat(F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar

Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2)
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresi (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)

Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil penderita mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada lanjut usia (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan)

Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosisi)
Diagnosis banding : Episode depresi singkat berulang (F38.1)
F33.0 GANGGUAN GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI RINGAN
Pedoman Diagnostik
Karakter Kelima F.33.00 = Tanpa gejala somatik

Untuk Diagnosis pasti :
a.
Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan (F32.0), dan sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F.33.01 = Dengan gejala somatik
F33.1 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI SEDANG
Pedoman Diagnostik

Untuk Diagnosis pasti :
a.
Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi sedang (F32.0) , dan
b.
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna
F33.2 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK
Pedoman Diagnostik

Untuk Diagnosis pasti :
a.
Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik (F32.2 ) dan
b.
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.3 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Pedoman Diagnostik

Untuk Diagnosis pasti :
a.
Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3) dan
b.
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
F33.4 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, KINI DALAM REMISI
Pedoman Diagnostik

Untuk Diagnosis pasti :
a.
Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan episode sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun dalam F30 – F39. dan
b.
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
c.
Kriteria untuk gangguan depresi berulang (F33,-) harus dipenuhi dan episode sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresi dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun dalam F30 – F39 dan
d.
Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna.
BAB III
PENATALAKSANAAN TERAPI
Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari waktu ke waktu. Psikiater memberikan medikasi dengan antidepresan dan medikasi lainnya untuk membuat keseimbangan kimiawi otak penderita. Pilihan terapi sangat bergantung pada hasil evaluasi riwayat kesehatan fisik dan mental penderita. Pada gangguan depresif ringan seringkali psikoterapi saja dapat menolong. Tidak jarang terapi memerlukan psikofarmaka antidepresan. Medikasi akan membantu meningkatkan suasana hati sehingga relatif penderita lebih mudah ditolong dengan psikoterapi dan simptomnya cepat menurun.
Setiap individu mempunyai kebutuhan dan latar belakang yang berbeda, sehingga terapinya disesuaikan dengan kebutuhannya. Terapi juga dipengaruhi oleh masalah pribadi kehidupan penderita. Jika mereka juga menggunakan napza atau mempunyai ketergantungan pada hal lain, seringkali tanda dan gejala gangguan depresif mengalami distorsi, atau menjadi diperbesar dan nampak tidak dapat dipulihkan.
Rujukan penderita ke layanan terapi profesional sangatlah diperlukan. Terapi yang dapat dipercaya oleh penderita memberikan dorongan kuat untuk pemulihan. Terapi diarahkan pada pemikiran positif penderita untuk membalikkan pikiran dan perasaan negatifnya. Pengobatan gangguan depresif tersedia dan gangguan depresif dapat diobati.
Jika penderita mengalami gangguan depresif berat, dan gejalanya sangat membuat tidak berdaya maka perlu diketahui bahwa anti depresan tidak menyembuhkan gangguan depresif, tetapi mengurangi sampai menghilangkan gejala. Psikoterapi akan membantu penderita belajar adaptasi diri menghadapi permasalahan yang muncul dalam kehidupannya yang berpotensi mencetuskan gangguan depresif. Pola pikir negatif dan sikap pesimistik perlu digantikan dengan perilaku yang diubah melalui pendekatan psikoterapi.
Penderita dengan gangguan depresif perlu didukung dengan empati, dengan menekankan bahwa mereka dapat ditolong dan diobati. Kebanyakan dari mereka merasa putus asa dan merasa tidak berdaya. Hindari ketidak-empatian seperti mengatakan kepada mereka untuk senyum, bergembira, jangan malas, bergaul dsb. Ini akan membuat mereka lebih terpuruk.
Evaluasi dan observasi penderita akan kemungkinan bunuh diri, keluarga diminta bantuannya untuk mengawasi hal ini. Tujuannya adalah untuk mengamankan penderita dari tindak mengakhiri kehidupan.
3.1 Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku
ELECTRO CONVULSIVE THERAPY ( ECT )
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik.
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak dianjurkan pada keadaan :

Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )

Masih sekolah atau kuliah

Mempunyai riwayat kejang

Psikosis kronik

Kondisi fisik kurang baik

Wanita hamil dan menyusui
Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan kelainan infark jantung.
Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh, ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan yang paling efektif dan efek samping kecil.
Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater.
3.2 Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku
maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita.
Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan, empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.
BAB IV
FARMAKOTERAPI
Farmakoterapi atau terapi obat merupakan komponen penting dalam pengobatan gangguan depresif. Ada banyak faktor yang harus diperhitungkan, misalnya target simptom, kerja obat, farmakokinetik, cara pemberian, efek samping, interaksi obat, sampai pada harga obat. Klasifikasi, farmakologi dan farmakokinetika obat untuk mengatasi depresi dapat dilihat pada Tabel 3.
4.1 Tiga Fase Pengobatan Gangguan Depresif
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan depresif :

Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala

Fase kelanjutan untuk mencegah relaps

Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren
Dikutip dari Kupfer, 1991
Di pelayanan kesehatan primer, obat anti depresan yang tersedia biasanya golongan trisiklik. Meskipun antidepresan trisiklik sampai saat ini merupakan obat antidepresan yang paling banyak digunakan, tetapi penggunaannya masih belum optimal karena kemampuan diagnostik dari pelayanan kesehatan primer belum ditingkatkan juga belum berperannya konselor apoteker. Dari hasil penelitian ternyata dosis yang digunakan masih terlalu rendah. Akibatnya, efek terapi yang ingin dihasilkan tidak tercapai.
Efek samping antidepresan trisiklik cukup banyak, tetapi hal ini tidak menghalangi penggunaannya, karena obat ini telah terbukti efektif dalam mengobati depresi. Dengan memberikan obat ini sebagai dosis tunggal pada malam hari, dan melakukan titrasi peningkatan dosis, maka efek samping yang mengganggu sedikit banyak akan dapat diatasi.
4.2 Kriteria pemilihan obat
Pertimbangan untuk pemilihan obat ada di tangan dokter yang akan membicarakannya pada penderita. Konseling diperkuat oleh apoteker. Pertimbangan tersebut meliputi :
-
Efek samping dan respon tubuh terhadap obat
-
Penyakit dan terapi lain yang dialami penderita
-
Kerja obat dalam tubuh ketika dibarengi obat lain. Penderita perlu mengatakan pada dokter bahwa ia sedang menelan obat tertentu. Dokter akan memperhatikan interaksi obat yang diketahuinya.
-
Lanjut usia, dimana fungsi absorbsi obat melambat.
-
Efektivitas obat atas penderita. Seringkali pengobatan awal memberi hasil baik. Jika ini tak terjadi beritahu dokter agar dipikirkan obat lain atau kombinasi.
-
Obat harus dipertahankan selama 7-15 bulan atau lebih panjang untuk menghadang episode gangguan depresif berikutnya
-
Beberapa orang memerlukan terapi rumatan antidepresan, terutama mereka yang seringkali mengalami pengulangan gejala episode gangguan depresif atau gangguan depresif mayor.
Antidepresan baru terlihat efeknya dalam 4 sampai 12 minggu, sebelum ia mengurangi atau menghapus gejala-gejala gangguan depresif meski hasilnya dirasakan sudah membuat perbaikan dalam 2 sampai 3 minggu. Selama masa ini efek samping akan terasa. Banyak efek samping bersifat sementara dan akan menghilang ketika obat diteruskan, dan beberapa efek samping menetap seperti mulut kering, konstipasi dan efek seksual.
Orang berusia lanjut perlu mendapatkan perhatian atas daya absorbsi dan kepekaannya terhadap efek obat. Monitor obat dan gejala perlu lebih cermat.
4.3 Penggolongan Antidepresan
1.
Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Efek samping :
-
Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.
-
Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat berlebihan.
-
Sedasi
-
Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia, mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
-
Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
-
Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
-
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot.
Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :

Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan SSP
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi, gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik, kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati, gangguan untuk mengemudi.

Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek antihipertensi.
Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun, glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.

Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa, tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam, influenza, gastroentritis.
2.
Antidepresan Generasi ke-2
Mekanisme kerja :
􀂃
SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat resorpsi dari serotonin.
􀂃
NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.
Efek samping :

Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme terlambat.

Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obat-obat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2-3 minggu. Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida, propanolol).

Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama sekali tidak ada.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :

Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat, penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui, mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.

Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.

Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan laktasi.

Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.

Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.

Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat dosis harian > 200 mg.
3. Antidepresan MAO.
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)
Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin, epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergik dan serotoninergik.
Farmakokinetik
Absorpsi/distribusi – Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin dan fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.
Metabolisme/ekskresi – metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin, isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam 3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya.
Populasi khusus – “asetilator lambat”: Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis standar.
Indikasi
Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif; riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron; simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa anestetik; depresan SSP; antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi.
Peringatan
Memburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan gangguan depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami perburukan depresinya dan/atau munculnya ide atau perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality), atau perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak berkaitan dengan pemakaian antidepresan, dan risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya pengurangan jumlah obat secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa antidepresan berperan dalam menginduksi memburuknya depresi dan kemunculan suicidality pada penderita tertentu. Antidepresan meningkatkan risiko pemikiran dan perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality) dalam studi jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang menderita gangguan depresif mayor serta gangguan psikiatrik lainnya.
Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan darah; tidak dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita lanjut usia atau berkondisi lemah atau mengalami hipertensi, penyakit kardiovaskular atau serebrovaskular, atau pemberian bersama obat-obatan atau makanan tertentu. Karakteristik gejala krisis dapat berupa: sakit kepala pada daerah oksipital (belakang) yang dapat menjalar ke daerah frontal (depan), palpitasi (tidak beraturannya pulsa jantung), kekakuan/sakit leher, nausea, muntah, berkeringat (terkadang bersama demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil, fotofobia. Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit dada. Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati tekanan darah, tapi jangan bergantung sepenuhnya pada pembacaan tekanan darah, melainkan penderita harus sering pula diamati. Bila krisis hipertensi terjadi, hentikan
segera penggunaan obat dan laksanakan terapi untuk menurunkan tekanan darah. Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung mereda sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa pemblok alfa adrenergik seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk menghindari efek hipotensif berlebihan. Tangani demam dengan pendinginan eksternal.
Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan (seperti pada Tabel 1) selama pemakaian dan dalam waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya protein yang telah disimpan lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga dapat menyebabkan krisis hipertensif pada penderita yang menggunakan MAOI. Juga peringatkan penderita untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol serta obat-obatan yang mengandung amin simpatomimetik selama terapi dengan MAOI. Instruksikan kepada penderita untuk tidak mengkonsumsi kafein dalam bentuk apapun secara berlebihan serta malaporkan segera adanya sakit kepala atau gejala lainnya yang tidak biasa.
Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan bunuh diri, tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI, elektrokonvulsif, atau terapi lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan untuk melakukan penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah sakit.
Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom disertai fluktuasi cepat pada tanda vital, dan perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang meningkat menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai menggunakan MAOI. Bila terjadi pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara pergantian. Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas, hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit, kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak 14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik.
Pemutusan obat: Pemutusan obat dapat menyebabkan nausea, muntah, dan kelemahan. Suatu sindrom putus obat setelah pemutusan mendadak jarang terjadi. Tanda dan gejala penghentian dapat bervariasi mulai dari mimpi buruk dengan agitasi sampai psikosis yang jelas dan konvulsi. Sindrom ini umumnya dapat mereda dengan
pemberian kembali MAOI dosis rendah diikuti dengan penurunan dosis perlahan dan penghentian obat.
Gejala yang timbul bersamaan: Tranilsipromin dan isokarboksazid dapat memperhebat gejala yang timbul bersamaan pada depresi seperti kecemasan dan agitasi.
Gangguan fungsi ginjal: Penderita harus selalu diawasi karena ada kemungkinan terjadinya efek kumulatif pada penderita yang mengalami gangguan ini.
Karsinogenesis: Fenelzin, seperti turunan hidrazin lainnya, menginduksi tumor pulmonar dan vaskular pada suatu studi tak terkontrol sepanjang hayat pada mencit.
Lanjut usia: Penderita lanjut usia dapat mengalami kesakitan yang lebih parah daripada penderita usia muda selama dan setelah suatu episode hipertensi atau hipertermia malignan akibat pemakaian MAOI. Penderita lanjut usia kurang dapat mengkompensasi reaksi tak dikehendaki yang serius. Tranilsipromin harus digunakan dengan hati-hati pada penderita lanjut usia.
Kehamilan: Kategori C. Keamanan penggunaan selama kehamilan belum jelas. Gunakan selama kehamilan atau pada wanita usia subur hanya bila betul-betul dibutuhkan dan bila manfaatnya lebih besar daripada bahaya yang mungkin terjadi pada janin.
Menyusui: Keamanan penggunaan selama menyusui belum jelas. Tranilsipromin diekskresi dalam air susu. Karena potensial menyebabkan efek tak dikehendaki yang serius pada bayi menyusui, harus diputuskan apakah menghentikan menyusui atau pemakaian obat, dengan mempertimbangkan pentingnya obat bagi si ibu.
Anak: Keamanan dan khasiat pada populasi anak-anak belum jelas. Bila dipertimbangkan penggunaan MAOI pada anak-anak atau dewasa, harus diperhatikan perimbangan risiko yang mungkin dengan kebutuhan klinik.
Perhatian
Hipotensi: Amati pada semua penderita adanya gejala hipotensi portural. Efek samping hipotensif terjadi pada penderita hipertensif, normal maupun hipotensif. Tekanan darah biasanya segera kembali pada kadar sebelum pengobatan bila obat dihentikan atau dosisnya dikurangi. Pada dosis lebih besar dari 30 mg/hari, hipotensi postural merupakan efek samping utama dan dapat mengakibatkan pingsan. Tingkatkan dosis dengan lebih perlahan pada penderita yang menunjukkan kecenderungan ke arah hipotensi pada permulaan terapi. Hipotensi postural dapat mereda bila penderita berbaring sampai tekanan darahnya kembali normal.
Hipomania: Hipomania merupakan efek samping psikiatrik parah yang paling umum dilaporkan. Hal ini terbatas pada penderita dengan gangguan yang ditandai oleh
gejala hiperkinetik yang terjadi bersamaan dengan efek depresif, tapi dikaburkan oleh efek depresif tersebut. Hipomania biasanya muncul saat depresi membaik. Bila agitasi terjadi, gejala ini dapat ditingkatkan oleh MAOI. Hipomania dan agitasi juga terjadi pada penggunaan obat dalam jumlah yang lebih tinggi daripada dosis yang direkomendasikan atau setelah terapi jangka panjang. Obat dapat menyebabkan stimulasi berlebihan pada penderita yang teragitasi atau skizofrenik; pada keadaan mania-depresif, dapat terjadi peralihan dari fase depresif ke fase mania.
Diabetes: Terdapat bukti yang bertentangan berkenaan dengan apakah MAOI mempengaruhi metabolisme glukosa atau mempotensiasi senyawa hipoglikemik. Hal ini harus dipertimbangkan dalam penggunaan MAOI untuk penderita diabetes.
Epilepsi: Efek MAOI pada ambang konvulsi dapat bervariasi. Jangan menggunakan MAOI bersama metrizamid, hentikan penggunaan MAOI paling tidak 48 jam sebelum myelografi dan lanjutkan paling tidak 24 jam setelah melakukan prosedur.
Hepatotoksisitas: Terdapat insidensi rendah perubahan fungsi hati atau jaundice pada penderita yang ditangani dengan isokarboksid. Lakukan uji kimia hati berkala selama terapi. Hentikan obat pada saat pertama kali adanya tanda disfungsi hati atau jaundice.
Iskemia miokardial: MAOI dapat menekan nyeri angina yang justru dapat menjadi peringatan iskemia miokardial.
Penderita hipertiroid: Penggunaan tranilsipromin dan isokarboksazid harus dilakukan dengan hati-hati karena adanya peningkatan sensitivitas terhadap amin penekan.
Mengganti MAOI: Pada beberapa laporan kasus, krisis hipertensif, pendarahan serebral, dan kematian dapat terjadi karena penggantian MAOI ke obat lain tanpa adanya periode jeda. Periode jeda selama 10-14 hari dianjurkan jika mengganti suatu MAOI ke yang lainnya atau dari suatu senyawa dibenzazepin (misalnya amitriptilin, perfenazin).
Penyalahgunaan obat dan ketergantungan: Telah dilaporkan kasus ketergantungan obat pada penderita yang menggunakan tranilsipromin dan isokarboksazid dalam dosis berlebih dari rentang terapetik. Beberapa dari penderita tersebut memiliki riwayat penyalahgunaan obat. Gejala pemutusan obat berikut telah dilaporkan: resah, cemas, depresi, bingung, halusinasi, sakit kepala, lemah, diare.
Reaksi Obat tak Dikehendaki
- Umum:
Kardiovaskular – hipotensi ortostatik; pingsan; palpitasi; takhikardia.
SSP – pusing; sakit kepala; hiperrefleksia; tremor; kejutan otot; mania; hipomania; bingung; gangguan memori; gangguan tidur termasuk hipersomnia dan insomnia;
lemah; mengantuk; resah; overstimulasi termasuk peningkatan gejala kecemasan, agitasi, dan manik.
Saluran cerna – Konstipasi; gangguan salura cerna; mual; diare; nyeri abdomen.
Lain-lain – Edema; mulut kering; peningkatan transaminase serum; kenaikan bobot badan; gangguan seksual; anoreksia; penglihatan kabur; impotensi; menggigil.
- Kurang umum:
SSP – Gugup; euphoria; palilalia (mengulang-ulang perkataan); parestesia; menggigil; sentakan otot mioklonik; cemas; hiperaktivitas; lelah; sedasi.
Genitouriner – retensi/sering urinasi; impotensi.
Hematologi – perubahan hematologik termasuk anemia, agranulositosis dan trombositopenia; leukopenia.
Optalmik – Glaukoma; nistagmus; penglihatan kabur.
Lain-lain – berkeringat; ruam kulit; hipernatremia; pingsan; perasaan berat; palpitasi.
- Jarang:
SSP – konvulsi; ataksia; koma mirip syok; reaksi cemas akut; serangan tiba-tiba skizoprenia; sakit kepala tanpa peningkatan tekanan darah; kaku otot; hentakan mioklonik; sensasi abnormal; bingung; hilang memori.
Genitourinari – Gangguan ekskresi air.
Hati – Jaundice yang reversible; hepatitis; kerusakan sel hati nekrotik.
Metabolik – Sindrom hipermetabolik yang meliputi, tapi tidak terbatas pada, hiperpireksia, takhikardia, takhipnea, kekakuan otot, peningkatan kadar keratin kinase, asidosis metabolik, hipoksia, dan koma yang menyerupai overdosis.
Lain-lain – Edema pada glottis; depresi respirasi dan kardiovaskular setelah terapi elektrokonvulsif; leukopenia; sindrom mirip lupus; demam yang terkait dengan peningkatan tonus otot; tinitus; skleroderma setempat; pemerahan akne sistik, ataksia, akinesia, disorientasi, urinasi yang sering dan mengompol, urtikaria, lipatan pada sudut mulut (tranilsipromin); ruam kulit; masalah ejakulasi; tremor.
Overdosis
Gejala: Bergantung pada jumlah overdosis, dapat terjadi gambaran klinik campuran yang melibatkan gejala SSP, stilmulasi serta depresi kadiovaskular. Tanda dan gejala mungkin tidak nampak atau minimal selama periode 12 jam pertama setelah makan obat dan seterusnya berkembang perlahan-lahan, mencapai maksimum dalam 24 sampai 48 jam. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit, dan selama periode ini harus dimonitor terus-menerus.
Gejala awal toksisitas MOAI termasuk: iritabilitas; hiperaktivitas; cemas; hipotensi; kolaps vascular; insomnia; gelisah; pusing; pingsan; trismus (kontraksi terus-menerus otot geraham); pemerahan kulit; berkeringat; takhipnea; takhikardia; gangguan pergerakan termasuk perubahan raut wajah, kejang (opistotonus), kaku, gerakan klonik serta fasikulasi (kontraksi kasar) otot; sakit kepala berat. Pada kasus yang serius dapat terjadi koma, konvulsi, hipertensi dengan sakit kepala yang parah, nyeri sekitar dada (prekordial), depresi gagal pernapasan, pireksia (demam), hiperpireksia (demam sangat tinggi), diaforesis (berkeringat), kulit dingin, berhentinya aktivitas jantung dan pernapasan, bingung (inconsistence), agitasi, bingung (mental confusion), pusing berat, syok, dan kematian. Pada kasus tertentu telah dilaporkan terjadinya hipertensi yang disertai dengan kejutan atau fibrilasi mioklonik otot rangka bersama hiperpireksia, ada kalanya berlanjut menjadi kekakuan menyeluruh serta koma.
Penanganan: Induksi emesis atau bilas lambung dengan memberikan karbon aktif pada awal keracunan; lindungi jalan udara dari menghirup cairan/benda asing. Pertahankan respirasi dengan cara yang tepat, termasuk penanganan jalan udara, penggunaan suplemen oksigen, dan pertolongan ventilasi mekanik sebagaimana diperlukan.
Kardiovaskular – Komplikasi kardiovaskular termasuk hipertensi dan hipotensi; karenanya harus hati-hati kalau memberikan senyawa aktif kardiovaskular dan harus selalu dilakukan pemantauan tekanan darah. Hipertensi parah dapat ditangani dengan suatu pemblok alfa-adrenergik (seperti fentolamin, fenoksibenzamin). Senyawa pemblok beta dapat digunakan untuk takhikardia, takhipnea, dan hiperpireksia; akan tetapi masih diperlukan lebih banyak data. Tangani hipotensi dan kolaps vascular dengan cairan i.v. dan, bila perlu, berikan infus intravena senyawa presor encer. Pemberian amin presor seperti norepinefrin mungkin memiliki keterbatasan, karena efeknya dapat dipotensiasi. Senyawa adrenergik dapat meningkatkan respons presor.
SSP – Stimulasi SSP, termasuk konvulsi, dapat ditangani dengan diazepam i.v. yang diberikan secara perlahan. Hindari turunan fenotiazin dan stimulan SSP. Pantau temperatur tubuh dengan seksama. Mungkin diperlukan penanganan hiperpireksia. Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit sangat esensial.
Hemodialisis, dialysis peritoneal, dan hemoperfusi karbon aktif mungkin diperlukan pada kasus overdosis dalam jumlah banyak (masif), tapi tidak ada data yang cukup untuk merekomendasi penggunaan rutinnya. Pendinginan eksternal dianjurkan jika terjadi hiperpireksia. Barbiturat dilaporkan dapat membantu meringankan reaksi mioklonik.
Efek patofisiologik overdosis masif dapat berlangsung selama beberapa hari; perbaikan dari overdosis sedang diperkirakan terjadi dalam 3 sampai 4 hari. Lanjutkan
penanganan selama beberapa hari sampai dicapai kembali homeostasis. Telaah fungsi hati dianjurkan selama 4 sampai 6 minggu setelah sembuh. Belum diketahui apakah tranilsipromin dapat didialisa.
Interaksi MAOI dengan Makanan
Interaksi obat/makanan: Peringatkan semua penderita untuk tidak memakan makanan dengan kandungan tiramin tinggi, karena dapat terjadi krisis hipertensif.
Tabel 1. Makanan yang mengandung tiramina
Susu/produk telur
American
Blueb
Boursaultb
Brie
Camembertb
Cheddarb
Emmenthalerb
Gruyere
Mozzarella
Permesan
Romano
Roquefort
Sour cream
Stiltonb
Swissb
Yogurt
Daging/Ikan
Anchovy
Hati sapib atau ayam, daging lain, ikan (tidak direfrigerasi, difermentasi, rusak (spoiled), diasap, diacar)
Caviar
Sosis terfermentasi (bologna, pepperoni, salami, summer susage) b
Ikan yang dikeringkan (salted herring)
Sosis kering
Binatang buruan liarb
Ekstrak daging
Daging yang disiapkan dengan penulak
Herring, diacar, rusak (spoiled)
Pasta udang
Minuman beralkohol
Beer (import, beberapa tak beralkohol)
Anggur merah (terutama Chianti)
Sherryb
Minuman hasil distilasi
Minuman
Buah-buahan/Sayuran
Pisang
Bean curd
Buah yang dikeringkan (e.g. raisin, prune)
Buah (e.g. alpukat, terutama yang terlalu matang)
Fig, kalengan (terlalu matang)
Sup miso
Raspberry
Acar kubis (sauerkraut) b
Kecap
Ekstrak ragib
Makanan yang Mengandung Vasopresor Lain
Kacang besar (e.g. kacang fava) – dopab
Kafein (e.g. kopi, teh, kola)
Coklat – fenetilamin
Ginseng
Keterangan :
aKandungan tiramin tidak dapat diprediksi dan dapat bervariasi. Jumlah tiramin diurutkan dari rendah ke tinggi.
bKandungan tiramin tinggi sampai tinggi sekali.
Tabel 2. Interaksi MAOI dengan Obat
Pencetus (precipitant)
Obat sasaran
Deskripsi
Metilfenidat
MAOI
N
Pemberian bersama dapat menyebabkan krisis hipertensif
Metrizamid
MAOI
N
Hentikan MAO paling tidak 48 jam sebelum myelografi dan jangan memulai lagi pemakaian paling tidak 24 jam setelah prosedur karena adanya penurunan ambang seizure
MAOI
Anestetik
N
Penderita yang memakai MAOI tidak boleh menjalani pembedahan pilihan yang memerlukan anestesi umum. Jangan memberikan kokain atau anestetik lokal yang mengandung vasokonstriktor simpatomimetik. Perlu diperhatikan kemungkinan efek hipotensif gabungan dari MAO dan anesthesia spinal. Hentikan MAO paling tidak 10 hari sebelum pembedahan pilihan.
MAOI
Anti depresan
N
Jangan memberikan MAOI bersama dengan atau segera setelah pemberian antidepresan. Telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang fatal (termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom dengan kemungkinan fluktuasi tanda vital, dan perubahan status mental yang meliputi agitasi hebat dan kebingungan yang berkembang ke delirium dan koma). Jangan memberikan MAOI dalam urutan yang rapat bersama MAOI lainnya.
MAOI
Anti diabetes
N
MAOI dapat mempotensiasi respon hipoglikemik terhadap insulin atau sulfonilurea dan menunda perbaikan hipoglikemia.
MAOI
Barbiturat
N
Berikan barbiturat pada dosis yang lebih rendah dalam kombinasi dngan MAOI
MAOI
Pemblok beta
N
Bradikardia dapat terjadi selama penggunaan bersama MAOI tertentu dengan pemblok beta
MAOI
Burpopion
N
Penggunaan bersama suatu MAOI dengan bupropion HCl dikontraindikasikan. Berikan jeda paling tidak 14 hari antara penghentian MAOI dan dimulainya penanganan bupropion HCl.
MAOI
Buspiron
N
Jangan makan isokarboksazid dalam kombinasi dengan buspiron. Telah terjadi beberapa kasus peningkatan tekanan darah. Berikan jeda paling tidak 10 hari antara penghentian isokarboksazid dan mulainya pemakaian buspiron.
MAOI
Karbama-zepin
N
Dapat terjadi krisis hipertensif, seizure konvulsif berat, koma, atau kolaps sirkular pada penderita yang menerima komibnasi ini.
MAOI
Sikloben-zaprin
N
Karena siklobenzaprin strukturnya dekat dengan antidepresan trisiklik, gunakanlah dengan hati-hati dalam kombinasi dengan MAOI.
MAOI
Dekstrome-torfan
N
Hiperpireksia, gerakan otot abnormal, psikosis, perilaku aneh, hipotensi, koma, dan kematian telah dikaitkan dengan kombinasi ini.
MAOI
Guanetidin
T
MAOI dapat menghambat efek hipotensif guanetidin.
MAOI
Levodopa
N
Dapat terjadi reaksi hipersensitif jika levodopa diberikan pada penderita yang sendang menggunakan MAOI.
MAOI
Meperidin
N
Pemberian bersama atau penggunaan dalam 2 sampai 3 minggu diantara keduanya dapat menyebabkan agitasi, seizure, diaforesis, dan demam, dan berkembang menjadi koma, apnea dan kematian. Reaksi tak dikehendaki mungkin terjadi beberapa minggu setelah penghentian MAOI. Hindari kombinasi ini; berikan analgesik narkotik lain dengan hati-hati.
MOAI
Metildopa
N
Pemberian bersama dapat menyebabkan hilangnya kontrol tekanan darah atau tanda stimulasi sentral (seperti eksitasi, halusinasi.
MAOI
Alkaloid Rauwolfia
N
MAOI menginhibisi destruksi serotonin dan epinefrin, yang diyakini dilepaskan dari penyimpanan di jaringan oleh alkaloid
rauwolfia. Awasi penggunaan rauwolfia bersama MAOI.
MAOI Sulfona-
mida
N
Pemberian bersama dapat menyebabkan toksisitas sulfonamida atau MAOI.
Sulfonamida
MAOI
N
MAOI
Sumatrip-tan
N
Paparan sistemik terhadap sumatriptan dapat meningkat, menyebabkan toksisitas.
MAOI Simpato-
mimetik
N
Potensiasi MAOI terhadap senyawa simpatomimetik kerja langsung atau kerja campuran, termasuk penekan nafsu makan, dapat menyebabkan sakit kepala parah, hipertensi, demam tinggi, dan hiperpireksia, kemungkinan akan berakibat pada krisis hipertensif; hindari pemberian bersama.
MAOI
Diuretic tiazid
N
Efek hipotensif hebat dapat timbul karena pemberian bersama
MAOI L-
Triptofan
N
Pemberian bersama dapat menyebabkan hiperrefleksia, bingung, disorientasi, gemetar, hentakan mioklonik, agitasi, amnesia, delirium, tanda hipomania, ataksia, osilasi mata, tanda Babinski.
Keterangan : N: obat sasaran meningkat; T: obat sasaran menurun
Moclobemid
Dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari .
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap moclobemid
Interaksi Obat : simetidin dapat memperpanjang metabolisme moclobemid, memperkuat efek opium. Perhatian : Hamil, laktasi,anak. Penderita gangguan depresif dengan agitasi dan eksitasi harus diobati dengan kombinasi sedatif.
Tabel 3. Klasifikasi, Farmakologi dan Farmakokinetika Antidepresan
Blokade reuptake
Obat
Serotonin
Norefinefrin
Dopamin
Bioavailabilitas
(Oral)
Ikatan Obat
Waktu paro
(Metabolit aktif)
SSRI
Fluoxetin
Sertralin
Paroxetin
Citalopram
Escitalopram
Fluvoksamin
Trisiklik
Desipramin
Notriptilin
Amitriptilin
Imipramin
Doxepin
Klomipramin
Lain-lain
Bupropion
Venlafaxin
Nefazodon
Mirtazapin
Maprotilin
Amoxapin
++++
++++
+++++
++++
++++
++++
+
++
++++
+++
+++
+++
0/+
++++
+++
+++
+
++
0/+
0/+
0
+
0
0
+++++
+++
++++
++
+
++
+
+++
0
++++
+++
+++
0
+
0
0
0
0
++
++
++++
+++
+++
++++
+
0
0
0
+++
+++
80%
>44%
64%
80%
80
53
51%
46-56%
37-49%
19-35%
17-37%
36-62%
>90%
92%
20%
50%
79-87%
-
95%
95%
99%
<80%
56
77
90%
92%
95%
95%
68-85%
97%
85%
25-29%
99%
85%
88%
90%
24-72 (146)
26 (66)
24
33
27-32
15-26
12-28
18-56
9-46 (18-56)
6-28 (12-28)
11-23
20-24
10-21
4 (10)
4-5 (4-18)
20-40
28-105
8-30
Keterangan : 0 atau berarti tidak ada, semakin banyak + semakin kuat, - data tidak tersedi
BAB V
PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN
(PHARMACEUTICAL CARE)
5.1. Pelayanan Kefarmasian
Dalam evolusi perkembangan pelayanan farmasi telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan dari orientasi terhadap produk menjadi orientasi terhadap kepentingan penderita yang dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan. Orientasi terhadap kepentingan penderita tanpa mengesampingkan orientasi produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat serta adanya tuntutan dari masyarakat akan pelayanan kefarmasian yang bermutu, Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.
Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan:
1.
Penyusunan Informasi Dasar Atau Database Penderita
2.
Evaluasi
3.
Penyusunan RPK
4.
Implementasi RPK
5.
Implementasi Monitoring dan Konseling
6.
Tindak Lanjut
A.
Penyusunan Informasi Dasar Atau Database Penderita
Penyusunan database dilakukan dengan menyalin nama, umur, berat badan penderita serta terapi yang diberikan yang tertera pada resep atau rekam medik (medical record). Mengenai masalah medis (diagnosis, gejala), apoteker melakukan pengkajian dan menyusun perkiraan masalah yang mungkin timbul pada penderita dari terapi yang diberikan. Masalah tersebut selanjutnya dikonfirmasikan ulang kepada penderita atau keluarga dan dokter bila perlu. Yang perlu ditanyakan pada penderita - keluarga adalah :
-
Obat yang digunakan saat ini
-
Obat yang dipakai untuk jangka panjang
-
Kemajuan terapi
-
Obat yang sama harus diteruskan kecuali diputuskan lain oleh dokter
-
Obat tidak boleh dihentikan tanpa sepengetahuan dokter
-
Jika suatu obat tidak efektif, dapat dicoba obat yang lain
-
Evaluasi ulang sangat penting untuk beberapa bulan berikutnya
-
Riwayat penyakit
-
Pengalaman Reaksi Obat yang Tidak Diharapkan (ROTD)
Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi munculnya efek samping dan efek yang disebabkan masalah terapi obat lainnya, serta untuk membantu pemilihan obat.
Tabel 4. Informasi Kontak
Nama
Pria/wanita
Alamat
Jl, kota/ kelurahan/dll
Telpon
Rumah, HP
Dokter keluarga/merawat
Tabel 5. Demografi Pasien
Nama
Pria/wanita
Umur
Tg lahir
Berat Badan
Tinggi
Hamil
Menyusui
Tg melahirkan
Pekerjaan
Anggota keluarga di rumah
Asuransi
Bagi penderita anak atau lanjut usia perlu dicatat nama serta alamat penanggung jawab dan hubungan keluarga.
Tabel 6. Terapi Obat Saat Ini
Indikasi
Obat
Dosis/Regimen
Tg dimulai
Respons
Efektivitas/keamanan
Tabel 7. Terapi Obat Yang Lalu
Indikasi
Obat
Dosis/Regimen
Tg dimulai
Respons
Efektivitas/keamanan
B.
Evaluasi Atau Pengkajian (Assessment).
Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi masalah yang berkaita n dengan terapi obat. Pelaksanaan pengkajian dilakukan dengan membandingkan data rekam medik, terapi, dan database yang telah disusun, kemudian dikaitkan dengan pengetahuan tentang farmakoterapi, farmakologi dan ilmu pengetahuan lain yang berkaitan. Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi masalah yang berkaitan dengan terapi obat. Pelaksanaan pengkajian dilakukan dengan membandingkan data rekam medik, terapi, dan database yang telah disusun, kemudian dikaitkan dengan pengetahuan tentang farmakoterapi, farmakologi dan ilmu pengetahuan lain yang berkaitan.
Kaji apakah penderita memakai/minum obat-obat yang depresogenik (contoh: steroid narkotik, sedatif/hipnotik, benzodiazepin, antihipertensi, histamin-2 antagonis, beta-bloker, antipsikotik, imunosupresif, sitotoksik).
Tabel 8. Evaluasi Masalah Terapi Obat
KEBUTUHAN
MASALAH TERAPI OBAT
Ketepatan Indikasi
Terapi yang tidak perlu
Efektivitas
Obat yang salah
Dosis terlalu rendah
Keamanan (Safety)
Adverse Drug Reaction
Dosis terlalu tinggi
Ketaatan
Tidak taat
Kondisi tidak diobati
Butuh tambahan terapi
MASALAH TERAPI OBAT (DRUG RELATED PROBLEM ) dalam pengobatan antidepresan yang harus dipecahkan dan frekuensi kemungkinan terjadinya.
Tabel 9. Masalah Terapi Obat
Kondisi medis & MTO
INDIKASI
Terapi obat yang tidak perlu (8%)
o
Tidak ada indikasi
o
Duplikasi terapi
o
Indikasi terapi non obat
o
Pengobatan ADR yang dapat dihindari
o
Adiktif
Membutuhkan Tambahan Terapi Obat (17%)
o
Kondisi belum di obati
o
Pencegahan/profilaksis
o
Sinergis/potensiasi
Kondisi medis & MTO
EFEKTIVITAS
Membutuhkan obat lain (9%)
o
Obat yang lebih efektif
o
Kondisi refraktori terhadap obat
o
Bentuk sediaan kurang tepat
o
Tidak efektif terhadap kondisi
Dosis terlalu rendah (20%)
o
Dosis salah (terlalu rendah)
o
Membutuhkan obat lain
o
Frekuensi kurang tepat
o
Durasi kurang tepat
o
Interaksi obat
o
Cara pemberian kurang tepat
Kondisi medis & MTO
KEAMANAN (SAFETY)
Adverse Drug Reaction (ADR) (25%)
o
Efek tak dikehendaki
o
Obat tidak aman untuk penderita
o
Interaksi obat
o
Dosis diberikan atau dirubah terlalu cepat
o
Reaksi alergi
o
Kontraindikasi
Dosis terlalu tinggi (3%)
o
Dosis salah (terlalu tinggi)
o
Frekuensi kurang tepat
o
Durasi kurang tepat
o
Interaksi obat
o
Cara pemberian kurang tepat
Kondisi medis & MTO
KETAATAN (COMPLIANCE)
Ketidak taatan (Non Compliance) (18%)
o
Instruksi tidak difahami
o
Penderita memilih tidak minum/pakai
o
Penderita lupa minum/pakai
o
Penderita tidak mampu membeli obat
o
Penderita tidak dapat menelan/memakai
o
Ketersediaan obat (tidak ada)
Tabel 10. Informasi yang perlu diketahui oleh apoteker untuk meningkatkan kepatuhan minum obat
Kebutuhan perhatian
Bagaimana attitude penderita tentang minum obat?
Y
N
Apa yang diharapkan penderita tentang terapi obat untuknya?
Y
N
Apa yang dikhawatirkan penderita tentang obatnya?
Y
N
Sejauh mana penderita memahami obatnya?
Y
N
Apakah budaya, agama, isu etikal mempengaruhi kemauannya ?
Y
N
Gambarkan perilaku penderita dalam minum obatnya
C.
Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
1)
Rekomendasi terapi
Apabila di dalam pengkajian resep ditemukan masalah terkait obat (MTO) maka dibuat rekomendasi terapi yang berisi saran tentang pemilihan/penggantian obat, perubahan dosis, interval dan bentuk sediaan.
Penggantian obat / perubahan dosis pada penggunaan obat antidepresi harus diperhatikan karena dapat berakibat fatal seperti keinginan bunuh diri.
Tabel 11. Rekomendasi Terapi
INDIKASI
LANGKAH
Terapi obat yang tidak perlu
Tidak ada indikasi
Duplikasi terapi
Indikasi terapi non obat
Pengobatan ADR yang dapat dihindari
Membutuhkan Tambahan Terapi Obat
Kondisi belum di obati
Pencegahan/profilaksis
Sinergis/potensiasi
EFEKTIVITAS
Membutuhkan obat lain
Obat yang lebih efektif
Kondisi refraktori terhadap obat
Bentuk sediaan kurang tepat
Tidak efektif terhadap kondisi
Dosis terlalu rendah
Dosis salah (terlalu rendah)
Membutuhkan obat lain
Frekuensi kurang tepat
Durasi kurang tepat
Interaksi obat
Cara pemberian kurang tepat
KEAMANAN (SAFETY)
Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)
Adverse Drug Reaction (ADR)
Efek tak dikehendaki
Obat tidak aman untuk penderita
Interaksi obat
Dosis diberikan atau dirubah terlalu cepat
Reaksi alergi
Kontraindikasi
Dosis terlalu tinggi
Dosis salah (terlalu tinggi)
Frekuensi kurang tepat
Durasi kurang tepat
Interaksi obat
Cara pemberian kurang tepat
KETAATAN (COMPLIANCE)
Ketidak taatan (Non Compliance)
Instruksi tidak difahami
Penderita memilih tidak minum/pakai
Penderita lupa minum/pakai
Penderita tidak mampu membeli obat
Penderita tidak dapat menelan/ memakai
Ketersediaan obat (tidak ada)
Penghentian Antidepresan
Withdrawl syndrome

Memburuk dengan paroxetin, venlafaxin

Gejala: pusing, mual, parestesia, cemas/insomnia

Onset: 36-72 jam

Durasi: 3-7 hari
Jadwal penurunan dosis/tapering (untuk penderita yang menerima terapi jangka lama)
Lama Terapi Antidepresan
Fase Terapi Akut : 3 bulan
Fase Terapi Lanjutan : 4-9 bulan
Fase Terapi Rumatan : bervariasi

Terapi akut dan lanjutan dianjurkan untuk semua penderita dengan gangguan depresif mayor (misal lama terapi = 7 bulan)

Keputusan untuk memberikan terapi rumatan didasarkan pada:
-
Jumlah episode sebelumnya
-
Beratnya episode sebelumnya
-
Riwayat gangguan depresif pada keluarga
-
Usia penderita (prognosis memburuk bila lansia)
-
Respon terhadap antidepresan
-
Menetapnya stresor (pencetus) lingkungan

Terapi rumatan dianjurkan bila ada salah satu dari kriteria berikut :
1.
Tiga atau lebih episode depresif sebelumnya (tanpa memperhatikan usia)
2.
Dua atau lebih episode sebelumnya dan usia lebih dari 50 tahun
3.
Satu atau lebih dan usia lebih dari 60 tahun

Fluoxetin : umumnya tidak perlu tapering

Sertralin : penurunan dosis 50 mg setiap 1-2 minggu

Paroxetin : penurunan dosis 10 mg setiap 1-2 minggu

Citalopram : penurunan dosis 10 mg setiap 1-2 minggu

Venlafaxin : penurunan dosis 25-50 mg setiap1-2 minggu

Nefazodon : penurunan dosis 50-100 mg setiap 1-2 minggu

Bupropion : umumnya tidak perlu tapering

Trisiklik : penurunan dosis 1%-25% setiap 1-2 minggu
Keterangan : Risiko kambuh/relaps paling besar 1 - 6 bulan setelah penghentian
Ada beberapa hal yang perlu dicermati berkaitan dengan kegagalan terapi:
1.
Mengunakan benzodiazepin atau anxiolitik sebagai obat tunggal dalam memberikan terapi gangguan depresif tidak akan menyembuhkan depresinya
2.
Kegagalan memonitor hasil pengobatan, efek samping dan kepatuhan berobat. Setiap pengobatan menuntut adanya evaluasi yang baik dan terus menerus terhadap ketiga aspek tersebut. Sehingga dapat dilakukan penyesuaian yang perlu
3.
Seringkali digunakan dosis yang terlalu rendah dari yang dianjurkan. (analoginya adalah memberikan antibiotika dengan dosis yang tidak cukup untuk membunuh bakteri)
4.
Terlalu cepat menghentikan obat. Obat tidak boleh dihentikan setelah penderita menunjukkan respon. Penghentian yang terlalu dini akan berisiko besar untuk kambuh.
5.
Polifarmasi (kombinasi obat yang tidak perlu atau tidak rasional) akan memperbesar kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat yang pada gilirannya menurunkan ketaatan dalam berobatan.
6.
Tidak mengedukasi penderita dan keluarga sehingga mereka tidak memahami dengan baik rencana terapi, efek dan efek samping obat dan apa yang harus mereka lakukan. Akibatnya keterlibatan mereka dalam proses terapi sangat terbatas.
2)
Rencana Monitoring
Rencana monitoring terapi obat meliputi:
a.
Monitoring efektivitas terapi.
Monitoring terapi obat pada gangguan depresif dilakukan dengan memantau tanda dan gejala klinis. Apoteker perlu memperhatikan kepatuhan penderita dalam menggunakan obat dan mengetahui alasan ketidakpatuhan penderita. Penderita dirujuk ke dokter (psikiater) apabila menunjukkan gejala-gejala psikosis atau pikiran bunuh diri; penderita tidak berespon terhadap satu atau dua pengobatan yang adekuat; atau gejala memburuk.
b.
Monitoring Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD)
Meliputi efek samping obat, alergi dan interaksi obat. Pelaksanaan monitoring terapi obat bagi penderita rawat jalan memiliki keterbatasan bila dibandingkan dengan penderita rawat inap, antara lain kesulitan untuk mengikuti perkembangan penderita. Metode yang digunakan antara lain adalah monitoring melalui telepon baik apoteker yang menghubungi maupun sebaliknya, penderita melaporkan melalui telepon tentang kejadian yang tidak diharapkan kepada apoteker. Khususnya dalam memonitor terjadinya ROTD, perlu disampaikan ROTD yang potensial akan terjadi serta memiliki signifikansi secara klinik dalam konseling kepada penderita. Selain itu penderita/keluarga dihimbau untuk melaporkan kejadian yang dicurigai ROTD kepada apoteker. Selanjutnya apoteker dapat menyusun rekomendasi terkait ROTD tersebut untuk diteruskan kepada dokter yang bersangkutan.
Tabel 12. ROTD dari Antidepresan
Obat
Sedasi
Agitasi/ Insomnia
Efek Antikolinergik
Hipotensi
Ortostatik
Efek Saluran Cerna
(Nausea/Diare)
Disfungsi Seksual
Peningkatan Berat Badan
SSRI
Fluoxetin
Sertralin
Paroxetin
Citalopram
+
+
++
++
++++
+++
++
++
0/+
0/+
+
0/+
0/+
0
0
0
++++
+++
+++
+++
++++
+++
++++
++
+
+
++
+
Trisiklik
Desipramin
Notriptylin
Amitriptylin
Imipramine
Doxepin
Lain-lain
Bupropion
Venlafaxin
Nefazodon
Mirtazapin
++
++
++++
+++
++++
0
++
+++
++++
+
+
0/+
0/+
0/+
+++
++
+
0
++
++
++++
+++
++++
+
+
+
++
+++
++
++++
++++
++++
0
0
++
0/+
0/+
0/+
0/+
0/+
0/+
+
+++
++
+
+
+
++
++
++
0/+
+++
0/+
0/+
++
++
+++
++
++
0
+
0/+
+++
c.
Monitoring ketaatan
Untuk memastikan kalau penderita tidak responsif terhadap terapi, harus dipastikan dahulu apakah penderita :
􀂃
Taat
􀂃
Mendapatkan dosis yang cukup untuk periode yang cukup
􀂃
Bila minum antidepresan trisiklik, sebaiknya diperiksa kadar obat dalam serum, terutama pada lanjut usia, dan penderita yang minum obat lain yang dapat merubah farmakokinetik TCA
Tabel 13. Efektivitas Terapi
Acute Phase
Jadwalkan follow up pertama dalam waktu 2 minggu sejak pengobatan dimulai. Penderita dengan depresi yang parah atau risiko tinggi keracunan, butuh follow up lebih cepat. Mungkin belum ada kemajuan pada kunjungan awal.
Follow up dilanjutkan tiap 2 minggu sampai kemajuan kelihatan. Bila pengobatan cukup baik dalam 4 minggu akan terlihat kemajuan, bila tidak sesuaikan dosis sesuai guidelines
Setelah ada kemajuan , follow up dapat dijadwalkan setiap 3 bulan.
Continuation Phase
Penderita yang mereda pada waktu 3 bulan kemungkinan kambuh lebih kecil
Dalam waktu 16-20 minggu setelah mereda, penderita yang telah diobati sejak acute phase, sebaiknya dilanjutkan dengan obat dan dosis yang sama untuk mencegah kambuh.
Frekuensi follow up tergantung pada kondisi klinis penderita.
Maintenance Phase
Phase ini hendaknya dianggap sebagai kelanjutan Continuation Phase.
Maintenance Phase hendaknya terdiri dari terapi dan dosis yang sama dari fase –fase sebelumnya selama toleran.
Frekuensi follow up tergantung pada kondisi klinis penderita. Frekuensi dapat berkisar setiap 2-3 bulan bila stabil dan dapat juga beberapa kali seminggu untuk penderita yang parah.
Menurut studi, risiko perilaku bunuh diri nonfatal lebih tinggi pada awal terapi (amitriptilin, fluoxetin, paroxetin) dibandingkan pada fase fase berikutnya. Risiko tertinggi adalah hari 1-9, dibandingkan dengan 90 hari atau lebih setelah memulai pengobatan.
Sebelum pengobatan, dikaji kebutuhan penderita untuk dirawat. Rawat inap diperlukan bagi penderita yang parah, kecenderungan menyakiti diri sendiri atau orang lain, dengan komplikasi penyakit jiwa yang lain.
SAFETY
Faktor risiko bunuh diri:
Menunjukkan rencana bunuh diri
Mempunyai akses sarana bunuh diri
Menunjukkan simptom psikotik, halusinasi dll
Menunjukkan pemakaian alkohol atau obat-obat terlarang
Mempunyai riwayat akan bunuh diri
Riwayat keluarga
3)
Rencana Konseling
Rencana konseling memuat pokok-pokok materi konseling yang akan disampaikan.
Tujuan pemberian konseling kepada penderita adalah untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan penderita dalam menjalani
pengobatannya serta untuk memantau perkembangan terapi yang dijalani penderita. Ada tiga pertanyaan utama (Three Prime Questions) yang dapat digunakan oleh Apoteker dalam membuka sesi konseling yang disampaikan kepada penderita atau keluarganya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang telah diinformasikan oleh dokter tentang obat anda?
2.
Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat anda?
3.
Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat anda?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi pemberian informasi berulang atau yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter, untuk menggali pemahaman penderita mengenai terapinya dan memberikan edukasi yang tepat pada penderita dan keluarganya.
Konseling seyogyanya dapat dilakukan secara berkesinambungan dan sekaligus berfungsi sebagai proses pemantauan.
1.
Bagaimana penjelasan dokter tentang obat anda ?
Perlu dipastikan bahwa kegunaan obat ini untuk apa? Obat anti depresan juga dapat digunakan untuk hal lain : misalnya mengatasi nyeri pada neuropati. Apabila untuk mengatasi depresi, perlu digali seberapa jauh penderita/keluarga memahaminya. Konseling yang dapat diberikan diantaranya :
􀂃
Depresi bukan merupakan suatu kelemahan karakter
􀂃
Antidepresan mempunyai efektivitas yang sama
2. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat anda?
Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini perlu ditekankan pada setiap kali pertemuan. Antidepresan harus diminum minimal 6 – 9 bulan, sesuai saran dokter. Antidepresan diteruskan diminum, walaupun sudah merasa nyaman. Jangan hentikan tanpa konsultasi dokter. Antidepresan bukan senyawa adiktif.
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang harapan setelah minum obat anda ?
Sebagian besar penderita yang menggunakan antidepresan akan mengalami efek samping. Respon terhadap antidepresan tertunda, umumnya baru muncul 2 – 6 minggu kemudian. Sedangkan ADR kemungkinannya muncul lebih awal. Pada 3 bulan pertama bisa muncul episode keinginan bunuh diri.
Tabel 14. Materi Konseling Antidepresan
NO
ANTIDEPRESAN
KONSELING
Citalopram, fluoxetin, paroxetin dan escitalopram dapat dimakan dengan atau tanpa makanan
Beri tahu dokter kalau timbul gatal, ruam
Penderita harus menyadari efek sedatif SSRI sebelum melakukan aktivitas yang berbahaya
Untuk sediaan lepas lambat jangan dikunyah, digerus atau dibagi
Penderita wanita harus menginformasikan ke dokter bila sedang menyusui, hamil atau rencana akan hamil
1
SELECTIVE SEROTONIN REUPTAKE INHIBITOR (SSRI)
Ct: Citalopram, Fluoxetin, Flufoxamin, Paroxetin, Sertralin
Efek obat baru kelihatan setelah 1-4 minggu
Venlafaxin diminum/dimakan dengan makanan
Untuk sediaan lepas lambat jangan dikunyah, digerus atau dibagi
Bila menghentikan venlafaxin setelah memakai lebih dari 1 minggu, dosis harus diturunkan perlahan-lahan (taper). Bila telah dipakai lebih dari 6 minggu, dosis harus diturunkan perlahan-lahan sampai lebih dari 2 minggu
Penderita wanita harus menginformasikan ke dokter bila sedang menyusui, hamil atau berencana akan hamil
Informasikan ke dokter kalau penderita makan obat lain
Penderita harus menyadari efek sedatif dari venlafaxine sebelum melakukan aktivitas yang berbahaya
2
SEROTONIN-NOREPINENEFRIN REUPTAKE INHIBITOR
Ct: Venlafaxine
Hindari alkohol bila dalam pengobatan venlafaxin karena meningkatkan sedasi
Penderita wanita harus menginformasikan ke dokter bila sedang menyusui, hamil atau berencana akan hamil
Efek obat baru kelihatan setelah 4-6 minggu
Peringatan bagi penderita pria: kemungkinan disfungsi seksual untuk clomipramin
Hindarkan penghentian tiba-tiba, dapat mengakibatkan mual, kepala sakit, dan malaise
Hindarkan alkohol bila dalam pengobatan, termasuk barbiturat, depresan CNS
Penderita harus menyadari efek sedatif sebelum melakukan aktivitas yang berbahaya
Hindarkan paparan sinar matahari karena kemungkinan fotosensitifitas
3.
TRISIKLIK & TETRASIKLIK
Ct: Amitriptilin, Imipramin, Nortritilin, Maprotilin, Clomipramin, Amoxapin, Doxepin
Amoxapin tidak dianjurkan untuk anak di bawah 16 tahun
Peringatkan : risiko kejang
Hentikan dan ke UGD bila: kejang, sulit bernapas, demam, lemah.
Jangan menghentikan obat atau menyesuaikan dosis kecuali disarankan dokter. Konsultasikan ke dokter bila minum obat lain
Hindarkan makanan mengandung tiramin dan obat bebas tertentu
Dapat menyebabkan pandangan buram, hati-hati melakukan pekerjaan yang mebutuhkan kesiagaan.
Saat bangun dari duduk dapat merasa pusing, lemas, atau pingsan.
Efek akan terasa setelah beberapa minggu
4
MONOAMIN OXIDASE INHIBITOR
Ct: Phenelzin, Tranylcypromin, Isocaroxazid
Beritahu dokter/dokter gigi bahwa sedang minum obat MAOI
Contoh Konseling Untuk Penderita Gangguan Depresif
A. Penderita Rawat Inap :
Tujuan Konseling :

untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan penderita dalam menggunakan obat antidepresan.

untuk monitoring kepatuhan penggunaan obat.

untuk monitoring efektifitas penggunaan obat.

untuk monitoring efek yang merugikan/reaksi obat yang tidak diharapkan : misal alergi.
Metoda Konseling : BED SIDE COUNSELING
Tahapan-tahapan konseling :
1.
Memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan konseling.
2.
Menanyakan kepada keluarga yang mendampingi apakah penderita mau minum obat?
3.
Apa yang dirasakan selama minum obat tersebut ?
4.
Berikan penjelasan bahwa semua obat antidepresan ada efek samping, sesuaikan dengan jenis dan golongan obat yang dikonsumsi.
5.
Jelaskan bahwa obat harus diminum minimal 6 - 9 bulan dimana pada 3 bulan pertama ada episode keinginan untuk bunuh diri, jadi harus ada pengawas minum obat dan dibutuhkan kepatuhan minum obat dan pengawal penderita.
B. Penderita Rawat Jalan :
Tujuan Konseling :

untuk edukasi penderita dan keluarganya.

untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan penderita dan keluarga dalam menggunakan obat.

untuk monitoring kepatuhan penggunaan obat.

untuk monitoring efektifitas obat.
Metoda Konseling : VERBAL INTERAKTIF
Tahap-tahap konseling :
1.
Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan konseling.
2.
Menanyakan dengan teknik prime question :

apa yang dokter katakan mengenai kegunaan obat ini

apa yang dokter katakan tentang cara penggunaan obat ini

berapa kali sehari anda gunakan obat ini

apakah ada masalah yang dirasakan selama menggunakan obat ini
3.
Menanyakan apakah ada pengalaman penggunaan obat lain yang pernah diminum?
Tujuannya untuk menggali informasi bila ada riwayat alergi terhadap obat – obat tertentu.
4.
Menanyakan apakah ada penyakit lain yang diderita?
5.
Menanyakan apakah ada obat lain yang saat ini digunakan/dikonsumsi?
6.
Berikan penjelasan edukatif ke penderita dan keluarganya, misal :

Depresi bukan merupakan suatu kelemahan karakter,

Seluruh obat antidepresan sama-sama efektif,

Sebagian besar penderita yang menggunakan antidepresan akan mengalami efek samping,

Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari,

Pada penggunaan obat antidepresan, efek yang diharapkan munculnya belakangan, sedangkan efek yang tidak diinginkan
akan muncul lebih dulu. Pada umumnya efek yang yang diharapkan baru akan muncul 2 – 4 minggu kemudian.

Obat harus diminum minimal 6 – 9 bulan, pada 3 bulan pertama ada episode keinginan bunuh diri.

Obat tidak menyebabkan ketergantungan.
Dari semua konseling baik untuk penderita rawat jalan maupun rawat inap, harus didokumentasikan untuk bukti kegiatan.
D.
Implementasi RPK.
Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK) yang sudah disusun. Rekomendasi terapi yang sudah disusun dalam RPK, selanjutnya dikomunikasikan kepada dokter penulis resep. Metode penyampaian dapat dipilih antara berbicara langsung atau melalui telepon. Komunikasi antar profesi memerlukan teknik dan cara tersendiri yang dapat dipelajari dan dikembangkan berdasarkan pengalaman.
E.
Implementasi Monitoring & Konseling
Implementasi rencana monitoring adalah dengan melaksanakan monitoring terapi obat dengan metode seperti yang sudah disebutkan di atas. Demikian pula implementasi rencana konseling dilaksanakan dengan konseling kepada penderita atau keluarga.
F.
Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan kegiatan yang menjamin kesinambungan pelayanan kefarmasian sampai penderita dinyatakan sembuh atau tertatalaksana dengan baik. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pemantauan perkembangan penderita baik perkembangan kondisi klinik maupun perkembangan terapi obat dalam rangka mengidentifikasi ada atau tidaknya masalah terapi obat (MTO) yang baru. Bila ditemukan MTO baru, maka selanjutnya apoteker menyusun atau memodifikasi RPK.
Kegiatan lain yang dilakukan dalam tindak lanjut adalah memantau hasil dari rekomendasi yang diberikan. Hal ini sangat penting bagi apoteker dalam menilai ketepatan rekomendasi yang diberikan. Kegiatan tindak lanjut memang lebih sulit
dilaksanakan di lingkup farmasi komunitas, kecuali penderita kembali ke apotek yang sama, apoteker secara aktif menghubungi penderita atau penderita menghubungi apoteker melalui telepon.
5.2. Peran Apoteker
Sebagai tenaga profesional, Apoteker hendaknya berperan dalam membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan mandiri. Gangguan depresif termasuk gangguan yang cukup banyak diderita masyarakat Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda. Peran serta Apoteker didasari dengan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki Apoteker terutama terkait dengan obat-obatan yang digunakan dan hal-hal yang harus dihindari oleh penderita gangguan depresif.
Edukasi pada Penderita
Tujuh hal yang perlu diketahui berkaitan dengan gangguan depresif

Gangguan depresif bukan cacat kepribadian atau kelemahan karakter
Gangguan depresif dikaitkan dengan suatu ketidakseimbangan kimiawi dalam sistem saraf yang dengan mudah diobati dengan antidepresan dan pemberian konseling. Penderita dan keluarga perlu diberi edukasi untuk mengenali tanda-tanda dini gangguan depresif.

Semua antidepresan efektivitasnya sama
Kurang lebih 65% penderita menerima terapi antidepresan memberikan respon yang bermanfaat. Efek perbaikan akan tampak biasanya 2-3 minggu.Target pengobatan adalah menjadi sehat kembali (100%) dan mempertahankan tetap sehat. Angka kekambuhan sangat tinggi 50% dari orang yang mengalami satu episode depresif.

Sebagian besar penderita yang menerima antidepresan akan mengalami efek samping pada permulaan terapi
Umumnya efek samping yang timbul itu tidak berbahaya dan biasanya akan menghilang dalam waktu 7-10 hari.

Antidepresan sebaiknya diminum pada waktu yang sama setiap hari
Hal ini mempermudah untuk mengingat kapan harus minum obat dan juga meminimalkan efek samping.

Respon terhadap antidepresan tertunda
Umumnya baru muncul 2 – 6 minggu kemudian. Sedangkan ROTD kemungkinannya muncul lebih awal. Hal ini perlu ditekankan pada setiap kali konseling

Antidepresan harus diminum sekurang-kurangnya 6 - 9 bulan
Studi menunjukkan bahwa penderita yang menghentikan terapi selama 6 bulan pertama lebih mungkin terjadi depresi lagi walapun semula tampak keadaannya lebih baik. Pada 3 bulan pertama bisa muncul episode keinginan bunuh diri

Antidepresan bukan senyawa adiktif
Antidepresan dapat memperbaiki mood penderita tetapi tidak bertindak sebagai stimulan dan tidak terkait dengan craving atau penyalahgunaan obat. Namun bila antidepresan dihentikan dengan tiba-tiba akan terjadi reaksi withdrawl.
Tabel 15. Obat Yang Dapat Menyebabkan Gangguan depresif
OBAT KARDIOVASKULER
Beta blocker
Calcium Channel Blocker
Digoksin
Metildopa
Gol Statin
HORMON
Corticosteroid
Oestrogen
Progestogen
ANTIBACTERIAL
Sulfonamid
Cyprofloxacin
OBAT YANG BEKERJA PADA CNS
Alkohol
Amfetamin (withdrawl)
Amatadin
Benzodiazepin
Carbamazepin
Levodopa
Phenotiazin
LAIN-LAIN
Disulfiram
Interferon-alfa
Isotretinoin
Mefloquin
Metoclopramid
AINS
Alfa -Blocker
FAKTOR RISIKO RELAPS/RECURRENCE DARI DEPRESI
1.
FAKTOR PHARMACEUTICAL
-
Obat dihentikan terlalu cepat
-
Ketidak patuhan minum obat, sebagian atau total
-
Kegagalan meyakinkan pentingnya meneruskan pengobatan
-
Dosis terlalu rendah untuk terapi jangka panjang
-
Treatment resistance
-
Multiple prescribers memberikan keputusan masing-masing untuk satu penderita
-
Pengalaman ADR dan efek samping yang tidak nyaman
-
Kebutuhan edukasi dan motivasi
2.
FAKTOR LAIN PENDERITA
Parahnya penyakit
Hidup sendiri atau kurangnya dukungan keluarga
Ketidakmampuan penderita untuk mandiri
Staf kesehatan lain gagal memberikan harapan pada penderita
SEROTONIN SYNDROM
Suatu kondisi MTO yang serius, dengan perubahan-perubahan mental, otonomik, neurotransmuscular. Walau sindrom serotonin dapat menyebabkan kematian, biasanya tidak parah pada kebanyakan orang, hanya dengan dukungan dapat sembuh kembali. Biasanya timbul pada penderita yang minum dua atau lebih obat yang meningkatkan kadar serotonin di SSP. Yang sering adalah akibat kombinasi MAOI, SSRI dan trisiklik antidepresan.
Tabel 16. Simptom Yang Berkaitan Dengan Serotonin Syndrom
Perubahan status mental:
Ketidaknormalan motorik
􀂃
Bingung
􀂃
Agitasi
􀂃
Cemas
􀂃
Koma
􀂃
Myiclonus
􀂃
Hyperreflexia
􀂃
Otot kaku
􀂃
Tidak tenang
􀂃
Tremor
􀂃
Mengigil
􀂃
Ataxia
􀂃
Nystagmus
Kardiovaskular
􀂃
Hipertensi
􀂃
Hipotensi
􀂃
Sinus tachycardia
Gastrointestinal
Lain-lain
􀂃
Mual
􀂃
Diare
􀂃
Sakit perut
􀂃
Salivasi
􀂃
Diaphoresis
􀂃
Pupil tidak reaktif
􀂃
Tachypnea
􀂃
Hyperpyrexia
PENGELOLAAN SEROTONIN SYNDROM OLEH APOTEKER
Edukasi Penderita
􀂃
Pastikan penderita memahami masalah potensial, dan tahu apa yang harus dilakukan apabila terjadi serotonin syndrom (otot kejang, menggigil, berkeringat, bingung)
􀂃
Hubungi dokter apabila risiko serotonin syndrom meningkat.
Pencegahan
􀂃
Rekonsiderasi pemakaian kombinasi obat serotonergik dua atau lebih
􀂃
Pertimbangkan merubah ke obat alternatif yang serotonergiknya lebih rendah
Pengelolaan
􀂃
Hentikan semua obat yang serotonergik
􀂃
Pertimbangkan benzodiazepin untuk myoclonus dan resultant hipertermia
􀂃
Pertimbangkan siproheptadin, propranolol, atau metisergide bila simptom menetap
􀂃
Berikan segera perawatan penunjang bila perlu (terapi untuk hipertensinya, tachikardia, hipertermia, tekanan respiratori)
PEMAKAIAN ANTIDEPRESAN UNTUK KASUS LAIN

Nyeri pada neuropati
FAKTOR DALAM PEMILIHAN OBAT ANTIDEPRESAN

Golongan antidepresan yang telah diberikan

Toleransi dan ADR antidepresan sebelumnya

Respon terhadap terapi sebelumnya

Profil efek samping

Efek samping antidepresan terhadap komorbiditas

Riwayat/kecenderungan overdose dari antidepresan

Penyakit penyerta/lain yang menyebabkan antidepresan lebih tidak ditolerir

Penyakit psikotik lain

Pilihan penderita
COMPLIANCE
Efektivitas

Dipengaruhi pemahaman kapan respos obat terasa dengan kapan efek samping atau ADR dirasakan

Penderita harus didukung agar mau meneruskan dari acute phase, continuing phase sampai ke maintenance phase yang akan makan waktu beberapa bulan dari terapi full dose untuk menghindari kambuh.
Keamanan

Baca edaran waspada dari FDA tentang masalah anak-anak dan remaja tentang risiko keinginan bunuh diri pada penderita minum antidepresan tertentu, pada awal awal pengobatan.

Sangat penting untuk menghindari pemakaian tumpang tindih (overlapping) dari antidepresan dengan efek farmakologi yang sama, karena peningkatan serotonin dan norepinefrin dapat menyebabkan kerusakan yang serius seperti serotonin syndrome

Banyak antidepresan yang tidak boleh dihentikan tiba-tiba, tetapi diturunkan secara perlahan-lahan (tapered), karena dapat timbul withdrawl symptom misalnya mual.

Harus selalu berhati-hati bila memakai MAOI, sebab merupakan inhibitor yang non-revesrible dan memiliki waktu paruh panjang. Biasanya membutuhkan waktu 14 hari setelah MAOI dihentikan, sebelum mulai dengan antidepresan lain.

Bila minum MAOI, sangat penting mengikuti diet yang ketat.

Masalah terbanyak dari antidepresan adalah efek sedasi dan antikolinergik.

Untuk menghindari sedasi yang parah, hindari alkohol

Karena sedasi, penderita harus menghindari mengendarai kendaraan atau menjalankan mesin
5.3. Dokumentasi
Dalam menjalankan tugasnya, seorang Apoteker hendaknya mendokumentasikan segala kegiatannya ke dalam bentuk dokumentasi yang sewaktu-waktu dapat diakses ataupun ditinjau ulang. Hal ini sebagai bukti otentik pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang dapat digunakan untuk tujuan penelitian maupun verifikasi pelayanan. Dokumentasi juga akan memudahkan tugas Apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian
BAB VI
PENUTUP
Gangguan depresif merupakan gangguan serius dari kemampuan seseorang untuk berfungsi sebagai manusia dalam situasi kehidupan sehari-hari. Gangguan depresif bukan suatu kemalasan. Gangguan depresif dapat diobati.
Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan gangguan depresif. Memberikan pelayanan kefarmasian secara paripurna melalui berbagai kegiatan yang mendukung terapi gangguan depresif antara lain dengan melakukan monitoring dan mengevaluasi keberhasilan terapi, memberikan rekomendasi terapi, memberikan pendidikan dan konseling merupakan tugas profesi kefarmasian. Untuk dapat berperan dalam pelayanan kefarmasian untuk gangguan depresif diperlukan dukungan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Oleh sebab itu sangat penting bagi seorang apoteker untuk membekali diri sebaik-baiknya dengan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
1
. Amir Nurmiati. Gangguan depresif Aspek Neurobiologi dan Tatalaksana. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. hal1-140
2
. Burnham, T.A.(Eds), 2001. Drug Fact and Comparison, 55 th Ed, St Louis: A Wolters Kluwers Company, pp.902-944
3
. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik - Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa - Jakarta 1996
4
. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik - Yayasan Gangguan depresif Indonesia : Anxietas dan Gangguan depresif, Modul Pelatihan Bagi Dokter Umum, Jakarta 2002
5
. Fraser, K., etal., Pharmaceutical Care, Mood Disorders : Drug Treatment of Depression. The Pharmaceutical Journal Vol 266
6
. Ghazaleh, R.A., Depression Care Plan Guidelines, Peters Institute of Pharmaceutical Care. 2004
7
. Kando, J.C., Wells, B.G, Hayes, P.E. 2005. Depressive Disorder. In : Dipiro, J.T., et al. ( Eds ), Pharmacotherapy a Patophysiological Approach, 6th Ed., St Louis : Mc Graw Hill Companies, Inc, pp. 1235-1255
8
. Kaplan H.I & Sadock BJ : Pocket Handbook of Emergency Psychiatric Medicine, William Wilkins, 1993
9.
Kaplan H.I. & Sadock B.J : Synopsis Psychiatry, 7 edition, 1994
10
. Kode - Kimble, M. A. and Young, L. Y., 2002. Applied Therapeutic : The Clinical Use Of Drugs, Vancouver : Applied Therapeutic, Inc, pp.75.1-75.12
11
. Mc Evoy, G. K.,2002. AHFS Drug Information, Bethesda : American Society of Health-System Pharmacist, pp. 2179-2276
12
. Nolan, S, Scoggin, J.A. Serotonin Syndrom: Recognition and Management
13
. Rundell, J.R., Wise, M.G.2000. Consultation Psychiatry, 3rd Ed., Washington : American Psychiatric Press, pp. 61-79
14
. www.counseling-works.org.uk
15
. www.depressions-guide.com
16
. www.e-psikologi.com
17
. www.nimh.nih.gov/healthinformation/depression
18.
www. who.int/mental_health/management/depression
LAMPIRAN : Algoritma MINI (Mini International Neuropsychiatric Interview).
Wawancara terstruktur ini digunakan untuk membantu mendiagnosis gangguan jiwa termasuk gangguan depresif. Diperlukan pelatihan dalam menggunakannya (Direktorat Bina Kesehatan Jiwa – Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes).
A.EPISODE DEPRESIF
A1. Selama 2 minggu terakhir :
a.
Apakah anda secara terus menerus merasa sedih, depresi atau murung, hampir sepanjang hari, hampir setiap hari ?
b.
Apakah anda hampir sepanjang waktu kurang berminat terhadap banyak hal atau kurang bisa menikmati hal-hal yang biasanya anda nikmati ?
c.
Apakah anda merasa lelah atau tidak bertenaga, hampir sepanjang waktu ?
JIKA KURANG DARI 2 YA PADA A1
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
→ STOP
A2. Selama 2 terakhir, ketika anda merasa sedih/ depresi /tak berminat/ lelah :
a). Apakah nafsu makan anda berubah secara mencolok atau apakah berat badan anda meningkat atau menurun tanpa upaya yang disengaja ?
b)
Apakah anda mengalami kesulitan tidur hampir setiap malam (kesulitan untuk mulai tidur, terbangun tengah malam atau terbangun lebih dini, tidur berlebihan)
c)
Apakan Anda berbicara atau bergerak lebih lambat daripada biasanya gelisah, tidak tenang atau mengalami kesulitan untuk tetap diam ?
d)
Apakah anda kehilangan kepercayaan diri, atau apakah anda merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain ?
e)
Apakah anda merasa bersalah atau mempermasalahkan diri sendiri ?
f)
Apakah anda mengalami kesulitan tidur hampir setiap malam (kesulitan untuk mulai tidur, terbangun tengah malam atau terbangun lebih dini, tidur berlebihan) ?
g)
Apakah anda berniat untuk menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau berharap bahwa anda mati ?
APAKAH 4 ITEM ATAU LEBIH SEJAK A1 DIBERI KODE YA ?
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
3
2
TIDAK YA
EPISODE GANGGUAN DEPRESIF
A3.JIKA PENDERITA MEMENUHI KRITERIA UNTUK EPISODE DEPRESI :
a.
Selama hidup Anda, pernahkah Anda selama dua minggu atau lebih merasa depresi dan mengalami hal-hal yang baru kita bicarakan ?
b.
Sebelum Anda merasakan depresi ini, apakah anda merasa baik saja selama sekarangnya 2 bulan?
APAKAH A3b DIBERI KODE YA ?

TIDAK YA
TIDAK YA
F
3
3
TIDAK YA
GANGGUAN DEPRESIF BERULANG
B. DISTIMIA
Jika penderita saat ini memenuhi criteria untuk Gangguan depresif berulang, jangan menanyakan seksi ini, kecuali anda mempunyai alasan yang khusus.
B1 Apakah anda merasa sedih, murung atau tertekan Sepanjang waktu selama 2 tahun terakhir ?

TIDAK YA
B2 Apakah periode ini diselingi oleh perasaan baik-baik saja (tidak depresi) selama 2 bulan atau lebih ?

TIDAK YA
B3. Selama periode depresi sepanjang waktu ini :
a. Apakah anda kehilangana energi ?
b. Apakah anda kesulitan tidur (kesulitan untuk mulai tidur, bangun tengah malam atau bangun lebih dini ?
c.
Apakah anda kehilangan kepercayaan diri, atau merasa tidak semampu biasanya ?
d.
Apakah anda sulit berkonsentrasi ?
e.
Apakah anda sering menangis ?
f.
Apakah minat anda berkurang atau kurang bisa menikmati hal-hal yang biasanya anda nikmati ?
g.
Apakah anda sering merasa putus asa ?
h.
Apakah anda sering merasa tidak mampu memikul tanggung jawab sehari-hari ?
i.
Apakah anda merasa bahwa hidup anda selalu buruk dan tidak akan membaik ?
j.
Apakah anda mengurangi aktivitas sosial anda, apakah anda cenderung untuk menarik diri ?
k.
Apakah anda menjadi lebih pendiam daripada sebelumnya ?
APAKAH ADA 3 ATAU LEBIH ITEM DARI B3 DIBERI KODE YA ?
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
3
4
.
1
TIDAK YA
DISTIMIA
C. EPISODE MANIA
C1. Pernahkah anda mengalami periode waktu saat anda merasa diri anda sangat bersemangat atau penuh bertenaga atau sangat bangga dengan diri sendiri sehingga anda mengalami anda dirawat di rumah sakit untuk kesulitan, atau orang lain berpendapat bahwa bukan diri anda yang biasanya ?
C2. Pernahkah anda mengalami suatu periode waktu saat anda merasa sangat mudah tersinggung sehingga anda berteriak kepada orang atau memulai suatu perkelahian atau pertengkaran ?
JIKA C1 DAN C2 DIBERI KODE TIDAK
C3. Apakah salah satu periode ini berlangsung sekurang-kurangnya satu minggu atau pernahkah masalah ini ?
TIDAK YA
TIDAK YA
STOP

TIDAK YA
C4. Apakah anda mengalami masalah ini selama bulan lalu ?
C5. Saat anda merasa sangat bersemangat/mudah tersinggung :
JIKA SAAT INI MANIA : EKSPLORASI EPISODE SAAT INI
JIKA TIDAK : EKSPLORASI YANG PALING PARAH
a. Apakah anda terdorong untuk melakukan aktivitas fisik sehingga anda tidak bisa duduk diam ?
b. Apakah anda berbicara tanpa henti atau sedemikian cepatnya ?
c. Apakah pikiran anda mengalir sedemikian cepatnya sehingga anda kesulitan mengikutinya ?
d. Apakah anda menjadi sedemikian aktif sehingga teman atau keluarga anda khawatir tentang anda ?
e. Apakah kebutuhan tidur anda kurang daripada biasanya?
f. Apakah anda merasa mampu melakukan hal yang tidak mampu, atau bahwa anda seorang yang penting ?
g.Apakah anda mudah beralih perhatian sehingga gangguan yang ringan saja menyebabkan anda menyimpang ?
h.Apakah anda sangat ingin terlibat di dalam kegiatan yang menyenangkan sehingga mengabaikan risiko atau kesulitan (misalnya : berfoya – foya , ngebut, dll)
i. Apakah minat seksual anda sedemikan tinggi sehingga anda melakukan aktivitas seksual yang tidak lazim?
JIKA KURANG DARI ITEM DARI C5 DIBERI KODE YA ( ATAU KURANG DARI 4 JIKA C1 = TIDAK)
C6. Apakah masalah ini mengganggu pekerjaan atau aktivitas sosial anda, atau pernahkah anda dirawat inap di rumah sakit karena masalah ini ?
APAKAH C6 DIBERI KODE YA ?
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
D. AGORAFOBIA
TENTUKAN APAKAH EPISODE TERSEBUT TERJADI SAAT INI ATAU MASA LALU (C4)
TIDAK YA
F
3
0
TIDAK YA
EPISODE MANIK
SAAT INI DULU
D1. Apakah Anda merasa tidak nyaman di tempat atau situasi yang akan sulit atau memalukan jika meloloskan diri, atau pertolongan mungkin tidak akan diperoleh, seperti :
a.
Berada dalam kerumunan atau antrian
b.
Berada di tempat umum
c.
Berada seorang diri jauh dari rumah
d.
Bepergian dengan bus, kereta api atau mobil,
e.
Atau dalam situasi lain (lift, ….)
JIKA JAWABAN YA KURANG DARI 2 PADA D1
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
D2. Apakah Anda sangat takut terhadap tempat/ situasi ini sehingga Anda menghindarinya atau menghadapinya dengan ketegangan berat/ hebat ?
D3. Apakah Anda pikir bahwa ketakutan ini tak beralasan atau berlebihan ?
D4. Apakah ketakutan ini menggganggu pekerjaan Anda, kegiatan sehari-hari atau fungsi sosial, atau mengimbulkan ketegangan hebat ?
D5. Ketika Anda berada dalam salah satu situasi di atas, apakah Anda kadang-kadang :
a. merasa denyut jantung tak beratur, cepat atau berdebat keras ?
b. Berkeringat ?
c. Gemetar atau bergetar ?
d. Merasa mulut kering ?
JIKA SEMUA DIBERI KODE TIDAK dari D5a sampai D5d
e. Mengalami kesulitan bernapas ?
f. Merasa tercekik ?
g. Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada?
h. Mengalami mual atau gangguan perut ?
i. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan ?
j. Merasa asing dengan sekeliling Anda atau asing dengan bagian tubuh Anda ?
k. Takut bahwa Anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ?
l. Takut bahwa Anda akan mati ?
m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan ?

TIDAK YA

TIDAK YA

TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh anda?
APAKAH 2 ATAU LEBIH ITEM DARI D5 DIBERI KODE YA ?
TIDAK YA
F
4
0
.
0
TIDAK YA
AGORAFOBIA
E. GANGGUAN PANIK
E1. Apakah Anda sering mendapat serangan mendadak merasa cemas, takut, tidak tenang atau tidak nyaman dalam suatu situasi yang orang lain tidak merasakan demikian ?

TIDAK YA
E2. Apakah serangan tersebut dapat secara tak terduga?
E3. Selama serangan terburuk yang bisa Anda ingat, apakah Anda :
a. Merasa denyut jantung tak beratur, cepat atau berdebar keras ?
b. Berkeringat ?
c. Gemetar atau bergetar ?
d. Merasa mulut kering ?
JIKA SEMUAN DIKODE TIDAK DARI E3A SAMPAI E3D
e. Mengalami kesulitan bernapas ?
f. Merasa tercekik ?
g. Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada ?
h. Mengalami mual atau gangguan perut ?
i. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan ?
j. Merasa asing dengan sekeliling Anda atau asing dengan bagian tubuh Anda ?
k.Takut bahwa Anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ?
l. Takut bahwa Anda akan mati ?
m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan ?
n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh Anda ?
APAKAH 4 ATAU LEBIH ITEM DARI E3 DIKODE YA ?
E4. Jika Penderita menunjukkan Agorafobia (F40.0)
Anda mengatakan bahwa Anda terutama tidak nyaman dalam situasi seperti (SITUASI YANG DISEBUTKAN DALAM D1). Apakah serangan yang baru kita uraikan terjadi hanya pada situasi tersebut ?
APAKAH E4 DIBERI KODE YA ?
→TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
4
1
.
0
TIDAK YA
F
4
0.
0
1
TIDAK YA
GANGGUAN PANIK
TIDAK YA
AGORAFOBIA dengan GANGGUAN PANIK
Jika ≈ AGORAFOBIA dengan GANGGUAN PANIK ≈ (F40.01), DAIGNOSIS F40.0 dan F41.0 JANGAN DILAPORKAN
F. SOSIALFOBIA
F1. Apakah Anda takut atau malu menjadi fokus/pusat perhatian atau takut dipermalukan pada situasi sosial ? Hal ini mencakup hal seperti berbicara didepan umum, menggunakan WC umum, menulis sambil diawasi orang. Atau apakah Anda menghindar untuk berada dalam situasi sosial demikian ?

TIDAK YA
F2. Apakah ketakutan ini berlebihan atau tak beralasan?
F3. Apakah ketakutan ini mengganggu pekerjaan sehari-hari, kegiatan sehari-hari atau fungsi sosial Anda atau menimbulkan ketegangan hebat ?
F4. Jika Anda berada dalam satu situasi demikian, apakah Anda kadang-kadang :
a. Muka merah dan gemetar ?
b. Merasa ingin muntah ?
c. Merasa malu atau takut bila mendadak harus pergi ke toilet ?
JIKA SEMUA DIBERI KODE TIDAK DARI F4a SAMPAI F4c
F5. Jika Anda berada dalam satu situasi demikian, apakah Anda kadang-kadang :
a. merasa denyut jantung tak beratur, cepat atau berdebar keras ?
b. Berkeringat ?
c. Gemetar atau bergetar ?
d. Merasa mulut kering ?
JIKA SEMUA DIBERI KODE TIDAK DARI E3A SAMPAI E3D
e. Mengalami kesulitan bernapas ?
f. Merasa tercekik ?
g. Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada ?
h. Mengalami mual atau gangguan perut ?
i. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan ?
j. Merasa asing dengan sekeliling Anda atau asing dengan bagian tubuh Anda ?
k. Takut bahwa Anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ?
l. Takut bahwa Anda akan mati ?
m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan ?
n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh Anda ?

TIDAK YA

TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
APAKAH 2 ATAU LEBIH ITEM DARI F5 DIBERI KODE YA ?
F
4
0
.
1
TIDAK YA
SOSIALFOBIA
G. GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF
G1. Dalam 2 minggu terakhir, apakah Anda diresahkan oleh pikiran, rangsangan atau bayangan berulang yang tidak Anda sukai, memuakkan tidak layak, mendesak atau menekan (misalnya ide bahwa diri anda kotor, atau ada kuman atau menyakiti seseorang walaupun Anda tidak menghendakinya) ? (Jangan memasukkan begitu saja kekhawatiran berlebihan perihal masalah hidup yang nyata atau kekhawatiran yang dengan gangguan lain)
G2. Dalam 2 minggu terakhir, apakah Anda melakukan sesuatu berulang-ulang tanpa mampu menahannya, seperti mencuci berlebihan, menghitung atau memeriksa sesuatu berulang-ulang ?
JIKA G1 DAN G2 DIBERI KODE TIDAK
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
G3. Apakah Anda berpendapat bahwa pikiran (atau
perilaku) ini adalah hasil dari pikiran Anda sendiri dan bukan berasal dari luar ?
G4. Apakah Anda berpendapat bahwa pikiran (atau perilaku) ini tidak beralasan, aneh atau diluar kewajaran ?
G5. Apakah pikiran itu tetap muncul walaupun Anda mencoba untuk mengabaikan atau menghilangkannya?
G6. Apakah pikiran (dan/atau perilaku) ini menimbulkan ketegangan hebat atau sangat mengganggu kegiatan rutin, fungsi pekerjaan, kegiatan sosial biasa, atau pergaulan Anda?
APAKAH G6 DIBERI KODE YA ?

TIDAK YA

TIDAK YA

TIDAK YA
TIDAK YA
F
4
2
TIDAK YA
GANGGUAN OBSESIF
KOMPULTIF
H. GANGGUAN ANXIETAS MENYELURUH
Jangan mengeksplorasikan seksi ini, jika penderita memperlihatkan gangguan exietas lain (F40,- ; F41.0 ; F42)
H1. Apakah anda khawatir berlebihan atau cemas perihal 2 atau lebih masalah hidup sehari-hari (misalnya keuangan, kesehatan anak, nasib buruk) selama 6 bulan terakhir ? lebih daripada orang lain ? apakah kekhawatiran ini muncul hampir setiap hari ? (atau apakah orang mengatakan kepada Anda bahwa Anda khawatir berlebihan) ?

TIDAK YA
H2. Selama periode ini, apakah Anda sering :
a. Merasa denyut jantung tak beratur, cepat atau berdebar keras ?
b. Berkeringat ?
c. Gemetar atau bergetar ?
d. Merasa mulut kering ?
JIKA SEMUA DIKODE TIDAK dari H2a sampai H2d
e. Mengalami kesulitan bernapas ?
f. Merasa tercekik ?
g. Merasa nyeri, tertekan atau tidak enak di dada ?
h. Mengalami mual atau gangguan perut ?
i. Kepala pusing, sempoyongan, melayang atau pingsan ?
j. Merasa asing dengan sekelilinganda atau asing dengan bagian tubuh Anda ?
k. Takut bahwa Anda akan menjadi gila, kehilangan kendali atau pingsan ?
l. Takut bahwa Anda akan mati ?
m. Mengalami kilatan panas atau kedinginan ?
n. Merasa kesemutan atau baal pada bagian tubuh Anda ?
o. Merasa sakit, nyeri otot, atau merasa tegang ?
p. Merasa gelisah ?
q. Merasa tegang ?
r. Merasa sulit menelan, atau kerongkongan tersumbat ?
s. Mudah kaget/terkejut ?
t. Sulit berkonsentrasi, atau merasa pikiran kosong ?
u. Merasa mudah tersinggung ?
v. Sulit tidur karena kekhawatiran Anda ?
APAKAH 4 ATAU LEBIH ITEM DARI H2 DIKODE YA ?
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
4
1
.
1
TIDAK YA
GANGGUAN ANXIETAS
MENYELURUH
I. GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
11. Pernahkah Anda mengalami suatu peristiwa traumatik atau menekan luar biasa (misalnya : gempa bumi, banjir, penyerangan fisik atau pemerkosaan, berada dalam suatu perang atau pertempuran, membunuh seseorang, menyaksikan orang dibunuh, kebakaran, kecelakaan berat) ?
12. Apakah Anda seringkali mengalami ulang peristiwa ini secara tidak menyenangkan (misalnya dalam mimpi, pengingatan yang kuat, kilas balik, atau reaksi fisik ) ?

TIDAK YA

TIDAK YA
Sejak Peristiwa Ini :
13. Apakah Anda menghindari hal-hal yang mengingatkan Anda akan peristiwa tersebut ?
14. Apakah Anda kesulitan untuk mengingat-ingat beberapa bagian penting dari apa yang terjadi ?
15. Sejak peristiwa ini, apakah Anda mengamati bahwa Anda telah berubah dan apakah Anda akhir-akhir ini :
a. Sukar tidur ?
b. Terutama mudah tersinggung atau meluap amarahnya ?
c. Sulit berkonsentrasi ?
d. Merasa gelisah atau terus-menerus bersiaga ?
e. Mudah tertegun ?
Apakah 2 atau lebih item dari 15 di beri kode YA

TIDAK YA

TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
4
3
.
1
TIDAK YA
GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA
J. BULIMIA NERVOSA
J1. Apakah Anda seringkali makan banyak sekali dalam suatu periode waktu yang singkat ?
J2. Selama 3 bulan terakhir, apakah Anda makan banyak sekali dalam suatu periode waktu yang singkat sebanyak 2 kali seminggu ?

TIDAK YA

TIDAK YA
J3. Apakah Anda secara terus menerus berpikir tentang makan, disertai suatu dorongan waktu yang singkat sebanyak 2 kali seminggu ?
J4. Apakah Anda akhir-akhir ini menganggap diri anda terlalu gemuk, atau mengkhawatirkan akan menjadi terlalu gemuk ?
J5. Untuk bisa melawan pengaruh dari makan berlebihan itu, apakah Anda :
a. membuat diri anda muntah ?
b. Menggunakan obat pencahar (urus-urus) ?

TIDAK YA

TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
c. Menggunakan obat-obatan seperti penakan nafsu makan, diuretik (pemacu kencing), atau preparat tiroid ?
d. Memaksakan diri anda untuk mempertahankan diet sampai menjurus kepada pengurusan / kelaparan ?
Apakah 1 atau lebih item dari J5 di beri kode Ya?
TIDAK YA
TIDAK YA
F
5
0
.
2
TIDAK YA
BULIMIA NERVOSA
K. ANOREXIA NERVOSA
Jangan mengeksplorasi seksi ini jika J2 (makan berlebihan akhir-akhir ini (dikode YA
K1. a. Berapa tinggi badan Anda ?
b. Berapa berat badan Anda sekarang ?
Apakah berat badan penderita lebih rendah daripada nilai ambang yang sesuai dengan tinggi badannya ?
CM
KG

TIDAK YA
K2. Akhir-akhir ini, apakah Anda menganggap diri Anda gemuk atau bahwa bagian-bagian dari tubuh Anda terlalu gemuk ?
K3. Apakah Anda sangat mengkhawatirkan menjadi terlalu gemuk sehingga Anda memberlakukan pada diri Anda suatu ambang berat badan ?
K4. Apakah Anda menghindari makanan yang menggemukan agar dapat mempertahankan berat badan Anda sekarang atau menurunkan berat badan Anda ?
K5. Untuk Wanita : Selama 3 bulan terakhir, apakah Anda tidak menstruasi, padahal Anda mengharapkan terjadinya menstruasi?
Untuk Pria : Apakah minat anda terhadap seks berkurang daripada biasanya atau apakah Anda mengalami problem selama senggama (impotensi., ejakulasi dini, ….. )
APAKAH K 5 DIKODE YA ?

TIDAK YA

TIDAK YA

TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
5
0
.
0
L. GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN ALKOHOL
L1. Dalam 12 bulan terakhir, apakah Anda minum lebih banyak daripada jumlah yang setara dengan 1 botol anggur pada 3 kesempatan atau lebih (Perjamuan, pesta, pertemuan,…….) ?

TIDAK YA
L2. Dalam 12 Bulan terakhir :
a. Apakah anda sering merasakan suatu keinginan atau dorongan yang kuat untuk minum, sehingga Anda tidak mampu untuk bertahan ?
b. Apakah Anda telah mencoba untuk tidak minum tetapi gagal, atau merasa sulit untuk berhenti minum sebelum Anda mabuk ?
c. Ketika Anda mengurangi minum apakah tangan Anda bergetar, apakah Anda berkeringat atau merasa jengkel ?
Atau apakah Anda minum untuk menghindari semua problem ini atau untuk menghindari kekhawatiran ?
d. Apakah Anda perlu minum lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama seperti saat Anda pertama kali mulai minum ?
e. Apakah Anda mengurangi waktu untuk bekerja, menikmati hobi, berkumpul dengan orang lain, sebagai akibat kebiasaan minum Anda ?
f. Apakah Anda tetap melanjutkan minum walaupun Anda tahu bahwa kebiasaan minum ini menyebabkan problem kesehatan atau kejiwaan ?
APAKAH 3 ATAU LEBIH ITEM DARI L2 DI KODE YA ?
JIKA PENDERITA MENUNJUK KETERGANTUNGAN
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK
TIDAK YA
F
1
0
.
2
TIDAK YA
KETERGANTUNGAN ALKOHOL
ALKOHOL
L3. Dalam 12 bulan terakhir :
a. sebagai akibat minum, apakah Anda ada problem dengan fisik Anda, misalnya penyakit hati, hepatitis, penyakit lambung, pancreatitis, muntah darah, kaki kesemutan atau baal, atau mungkin problem psikologis seperti tidak berminat terhadap kebanyakan hal, merasa gangguan depresif atau merasa tidak percaya terhadap orang lain ?
b. sebagai akibat dari minum, apakah Anda mendapat masalah di pekerjaan atau dengan keluarga Anda ?
c. Apakah Anda mengalami kecelakaan karena Anda habis minum (kecelakaan mobil, menggunakan mesin atau pisau, dsb)?
APAKAH 1 ATAU LEBIH ITEM DARI L3 DI KODE YA?
STOP
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
1
0
.
1
TIDAK YA
PENGGUNAAN MERUGIKAN
Dari ALKOHOL
M. GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN ZAT PSIKOAKTIF
M1. Dalam 12 bulan terakhir, apakah Anda menggunakan lebih dari satu kali salah satu dari zat-zat/oabt-obat ini agar merasa nikmat, merasa lebih baik atau mengubah suasana perasaan anda?
SEBUTKAN ZAT / OBAT YANG DIGUNAKAN :

TIDAK YA
M2. Dalam 12 Bulan terakhir :
a. Apakah Anda sering merasakan kebutuhan atau dorongan yang sedemikian berat untuk menggunkan zat/obat, sehinggga Anda sulit untuk menahannya ?
b. Apakah Anda telah mencoba untuk tidak menggunakan zat/obat tetapi gagal, atau merasa sulit untuk berhenti sebelum Anda betul-betul merasa nikmat ?
c. Ketika Anda mengurangi penggunaan zat/obat. Apakah Anda mengalami gejala putus zat (nyeri, gemetar, demam, kelemahan, diare, mual, berkeringat, denyut jantung cepat, sulit tidur gelisah, cemas, mudah tersinggung atau sepresi ) ?
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
d. Apakah Anda perlu menggunakan zat/obat dalam jumlah yang lebih besar untuk dapat memperoleh efek yang sama seperti saat Anda mulai pertama kali menggunakan zat/obat ?
e. Apakah Anda mengurangi waktu untuk bekerja, menikmati hobi, atau berkumpul dengan orang lain, sebagai akibat dari zat/obat ini ?
f. Apakah Anda tetap melanjutkan penggunaan zat/obat walaupun Anda tahu bahwa zat/obat menyebabkan masalah kesehatan atau kejiwaan ?
APAKAH 3 ATAU LEBIH ITEM DARI M2 DIBERI KODE YA ?
SEBUTKAN ZAT/OBAT :
JIKA PENDERITA MENUNJUKAN SUATU KETERGANTUNGAN
M3. Dalam 12 bulan terakhir :
a. Sebagai akibat penggunaan zat/obat, apakah anda mengalami gangguan fisik, misalnya suatu kelebihan dosis yang tidak disengaja, batuk yang menetap, suatu serangan kejang, suatu injeksi, hepatitis, atau cedera ?
b. Sejak Anda menggunakan zat/obat, apakah Anda mengalami masalah psikologi, seperti tidak berminat terhadap kebanyakan hal, merasa sedih, menjadi curiga atau tidak percaya kepada orang lain, atau ada pikiran-pikiran aneh ?
c. Sebagai akibat penggunaan zat/obat, apakah Anda ada masalah di pekerjaan atau dengan keluarga ?
APAKAH 1 ATAU LEBIH ITEM DARI M3 DIBERI KODE YA ?
SEBUTKAN ZAT/OBAT :
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
1
(x)
.
2
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
F
1
(x)
.
1
TIDAK YA
KETERGANTUNGAN OBAT/ZAT
TIDAK YA
PENGGUNAAN KETERGANTU-NGAN dari OBAT/ZAT
N. GANGGUAN PSIKOTIK
Mintalah satu contoh dari setiap pertanyaan yang dijawab positif. Beri kode YA hanya Jika contoh jelas menunjukan suatu distorsi dari pikiran atau dari persepsi.
Sekarang saya akan menanyai Anda perihal pengalaman yang tidak lazim yang mungkin dialami seseorang
N1. Apakah keluarga atau teman Anda penuh menganggap keyakinan Anda aneh atau tidak lazim ?
(HANYA DIBERI KODE YA JIKA CONTOH YANG DIBERIKAN JELAS MERUPAKAN IDE-IDE KEBESARAN, HIPOKONDRIASIS, KEHANCURAN, BERSALAH ………)
N2. Pernahkah Anda percaya bahwa seseorang sedang memata-matai Anda, atau bahwa seseorang sedang berkomplot melawan Anda, atau mencoba mencederai Anda ?
N3. Pernahkan Anda percaya bahwa seseorang sedang membaca pikiran Anda atau bisa mendengar pikiran Anda atau bahwa Anda sungguh bisa membaca atau mendengar apa yang sedang dipikirkan oleh orang lain ?
N4. Pernahkan Anda percaya bahwa seseorang atau suatu kekuatan diluar Anda memasukkan buah pikiran yang bukan milik Anda ke dalam pikiran Anda atau menyebabkan Anda bertindak sedemikian rupa yang bukan lazimnya Anda ?
N5. Pernahkan Anda percaya bahwa Anda sedang dikirimi pesan khusus melalui TV, radio, atau koran, atau bahwa seseorang yang tidak Anda kenal secara pribadi tertarik pada Anda ?
N6 Pernahkan Anda mendapat penampakan atau pernahkan Anda melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh orang lain ?
N7. Pernahkah Anda mendengar sesuatu yang tak dapat didengar oleh orang lain, seperti suara-suara ?
JIKA SEMUA DIBERI KODE TIDAK SEJAK N1
Anda menyebutkan telah mengalami (Gejala mulai N1 samapai N7 yang diberi kode Ya )
N8. Apakah Anda mengalami (Gejala N1-N7) akhir-akhir ini ?
Jelaskan (misalnya : bulan lalu) :
N9. Selama hidup Anda, apakah Anda mengalami (gejala) lebih dari satu kali ?
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA
TIDAK YA

STOP
TIDAK YA
TIDAK YA
APAKAH N9 DIBERI KODE TIDAK ?
JELASKAN APAKAH EPISODE ITU TERJADI
BARU-BARU INI ATAU MASA LALU (N8)
APAKAH N9 DIBERI KODE YA ?
JELASKAN APAKAH EPISODE TERAKHIR ITU TERJADI BARU-BARU INI ATAU DULU (N8)
TIDAK YA
F
2
(x)
F
2
(x)
TIDAK YA
EPISODE
PSIKOTIK
BERULANG
SAAT INI DULU TIDAK YA
EPISODE PSIKOTIK TUNGGAL SAAT INI DULU
GLOSSARRY
5HT : 5 Hidroksi Triptsmin, serotonin
ADR : Adverse Drug Reaction, reaksi efek samping obat
AINS : Anti Inflamasi Non Steroid
CNS : Cerebrospinal Neuro System, Sistem Syaraf Pusat
FDA : Food & Drug Administration
ICD-X : International Clafficitation if Disease-10
MAOI : Mono Amine Oxidase Inhibitor
SSP : Sistem Syaraf Pusat