HIPERTENSI
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal
(dalam waktu yang lama atau kronis). Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat
saat aktivitas fisik, emosi, stres dan turun bila tidur.
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui
hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Secara umum, hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala.
Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat
diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi
dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Seseorang baru
merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi
komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan
gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner,
gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke.
Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para
penderitanya.
Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi
(high case fatality rate) juga berdampak kepada mahalnya
pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita dan berdampak pula bagi penurunan kualitas
hidup.
Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi,
maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki orang tua penderita Hipertensi.
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90
mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam
pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan
menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong). Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan
tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah
yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah tanpa memandang usia dan jenis
kelamin adalah :
- Tekanan darah < 140 / 90 mm Hg, disebut normotensi
- Tekanan darah > 160 / 95 mm Hg, disebut hipertensi pasti
- Tekanan darah 140 / 90 mm Hg – 160 / 95 mm Hg disebut hipertensi perbatasan
Dengan memperhatikan tekanan sistolik, WHO membagi hipertensi menjadi :
- Golongan rendah bila tekanan sistoliknya 180 mmHg dan tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg
- Golongan tinggi bila tekanan sistoliknya 180 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 105 mmHg
Batasan dengan mempertimbangkan usia dan jenis kelamin diajukan oleh Kaplan sebagai berikut :
- Pria usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring di atas atau sama dengan
130/90 mmHg
- Pria usia > 45 tahun , dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring di atas 145/95 mmHg.
- Pada wanita, tekanan darah di atas atau sama dengan 160/95 mmHg, dinyatakan kepentingan pengobatan.
Walaupun masih banyak perdebatan klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan diastolik ternyata yang lebih banyak
digunakan yaitu :
- Hipertensi ringan : tekanan diastoliknya antara 90-110 mmHg
- Hipertensi sedang : tekanan diastoliknya antara 110 -130 mmHg
- Hipertensi berat : bila tekanan diastoliknya di atas 130 mmHg
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal
memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik,
di mana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam 1
hari juga berbeda; paling tinggi pada waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Pemeriksaan penunjang untuk hipertensi
Tes Alasan
Urinalisis untuk darah dan protein,
elektrolit dan kreatinin darah
Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai
penyebab, atau disebabkan oleh hipertensi atau (jarang)
dapat dianggap hipertensi sekunder
Glukosa darah Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa
Kolesterol HDL dan kolesterol total
serum
Untuk membantu memperkirakan risiko kardiovaskular di
masa depan
EKG Membantu menetapkan adanya hipertrofi pada ventrikel
kiri
Faktor resiko independen dalam perkembangan penyakit vaskular dini :
- Usia lanjut
- Peningkatan kolesterol total serum
- Penurunan kadar HDL serum
- Peningkatan glukosa serum
- Perokok
- Hipertrofi ventrikel kiri
Gejala
Gejala dan Tanda tekanan darah tinggi
Mayoritas orang-orang yang menderita hipertensi ringan dan sedang tidak peduli akan kondisi mereka. Gejala-gejala
hipertensi antara lain adalah :
- Kelelahan
- Kebingungan
- Mual dan muntah
- Berkeringat berlebihan
- Kulit merah atau pucat
- Mimisan
- Gelisah
- Denyut jantung kuat, tidak beraturan
- Telinga berdengung
- Erectile kelainan fungsi tubuh ( keadaan tak berdaya)
- Sakit kepala
- Pening
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual,
muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan
otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Patogenesis
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai
faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis,
dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10%
nya tergolong hipertensi sekunder.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh
darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain.
Pada sekitar 5%-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
- Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Oleh sebab itu, jika aktivitas
memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka
tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan mendadak mengalami
percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mm Hg dan menetap lebih dari 6
jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial
interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal.
Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem pupil. Gejala retinopati dapat mendahului
penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna ( Hipertensi maligna
adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan,
hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi)
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan darah. Batas
perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mm Hg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh
darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik
yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
irreversibel.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi
payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki
tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, di mana
akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam 1 hari juga
berbeda; paling tinggi pada waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Faktor pemicu terjadinya kenaikan tekanan darah
- yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi
primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua
orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa
faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
- yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi
alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial.
Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
Faktor gaya hidup:
-obesitas
-inaktivitas fisik
-konsumsi alkohol
tinggi
-faktor makanan
Kelainan gen
Kenaikan TD
Pastikan dengan:
-pengukuran TD 24 jam
-pengukuran TD 6 jam
Penyebab sekunder
Penyakit ginjal
-parenkim
-stenosis arteri renal
Gangguan endokrin
-kelebihan hormon steroid
-feokromositoma
Obat-obatan
-steroid
-obat AINS
-Pil kontrasepsi
terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa
faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat
dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita
yang mempunyai berat badan normal.
Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari
kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko
Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt
bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan
farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
- Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
- Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan
garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai
pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
- Ciptakan keadaan rileks
- Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya
dapat menurunkan tekanan darah.
- Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu.
- Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk
pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat
kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti
asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi
dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).
Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat
harus hati-hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
e. ACE inhibitor
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya
yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
g. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung
(kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka
angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
Minggu, 17 April 2011
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Written by admin Posted July 23, 2008 at 1:28 pm
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.
Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.
Tujuan
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun:
1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional
3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian
Pengertian
Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Alat kesehatan adalah bahan, instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.
Pelayanan residensial (Home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.
Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi informasi.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
Ruang racikan.
Tempat pencucian alat.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out)
Perencanaan.Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
Pola penyakit
Kemampuan masyarakat.
Budaya masyarakat.
Pengadaan.Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan pediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Penyimpanan.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Wadah baru, wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
Administrasi.Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
Administrasi Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Administrasi Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
PELAYANAN
Pelayanan Resep
Skrining ResepApoteker melakukan skrining resep meliputi :
Persyaratan Administratif :
Nama, SIP dan alamat dokter
Tanggal penulisan resep
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
Cara pemakaian yang jelas
Informasi lainnya
Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Penyiapan obat.
Peracikan.Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
Etiket.Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
Kemasan Obat yang DiserahkanObat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
Penyerahan Obat.Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
Informasi Obat.Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Konseling.Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Monitoring Penggunaan Obat.Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
Promosi dan Edukasi.Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.
Pelayanan Residensial (Home Care).Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
EVALUASI MUTU PELAYANAN
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
Tingkat kepuasan konsumenDilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
Dimensi waktuLama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).
Prosedur Tetap ( Protap )Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:
Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat;
Adanya pembagian tugas dan wewenang;
Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek;
Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru;
Membantu proses audit.
Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut:
TujuanMerupakan tujuan protap.
Ruang lingkupBerisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan.
HasilHal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.
PersyaratanHal hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.
ProsesBerisi langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar.Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
Written by admin Posted July 23, 2008 at 1:28 pm
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.
Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi apoteker di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat.
Tujuan
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek disusun:
1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional
3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktik kefarmasian
Pengertian
Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
Alat kesehatan adalah bahan, instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek.
Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.
Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.
Pelayanan residensial (Home Care) adalah pelayanan apoteker sebagai care giver dalam pelayanan kefarmasian di rumah-rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan terapi kronis lainnya.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya.
Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki:
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi informasi.
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
Ruang racikan.
Tempat pencucian alat.
Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3. Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya.
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out)
Perencanaan.Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
Pola penyakit
Kemampuan masyarakat.
Budaya masyarakat.
Pengadaan.Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan pediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Penyimpanan.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Wadah baru, wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
Administrasi.Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi:
Administrasi Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Administrasi Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
PELAYANAN
Pelayanan Resep
Skrining ResepApoteker melakukan skrining resep meliputi :
Persyaratan Administratif :
Nama, SIP dan alamat dokter
Tanggal penulisan resep
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
Cara pemakaian yang jelas
Informasi lainnya
Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
Penyiapan obat.
Peracikan.Merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
Etiket.Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
Kemasan Obat yang DiserahkanObat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
Penyerahan Obat.Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
Informasi Obat.Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Konseling.Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
Monitoring Penggunaan Obat.Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
Promosi dan Edukasi.Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster, penyuluhan, dan lain lainnya.
Pelayanan Residensial (Home Care).Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
EVALUASI MUTU PELAYANAN
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
Tingkat kepuasan konsumenDilakukan dengan survei berupa angket atau wawancara langsung.
Dimensi waktuLama pelayanan diukur dengan waktu ( yang telah ditetapkan).
Prosedur Tetap ( Protap )Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk:
Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat;
Adanya pembagian tugas dan wewenang;
Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di apotek;
Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru;
Membantu proses audit.
Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut:
TujuanMerupakan tujuan protap.
Ruang lingkupBerisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan dengan kompetensi yang diharapkan.
HasilHal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan dalam bentuk yang dapat diukur.
PersyaratanHal hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan.
ProsesBerisi langkah-langkah pokok yang perlu dilkuti untuk penerapan standar.Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
FARMAKOTERAPI STROKE
FARMAKOTERAPI STROKE
Etiologi
· Sesuai penyebabnya stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (88% dan 12%).
· Stroke iskemik: disebabkan adanya penyumbatan pembuluh darah akibat adanya emboli, aterosklerosis, oklusi trombotik pada pembuluh darah otak
· Stroke hemoragik: disebabkan karena perdarahan intrakranial akibat kenaikan tekanan darah yang akut atau penyakit lain yang menyebabkan rapuhnya pembuluh darah.
Epidemiologi
Stroke merupakan penyakit penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Stroke terjadi pada lebih dari 700.000 individu per tahun dengan angka kematian sebesar 150.000.
Faktor Resiko
Faktor resiko terkena stroke dibagi menjadi 2 yaitu:
Tidak dapat dimodifikasi : usia, jenis kelamin, ras, etnik, keturunan (riwayat keluarga : hipertensi, diabetes)
Dapat dimodifikasi :
a. Karena penyakit : diabetes, atrial fibrilasi, hipertensi, penyakit jantung, riwayat stroke atau TIA (transient ischemic attack)
b. Life style : merokok, minum, obes, aktifitas fisik, rendahnya estrogen.
Patofisiologi
Gangguan aliran darah ke otak dapat terjadi oleh beberapa sebab. Pada carotid atherosclerosis terjadi akumulasi lemak dan sel-sel mengalami inflamasi pada bagian intima arteri, bila diikuti dengan hipertropi sel otot polos arterial menghasilkan pembentukan plak. Pada keadaan stress plak akan pecah sehingga terjadi pemejanan kolagen, agregasi platelet dan pembentukan klotà Klot ini akan masuk dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan penyumbatan dan gangguan aliran darah.
Pada kasus cardiogenic embolism, pembentukan thrombus dan emboli mengakibatkan â cerebral blood flow sehingga terjadilah iskemik.
Catatan:
· Aliran darah menuju otak 50ml/100g per menit dan keadaan ini dipelihara oleh rata-rata tekanan arteri 50-150mmHg melalui proses cerebral autoregulation.
· Jika aliran darah otak menurun dibawah 20ml/100g per menit maka terjadi iskemi
· jika penurunan terus terjadi sampai dibawah 12ml/100g per menit maka terjadi kerusakan otak yang irreversible yang disebut infarction.
Tanda dan Gejala
Tanda-tanda stroke tergantung defisit neurologi dan area atau daerah otak yang terganggu, antara lain :
· Kelemahan atau mati rasa tiba-tiba pada wajah, lengan, kaki pada satu sisi tubuh (hemi atau monoparesis menunjukkan defisit sensori).
· Tidak dapat berbicara atau kesulitan bicara atau bicara sulit dimengerti.
· Hilangnya penglihatan atau kabur hanya pada satu mata, penglihatan ganda, vertigo menunjukkan keterlibatan sirkulasi posterior.
· Mengantuk, tidak dapat berdiri atau tiba-tiba jatuh.
· Aphasia (hilangnya kemampuan berekspresi) terlihat pada pasien stroke sirkulasi anterior.
· TIA (Transient Ischemic Attack) : dapat terjadi beberapa hari, minggu, bulan sebelum stroke mayor. TIA terjadi pada saat klot menyumbat secara cepat dalam beberapa menit atau jam.
· Tanda-tandanya seperti stroke tetapi hanya terjadi 24 jam atau kurang.
· Orang-orang yang sudah terkena TIA 9,5% beresiko terkena stroke pada 90 hari, 14,5% pada 1 tahun (Hill et al.,2004).
Diagnosis
Tujuan diagnosis untuk mengetahui penyebab kerusakan neurologi (iskemik atau perdarahan/hemoragik) dan menentukan terapi yang sesuai.
Uji Diagnosis Stroke dapat dilakukan dengan :
1. Riwayat penyakit pasien dan uji fisik
Pada beberapa pasien, terdapat tanda-tanda kerusakan neurologi seperti:
· Infark hemisphere,
· Stroke dengan edema yang menyebabkan tekanan pada batang otak sehingga menurunkan tingkat kesadaran,
· Sakit kepala (25% kasus),
· Mual-muntah pada stroke batang otak atau cerebellum.
CTscan (Computed Tomographic Scan)
CTscan akan menunjukkan warna putih pada area perdarahan dan gelap pada daerah infark.
Dapat membantu identifikasi penyebab kerusakan neurologi nonvaskular seperti tumor otak.
Standar pemeriksaan yang direkomendasikan untuk pasien stroke.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan area iskemik dengan resolusi yang lebih tinggi dari pada Ctscan
Dapat mendeteksi lesi kecil pada cortical atau subcortical termasuk batang otak dan cerebellum yang tampak samar dengan CTscan
Tujuan Terapi
Menurunkan neurologi injury & menurunkan mortalitas & disability jangka panjang
Mencegah komplikasi sekunder dr imobilitas dan disfungsi neurologi
Mencegah stroke berulang
Sasaran Terapi
Stroke Akut
Perlu penanganan segera, cepat & tepat
Pada stroke iskhemik, daerah penumbra (daerah iskemik di sekeliling jaringan otak yg infark, akan mengalami infark dlm 3-6 jam kemudian (golden periode). Apabila pengobatan dilakukan pd jam ini akan mendapatkan hasil pengobatan yg baik
Pada stroke perdarahan, terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan perdarahan ulang yg terjadi dpt memperburuk keadaan klinik
Tatalaksana Terapi
Stroke Iskemik
Tujuan terapi stroke iskemik adalah:
Memelihara agar tekanan darah normal
Memperbaiki aliran darah de ngan mencegah terjadinya klot kembali.
Tatalaksana Stroke Iskemik Akut
tPA (tissue Plasminogen Activator) pada 3 jam pertama serangan
oksigen dan cairan harus cukup
Aspirin, 48 jam setelah serangan
Antihipertensi (pertimbangan: Tekanan Darah Pasien)
Pompa proton (Lanzoprazol) untuk pasien yang ulkus petikum
Jika terjadi sumbatan diberikan Heparin
Neurotropik dan neurotransmitter lainnya (Pirazetam)
Istrirahat cukup selama seminggu, jika stress diberikan Alprazolam
Nutrisi yang sesuai dan diberikan obat Antikolesterol.
Antihipertensi
Pedoman penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut menurut PERDOSSI (2004) dan ASA (2005)
TD diastolik >140mmHg (atau >110mmHg bila akan dilakukan terapi trombolitik): drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain. Atau na-nitroprusid 0,5mg/kg/menit infus i.v sebagai dosis inisial dengan monitoring TD sampai tercapai 10%-15% penurunan TD.
TD sistolik > 230mmHg dan atau TD diastolik 121-140mmHg diberikan labetalol i.v 1-2 menit. Atau nikardipin 5mg/jam infus iv sebagai dosis inisial, dititrasi sampai efek yang diinginkan dengan kenaikan 2,5mg/jam setiap 5 menit atau maksimal 15mg/jam. Tujuan terapi penurunan TD 10%-15%
TD sistolik 180-230mmHg dan atau diastolik 105-120mmHg terapi darurat harus ditunda kecuali ada bukti perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi. Alternatif : nifedipin oral 10 mg setiap 6 jam atau kaptopril 6,25-25mg setiap 8 jam. Jika terapi oral tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan maka diberikan labetalol i.v.
Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut (PERDOSSI, 2004)
Obat Dosis
Labetalol 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2mg/menit infus kontinyu
Nikardipin 5-15mg/jam infus kontinyu
Diltiazem 5-40mg/kg/menit infus kontinyu
Esmolol 200-500ug/kg/menit untuk 4 menit, selanjutnya 50-300mg/kg/menit iv
Obat oral tunggal untuk terapi emergensi hipertensi pada stroke akut (PERDOSSI, 2004)
Obat Dosis dan frekuensi
Nifedipin 10mg setiap 6 jam
Kaptopril 6,25-25 mg /8 jam
Clonidin 0,1-0,2/12 jam
Prazosin 1-2mg/8 jam
Minoxidil 5-20mg/12 jam
Labetalol 20-80mg/12 jam
Anti Platelet
Aspirin
Aspirin bekerja sebagai anti platelet dengan menghambat secara irreversibel siklooksigenase sehingga mencegah konversi asam arakhidonat menjadi tromboxan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat dan stimulator agregasi platelet.
Aspirin juga menghambat aktifitas prostasiklin (PGI2) pada otot polos dinding vaskular
Dosis efektif aspirin sebagai anti platelet masih diperdebatkan, terutama karena efeknya pada gastrointestinal, sehingga dosis rendah lebih baik
Ada beberapa range dosis yang disepakati para ahli, yaitu 75-150mg sehari (Alter et al., 2006), 160-325mg sehari (Adams et al., 2005)
Diberikan pada 48 jam setelah serangan. Aspirin harus diminum terus, kecuali terjadi reaksi merugikan pada pasien, Efek samping yang sering muncul adalah rasa tidak enak pada gastrointestinal, perdarahan dan alergi
Dipiridamol
Digunakan sebagai terapi tambahan atau kombinasi dengan aspirin dalam bentuk extended release, Bekerja menghambat agregasi platelet pada dosis tinggi, dengan menghambat fosfodiesterase yang menyebabkan akumulasi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intrasel, yang mencegah aktivasi platelet
Dipiridamol juga menaikkan potensial antitrombotik dinding vaskular
Dosis oral 300-600mg sehari dalam 3-4 dosis terbagi sebelum makan
Efek samping yang kadang menyebabkan obat harus dihentikan adalah efek pada gastrointestinal dan sakit kepala (AHFS, 2005; Fagan et al., 2005)
Tiklopidin
Tiklopidin adalah produk tienopiridin, Cara kerjanya menghambat jalan adenosin difosfat (ADP) pada agregasi platelet dan menghambat faktor-faktor yang diketahui merupakan stimuli agregasi platelet, Efek ini menyebabkan perubahan membran platelet dan interaksi membran-fibrinogenik menyebabkan penghambatan reseptor platelet glikoprotein IIb/IIIa.
Dosis 250mg 2 x sehari dapat digunakan sebagai alternatif antiplatelet pada pasien yang mengalami intoleransi aspirin
Efek sampingnya lebih besar daripada klopidogrel, yaitu menekan sumsum tulang yang menyebabkan neutropenia, rash, diare, dan kenaikan serum kolesterol. Yang lebih menjadi persoalan adalah resiko anemia aplastik dan trombotik trombositopenik purpura. Pasien perlu dimonitor hitung darah lengkap setiap 2 minggu dalam 3 bulan
Klopidogrel
Golongan tienopiridin seperti tiklopidin dengan efek samping yang lebih rendah
Dosis lazim 75mg/hari memiliki efikasi yang sama dengan aspirin 325mg dengan efek perdarahan GIT yang lebih sedikit
Klopidrogel memerlukan biotransformasi oleh hati menjadi metabolit aktif menggunakan enzim sitokrom P450 3A4 (CYP3A4)
Efek samping klopidogrel adalah diare dan rash, dan tidak menyebabkan neutropenia
Anti Koagulan
Fungsi Antikoagulan yaitu :
Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan trombus yang menyebabkan bertambahnya defisit neurologik dan untuk mencegah kambuhnya episode gangguan serebrovaskular
Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi untuk emboli otak berulang (fibrilasi atrium non valvuler, katup jantung buatan, trombus mural dalam ventrikel, infark miokard baru
Heparin
Pemberian heparin pada stroke iskemik akut masih dalam perdebatan para ahli. Walaupun heparin mampu mencegah stroke berikutnya tetapi efek perdarahan intrakranial meningkat sehingga tidak direkomendasikan pada periode akut serangan stroke.
Warfarin
Merupakan antikoagulan yang efektif mencegah stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi
Warfarin juga digunakan untuk terapi sekunder mencegah kardioembolik stroke
Warfarin diberikan sampai tercapai target INR (International Normalized Ratio) = 2,5 (2,0-3,0) dengan dosis pemeliharaan 5 mg/hari
Monitor harus dilakukan karena resiko perdarahan. INR dievaluasi setiap 2 hari, kemudian 2-3 x seminggu, kemudian 1-2 minggu sekali
Trombolisis
Penggunaan trombolisis 0,9mg/kg iv pada 3 jam pertama serangan menunjukkan ”excellent outcome” yaitu minimal disability dalam skala neurologi
Salah satu contoh trombolisis: alteplase
Pemberian trombolisis pada stroke yang disertai perdarahan akan menyebabkan terjadinya komplikasi yang berat. Setelah penggunaan alteplase dalam waktu 24 jam, pasien tidak boleh diberikan antiplatelet atau antikoagulan
Perlindungan Fungsi CNS (Central Nervous System)
Perlindungan pada otak di sekitar daerah yang mengalami iskemik masih dalam penelitian
Beberapa neuroprotektan yang sering digunakan di Indonesia antara lain : pirasetam, sitikolin.
Hiperlipidemik
Golongan Statin
Terbukti dapat mengurangi resiko terjadinya stroke pada 30% pasien dgn CAD dan dislipidemia.
Pemberian statin: nilai LDL menurun.
Rekomendasi:simvastatin 40 mg/hari.
Kadar LDL rekomendasi <100 mg/dL
Golongan Ezetimibe
Ezetimibe dapat menurunkan total kolesterol dan LDL juga meningkatkan HDL. Ezetimibe bekerja dengan cara mengurangi penyerapan kolesterol di usus.
Ezetimibe dapat digunakan sendiri jika antihiperlidemik lain tidak bisa ditoleransi tubuh atau dikombinasi denga golongan statin (penghambat HMGCoa reduktase) jika golongan statin tidak dapat menurunka kadar lipid darah sendirian.
Hiperglikemik
Tatalaksana Hiperglikemia pd Stroke akut(PERDOSSI, 2004)
Kadar Glukosa (mg/dL) Insulin tiap 6 jam s.c
< 80 Tidak diberikan insulin
80-150 Tidak diberikan insulin
150-200 2 unit
201-250 4 unit
251-300 6 unit
301-350 8 unit
351-400 10 unit
> 400 12 unit
KGD harus diturunkan <180 mg/dL
Stroke Hemorage
Saat ini belum ada study yang jelas mengenai standar strategi farmakologi untuk penanganan stroke hemoragik intracerebral hemorrhage (ICH). Penggunaan agen hemostatic (ex : faktor VII) pada tahap akut (<4 jam onset) dapat mengurangi pergerakan hematoma, tetapi tidak menunjukkan peningkatan outcome terapeutik. Penanganan dapat dilakukan dengan mengatasi hipertensi pada pasien, dengan menggunakan Nimodipin.
Penatalaksanaan Strok Hemoragik
Singkirkan kemungkinan koagulopati : pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar (FFP) 4-8 unit intravena setiap 4 jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan samapai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 10-50 mg lambat bolus (1 mg mengoreksi 100 unit heparin
Kendalikan hipertensi : Berlawanan dengan infark serebri akut, pendekatan pengendalian tekanan darah yang lebih agresif dilakukan pada pasien dengan perdarahan intraserebral akut, karena tekanan yang tinggi dapat menyebabkan perburukan edema perihematoma serta meningkatakn kemungkinan perdarahan ulang. Tekanan darah sistolik > 180 mmHg harus diturunkan samapai 150-180 mmHg dengan labetalol (20 mg intravenadalam 2 menit; ulangi 40-80 mg intravena dalam interval 10 menit sampai tekanan yang diingikan, kemudian infuse 2 mg/menit (120 ml/jam) dan dititrasi atau penghambat ACE (misalnya kaptopril 12,5-25 mg, 2-3 kali sehari) atau antagonis kalsium (misalnya nifedipin oral 4 kali 10 mg).
Pertimbangkan konsultasi bedah saraf bila : perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum > 50 ml) untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma
Pertimbangkan angiografi untuk menyingkirkan aneurisma atau malformasi arteriovenosa. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien usia muda (< 50 tahun) yang non hipertensif bila tersedia fasilitas.
Berikan manitol 20 % (1 kg/kgBB, intravena dalam 20-30 menit) untuk pasien dengan koma dalam atau tanda-tanda tekanan intracranial yang meninggi atau ancaman herniasi. Steroid tidak terbukti efektif pada perdarahan intraserebral. Steroid hanya dipakai pada kondisi ancaman herniasi transtentorial. Hiperventilasi dapat dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan intracranial.
Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kgBB intravena, kecepatan maksimal 50 mg/menit; atau per oral) pada pasien dengan perdarahan luas dan derajat kesadaran menurun. Umumnya, antikonvulsan hanya diberikan bila ada aktivitas kejang. Namun, terapi profilaksis beralasan jika kondisi pasien cukup kritis dan membutuhkan intubasi, terapi tekanan intracranial meningkat atau pembedahan.
Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme bila secara klinis, fungsi lumbal atau CT Scan menunjukkan perdarahan subaraknoid akut primer.
Penatalaksanaan Stroke Akut di Unit Gawat Darurat
Waktu adalah otak merupakan ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan strok sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari strok hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan. Hal yang harus dilakukan yaitu:
Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas
Pasang jalur infuse intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20 ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5 % dalam air dan salin 0,45 %, karena dapat memperhebat edema otak
Berikan oksigen 2-4 liter/menit melalui kanul hidung
Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen toraks
Ambil sampel untuk pemeriksaan darah : pemeriksaan darah perifer lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial
Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut : kadar alcohol, fungsi hati, gas darah arteri, dan skrining toksikologi
Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis
CT Scan atau resonansi magnetic bila alat tersedia. Bila tidak ada, dengan skor Siriraj untuk menentukan jenis strok
Pencegahan Penyakit Stroke
Pencegahan Primer
Strategi kampanye nasional yang terintegrasi dengan program pencegahan penyakit vascular lainnya.
Memasyarakatkan gaya hidup sehat bebas strok :
Menghindari : rokok, stress mental, alcohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain, dan sejenisnya.
Mengurangi : kolesterol dan lemak dalam makanan
Mengendalikan : hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit vascular aterosklerotik lainnya.
Menganjurkan : konsumsi gizi seimbang dan olah raga teratur.
Pencegahan Sekunder
Modifikasi gaya hidup berisiko strok dan factor resiko misalnya :
Hipertensi : diet, obat antihipertensi yang sesuai.
Diabetes mellitus : diet, obat hipoglikemik oral/insulin
Penyakit jantung aritmia nonvalvular (antikoagulan oral)
Dislipidemia : diet rendah lemak dan obat antidislipidemia
Berhenti merokok
Hindari alcohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia : diet, antihiperurisemia
Polisitemia
Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin
Obat-obatan yang digunakan :
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat pilihan pertama, dengan dosis berkisar antara 80-320 mg/hari.
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan factor resiko penyakit jantung , kondisi koagulopati yang lain dengan syarat-syarat tertentu. Dosis awal warfarin 10 mg/hari dan disesuaikan setiap hari berdasarkan hasil masa protrombin/trombotes (masa protrombin 1,3-1,5 kali nilai control atau INR=2-3 atau trombotes 10-15 %), biasanya baru tercapai setelah 3-5 hari pengobatan. Bila masa protrombin/trombotes sudah stabil maka pemeriksaannya dikurangi menjadi setiap minggu kemudian setiap bulan.
Pasien yang tidak tahan asetosal, dapat diberiakn tiklopidin 250-500 mg/hari, dosis rendah asetosal 80 mg + cilostazol 50-100 mg/hari, atau asetosal 80 mg + dipiridamol 75-150 mg/hari.
Tindakan Invasif
Flebotomi untuk polisitemia
Enarterektomi karotis hanya dilakukan pada pasien yang simtomatik dengan sienosis 70-99 % unilateral dan baru
Tindakan bedah lainnya (reseksi artery vein malformation [AVM], kliping aneurisma Berry).
Monitoring
Efektivitas terapi
Efek samping potensial terapi farmakologi yang diberikan
Kondisi klinis.
Outcome terapeutik
Evaluasi Hasil Terapi
Pasien dengan stroke akut harus dimonitor dengan sungguh untuk memperbaiki pemburukan neurologi (perluasan atau kambuh), komplikasi (thromboembolism atau infeksi/peradangan), atau efek tak diinginkan dari penanganan nonpharmacologic atau pharmacologic.
Pertimbangan paling umum untuk pasien stroke adalah :
Perluasan luka—ischemic atau hemorrhagic—pada otak
Terjadinya edema cerebral dan meningkatnya tekanan intracranial
Hypertensive darurat
Infeksi/peradangan (berhubung pernapasan dan air kencing paling umum)
Thromboembolism pembuluh darah (trombosa pembuluh darah mendalam dan embolism (penyumbatan pembuluh darah) berkenaan dengan paru-paru)
Kelainan elektrolit dan gangguan-gangguan irama berhubungan jantung (dapat dihubungkan dengan luka otak)
Kambuhnya stroke.
Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasien strok adalah berdasarkan kerjasama tim yang dipimpin oleh dokter spesialis saraf dan dibantu oleh perawat khusus strok, petugas terapi fisik dan okupasional, petugas terapi wicara serta ahli gizi dengan melibtkan juga keluarga pasien/petugas social.
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi pasien strok harus dilaksanakan sedini mungkin dengan memperhatikan factor-faktor gangguan motorik, sensorik, kognitif, komunikasi, visuospsial, dan emosi (depresi).
Rehabilitasi awal meliputi pengaturan posisi, perawatan kulit, fisioterapi dada, fungsi menelan, fungsi berkemih dan gerakan psif pada semua sendi ekstremitas.
Mobilisasi aktif sedini mungkin secara bertahp sesuai toleransi setelah kondisi neurologis dan hemodinamik stabil.
Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi melodic, dll.
Depresi harus diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak mengganggu fungsi kognitif.
Konseling
Informasi Nama obat yang jelas disertai dosis dan cara pakai, agar pasien patuh dalam mengkonsumsi obat, jika perlu disampaikan ke keluarga dekat pasien untuk menghindari medication error.
Efek samping obat yang perlu diketahui oleh pasien disampaikan.
Disarankan ke pasien agar memperbaiki Lifestyle untuk mencegah kekambuhan atau keparahan penyakit.
Langganan:
Postingan (Atom)