Minggu, 17 April 2011

HIPERTENSI

HIPERTENSI
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal
(dalam waktu yang lama atau kronis). Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat
saat aktivitas fisik, emosi, stres dan turun bila tidur.
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satu-satunya cara untuk mengetahui
hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Secara umum, hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala.
Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat
diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi
dijuluki pembunuh diam-diam atau silent killer. Seseorang baru
merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi
komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan
gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner,
gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke.
Hipertensi pada dasarnya mengurangi harapan hidup para
penderitanya.
Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi
(high case fatality rate) juga berdampak kepada mahalnya
pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para penderita dan berdampak pula bagi penurunan kualitas
hidup.
Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena Hipertensi,
maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki orang tua penderita Hipertensi.
Diagnosis
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90
mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam
pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan
menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong). Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan
tekanan darah tinggi tidaklah jelas, sehingga klasifikasi hipertensi dibuat berdasarkan tingkat tingginya tekanan darah
yang mengakibatkan peningkatan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.
Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah tanpa memandang usia dan jenis
kelamin adalah :
- Tekanan darah < 140 / 90 mm Hg, disebut normotensi
- Tekanan darah > 160 / 95 mm Hg, disebut hipertensi pasti
- Tekanan darah 140 / 90 mm Hg – 160 / 95 mm Hg disebut hipertensi perbatasan
Dengan memperhatikan tekanan sistolik, WHO membagi hipertensi menjadi :
- Golongan rendah bila tekanan sistoliknya 180 mmHg dan tekanan diastoliknya antara 95-104 mmHg
- Golongan tinggi bila tekanan sistoliknya 180 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 105 mmHg
Batasan dengan mempertimbangkan usia dan jenis kelamin diajukan oleh Kaplan sebagai berikut :
- Pria usia < 45 tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring di atas atau sama dengan
130/90 mmHg
- Pria usia > 45 tahun , dikatakan hipertensi bila tekanan darah pada waktu berbaring di atas 145/95 mmHg.
- Pada wanita, tekanan darah di atas atau sama dengan 160/95 mmHg, dinyatakan kepentingan pengobatan.
Walaupun masih banyak perdebatan klasifikasi hipertensi dengan dasar tekanan diastolik ternyata yang lebih banyak
digunakan yaitu :
- Hipertensi ringan : tekanan diastoliknya antara 90-110 mmHg
- Hipertensi sedang : tekanan diastoliknya antara 110 -130 mmHg
- Hipertensi berat : bila tekanan diastoliknya di atas 130 mmHg
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian
berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal
memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik,
di mana akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam 1
hari juga berbeda; paling tinggi pada waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Pemeriksaan penunjang untuk hipertensi
Tes Alasan
Urinalisis untuk darah dan protein,
elektrolit dan kreatinin darah
Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai
penyebab, atau disebabkan oleh hipertensi atau (jarang)
dapat dianggap hipertensi sekunder
Glukosa darah Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa
Kolesterol HDL dan kolesterol total
serum
Untuk membantu memperkirakan risiko kardiovaskular di
masa depan
EKG Membantu menetapkan adanya hipertrofi pada ventrikel
kiri
Faktor resiko independen dalam perkembangan penyakit vaskular dini :
- Usia lanjut
- Peningkatan kolesterol total serum
- Penurunan kadar HDL serum
- Peningkatan glukosa serum
- Perokok
- Hipertrofi ventrikel kiri

Gejala
Gejala dan Tanda tekanan darah tinggi
Mayoritas orang-orang yang menderita hipertensi ringan dan sedang tidak peduli akan kondisi mereka. Gejala-gejala
hipertensi antara lain adalah :
- Kelelahan
- Kebingungan
- Mual dan muntah
- Berkeringat berlebihan
- Kulit merah atau pucat
- Mimisan
- Gelisah
- Denyut jantung kuat, tidak beraturan
- Telinga berdengung
- Erectile kelainan fungsi tubuh ( keadaan tak berdaya)
- Sakit kepala
- Pening
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual,
muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur, yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan
otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Patogenesis
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat diketahui. Namun, berbagai
faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis,
dan hereditas (keturunan). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong Hipertensi primer sedangkan 10%
nya tergolong hipertensi sekunder.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh
darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain.
Pada sekitar 5%-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya
adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Karena golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah hipertensia esensial, maka penyelidikan dan
pengobatan lebih banyak ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
Berdasarkan faktor akibat Hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui
beberapa cara:
- Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
- Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar kehilangan
kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa
darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh
yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.
- Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika
terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh.
Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Oleh sebab itu, jika aktivitas
memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka
tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat dengan mendadak mengalami
percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat sampai di atas 130 mm Hg dan menetap lebih dari 6
jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial
interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal.
Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem pupil. Gejala retinopati dapat mendahului
penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna ( Hipertensi maligna
adalah hipertensi yang sangat parah, yang bila tidak diobati, akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6 bulan,
hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita hipertensi)
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan tekanan darah. Batas
perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mm Hg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh
darah sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik
yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
irreversibel.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi
payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki
tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, di mana
akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah dalam 1 hari juga
berbeda; paling tinggi pada waktu pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.
Faktor pemicu terjadinya kenaikan tekanan darah
- yang tidak dapat dikontrol seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Pada 70-80% kasus Hipertensi
primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua
orang tua, maka dugaan Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa
faktor genetik mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
- yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi
alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial.
Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
Faktor gaya hidup:
-obesitas
-inaktivitas fisik
-konsumsi alkohol
tinggi
-faktor makanan
Kelainan gen
Kenaikan TD
Pastikan dengan:
-pengukuran TD 24 jam
-pengukuran TD 6 jam
Penyebab sekunder
Penyakit ginjal
-parenkim
-stenosis arteri renal
Gangguan endokrin
-kelebihan hormon steroid
-feokromositoma
Obat-obatan
-steroid
-obat AINS
-Pil kontrasepsi

terbukti, akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa
faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat
dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa
jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita
yang mempunyai berat badan normal.
Pencegahan
Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari
kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko
Hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti.
Pengobatan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olah raga isotonik (spt
bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga pengobatan
farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
- Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
- Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
- Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan
garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai
pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
- Ciptakan keadaan rileks
- Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya
dapat menurunkan tekanan darah.
- Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu.
- Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat ini. Untuk
pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing)
sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
Contoh obatannya adalah Hidroklorotiazid.
b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat
kita beraktivitas ).
Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis
betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti
asma bronkial.
Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol.
Pada penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (kondisi
dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya).
Pada orang tua terdapat gejala bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat
harus hati-hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot
pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
e. ACE inhibitor
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril.
Efek samping yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
f. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya
yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan mual.
g. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung
(kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka
angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar