PENYAKIT THYROID
Hypothyroidisme yang tidak berbahaya selama kehamilan bisa
mengakibatkan pengertian yang signifikan dan kekurangan saraf lain di dalam janin. Itu juga
meningkatkan resiko dari preeclampsia, kelahiran prematur, dan kelahiran dengan
berat badan rendah. Penyebab hypothyroidisme selama kehamilan meliputi penyakit autoimun seperti
Hashimoto thyroiditis, kekurangan yodium (yang luar biasa di Amerika Serikat), dan
disfungsi thyroid pasca operasi atau terapi ablatif untuk penyakit
Grave. Terapi penggantian thyroid harus dimulai jika hypothyroidisme didiagnosa
selama kehamilan; tujuannya adalah untuk mencapai konsentrasi thyrotropin yang normal.
Wanita-wanita yang menerima terapi penggantian thyroid sebelum kehamilan dapat mengharapkan
peningkatan dosis yang diperlukan yaitu 25% sampai 50% selama kehamilan.
Setelah pemberian, suplemen thyroid yang ibu butuhkan menurun.
Hipertiroidisme selama kehamilan dapat
mempercepat kematian janin, kelahiran dengan berat badan rendah, cacat, dan
gagal jantung pada ibu. Penyakit Grave adalah yang paling umum penyebab
hipertiroidisme pada kehamilan. Terapi untuk hipertiroidisme selama kehamilan meliputi obat-obat golongan thioamide (seperti
propylthiouracil, metimazola) dan operasi. Propylthiouracil menurut sejarah
adalah senyawa yang lebih disukai sebab diperkirakan sedikit menembus plasenta
dan kecil kemungkinannya menyebabkan cacat pada janin; tetapi bukti terbaru
tidak mendukung pendapat ini. Iodine-131 dikontraindikasikan pada kehamilan
oleh karena beresiko terjadi kerusakan thyroid di dalam janin. Tujuan dari
terapi hipertiroidisme pada kehamilan adalah untuk mencapai indeks konsentrasi
thyroxin bebas atau
konsentrasi thyroxin bebas di atas dari batas normal; keadaan dapat meminimalkan dosis dari
thioamide. Faktor tambahan yang dapat menurunkan dosis propylthiouracil adalah
resolusi parsial penyakit sebagai hasil alami dari penyakit Grave selama
kehamilan.
KERJA DAN PELEPASAN
Mekanisme dari awal mula kerja telah
diterangkan di dalam sistem mammalia dan sistem hewan primata, tetapi
mekanismenya pada manusia masih belum jelas. Transisi dari fase 0 (pasif)
sampai fase 1 (aktivasi) bisa diterangkan oleh hilangnya inhibisi aktivitas
mediator-mediator uterus, seperti progesteron, prostacyclin, dan lain-lain. Ketika
pengaktifan terjadi,
oksitosin, prostaglandin E2, dan prostaglandin F2α meningkat dan merangsang kontraksi uterus.
KELAHIRAN PREMATUR
Kelahiran
prematur diartikan sebagai perubahan serviks dan kontraksi uterus yang terjadi
sebelum 37 minggu masa kehamilan. Di Amerika
Serikat, tingkat terjadinya
kelahiran prematur adalah 11% sebaliknya pemerintah berupaya keras untuk menurunkan tingkat
kelahiran prematur. Sekitar 35% dana
yanhg dihabiskan untuk pelayanan kesehatan bagi bayi prematur, kelahiran prematur
merupakan penyebab utama dari tingkat kesakitan dan tingkat kematian bayi. Faktor-faktor
resiko melahirkan prematur termasuk pada saat sebelum melahirkan, infeksi
(seperti bakteri vagina, infeksi bagian atas dan bawah dari saluran kemih, dan
penyakit kelamin menular), kehamilan kembar, kemiskinan, orang kulit hitam, faktor
komplikasi sang ibu (misalnya merokok dan penggunaan obat-obat narkotika atau
alkohol), penyebab-penyebab fungsional kandungan (misalnya lemahnya leher rahim
dan dinding rahim), dan penyebab pada janin (misalnya cacat lahir dan pertumbuhan
yang lambat).
Di samping pengetahuan mengenai faktor-faktor
resiko dari kelahiran prematur, belum ada pengujian yang baik untuk memonitor
dan mencegah kelahiran prematur.
Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan dari penilaian serviks secara rutin
atau pemantauan dari aktivitas uterus untuk meningkatkan hasil. Adanya
fibronektin dari janin, suatu protein ekstraselular di dalam serviks dan
sekresi vagina, di dalam serviks dan vagina setelah 20 minggu resiko tiga kali
lipat dari kelahiran prematur. Juga, panjang dari leher rahim yang kurang dari
30mm berhubungan dengan resiko peningkatan terjadinya kelahiran prematur.
Bagaimanapun, penentuan fibronektin pada janin dan ultrasonografi leher rahim
tidaklah membantu untuk mencegah kelahiran prematur tetapi lebih bermanfaat
bagi mereka yang ternyata diprediksi negatif.
TERAPI TOKOLITIK
Penanganan kelahiran prematur telah
dipusatkan pada penggunaan obat-obat tokolitik. Tujuan dari terapi tokolitik adalah
menunda kelahiran cukup lama untuk mengurangi timbulnya masalah yang
berhubungan dengan prematur. Tokolitik belum menunjukkan pengurangan jumlah
angka kelahiran prematur, tetapi mereka mungkin memberikan cukup waktu bagi
penggunaan kortikosteroid sebelum masa kelahiran untuk meningkatkan
perkembangan paru-paru dan transportasi
bagi ibu untuk melengkapi fasilitas yang berhubungan dengan tingginya resiko
melahirkan.
Terapi tokolitik jangan digunakan pada
kasus infeksi intrauterus, distress janin, preeclampsia yang menyakitkan,
pendarahan vagina, dan ketidakstabilan peredaran darah si ibu. Kriteria untuk
memulai tokolisis adalah kontraksi uterus yang tetap dengan perubahan leher
rahim. Pada wanita dengan pelebaran leher rahim > 3 cm, terapi tokolitik
kurang efektif.
Ada lima golongan terapi tokolitik : senyawa β-adrenergik, Ca
channel blocker, Mg senyawa AINS dan etanol. Empat golongan terapi pertama
memiliki efectivitas yang hampir sama dalam memperpanjang kehamilan dari 48 jam
sampai 1 minggu. Etanol belum menunjukkan efektivitasnya dalam memperpanjang
kehamilan.
Senyawa-senyawa β-adrenergik
terbutalin dan ritodrin adalah obat pilihan pertama dalam terapi tokolitik. (Dari
keduanya, hanya ritodrin yang sudah disetujui oleh FDA untuk digunakan, tetapi
sudah tidak ada di peredaran pada tahun 1997 dan 1998 karena industri-industri
tidak lagi tertarik untuk memproduksi obat ini). Obat ini menurunkan kadar kalsium
intraseluler dan menurunkan sensitivitas dari unit kontraksi dengan kalsium.
Sehubungan dengan senyawa-senyawa lain, β-agonis memiliki efek samping yang
tinggi terhadap ibu hamil, termasuk hiperkalemia, aritmia, hiperglikemia,
hipotensi dan udem paru. Range dosis terbutalin yang dianjurkan dari 250-500
mcg secara subkutan setiap 3-4 jam.
Magnesium sulfat bisa digunakan pada infus intravena
sebagai senyawa tokolitik. Mekanisme aksinya adalah menekan impuls saraf ke
otot polos uterus dengan mengantagonis kalsium intraseluler. Efek samping pada ibu jarang terjadi
tetapi dapat terjadi udem paru. Pada level toksik, hipotensi, paralisis otot,
tetanus, gagal jantung dan depresi pernapasan dapat terjadi.
Nifedipin diketahui memiliki efek
samping yang lebih kecil dibandingkan terapi magnesium atau β-agonis. Beberapa
studi-studi telah mengusulkan bahwa Ca channel blocker memiliki kerja yang
lebih panjang daripada β-agonis. Satu hal yang harus diperhatikan pada penggunaan
nifedipine adalah potensi efek negatif pada aliran darah di antara plasenta dan
uterus. Bagaimanapun,
satu meta-analisis belum menunjukkan peningkatan bahaya pada janin oleh
golongan Ca channel blocker. Dengan hasil diagnosa awal kelahiran prematur, 5
sampai 10mg nifedipine bisa diberikan secara sublingual setiapo 15-20 menit
dalam 3 dosis. Pada saat kondisi pasien stabil dan tidak tanda-tanda terjadinya
dilatasi leher rahim lanjutan, 10-20 mg nifedipine dapat diberikan peroral
setiap 4-6 jam selama kontraksi prematur.
Obat-obat AINS seperti
indometasin juga telah digunakan untuk tokolisis. Mekanisme aksinya adalah
menghambat aktivitas prostaglandin leher rahim. Obat ini pertama kali diberikan
secara oral atau rektal dengan dosis 50-100 mg, diikuti dengan dosis per oral
25-50 mg setiap 6 jam. Pada peningkatan laju kontraksi prematur dari duktus
arteriosus telah dicatat di dalam bayi.
Sejak infeksi dipahami berperan
dalam etiologi kelahiran prematur, antibiotik sudah digunakan, sebagai tambahan
pada tokolitik dan kortikosteroid, untuk meningkatkan efeknya pada kelahiran
premtur. Banyak studi mengenai penggunaan antibiotik pada kelahiran prematur
yang tidak menunjukkan reduksi timbulnya
kelahiran prematur, dan meta-analisis menunjukkan suatu kecenderungan kematian
neonatal yang menggunakan antibiotik. Oleh karena itu penggunaan antibiotik
secara rutin tidak dianjurkan.
KONTROVERSI KLINIK
Setelah dicapai tokolisis
akut, terapi tokolitik lanjutan masih diperdebatkan.terapi pemeliharaan dengan
tokolitik belum menunjukkan hasil. Bagaimanapun, beberapa ahli kesehatan akan
menggunakan tokolitik pemeliharaan seperti β-agonis atau nifedipin untuk pengobatan
pasien yang sering mengalami kontraksi tanpa perubahan leher rahim.
KORTIKOSTEROID ANTENATAL
Sejumlah uji klinis telah menunjukkan
manfaat pemberian kortikosteroid sebelum kelahiran untuk pencegahan sindrom
depresi pernafasan, pendarahan intraventrikular, dan kematian janin yang
dilahirkan secara prematur.rekomendasi klinik pada masa kini adalah dengan
pemberian betametason 12 mg secara intra muskular setiap 24 jam untuk 2 dosis
atau dexamethason 6 mg secara intra muscular setiap 12 jam untuk 4 dosis. Pada
wanita hamil antara 24 dan 34 minggu masa kehamilan yang beresiko melahirkan
prematur selama 7 hari kedepan.manfaat kortikosteroid sebelum kelahiran
dipercaya bermula selama 24 jam.telah ditemukan bahwa pengulangan pembrian
kortikosteroid tidak menghasilkan peningkatan manfaat bagi janin dan cenderung
menimbulkan bahaya.
INFEKSI STREPTOCOCCUS KELOMPOK B
Infeksi pada ibu oleh Streptococcus
kelompok B berhubungan dengan penyebaran penyakit pada saat baru
melahirkan. Wanita-wanita yang terinfeksi oleh Streptococcus kelompok B
selama kehamilan memiliki resiko yang tinggi melahirkan prematur dan transmisi
bakteri ke bayi selama proses kelahiran. Antara 10% dan 30% wanita yang hamil
terinfeksi oleh Streptococcus kelompok B.
Dengan usaha-usaha pencegahan pada tahun 1990-an, timbulnya
penyakit pada awal kelahiran sekarang ini sekitar 0,5 tiap 1000 kelahiran,
berkurang dari 1,8 kasus tiap 1000 kelahiran. Belum ada perubahan apapun
mengenai infeksi yang terjadi satelah proses kelahiran oleh Streptococcus kelompok
B, dimana tetap sekitar 0,35 kasus tiap 1000 kelahiran. Konsekuensi dari
infeksi neonatal termasuk bakteremia, pneumonia, dan meningitis pada bayi yang
baru lahir. Angka kasus kematian yang terjadi sekitar 4%.
Pada tahun 2002, Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit meninjau kembali rekomendasi untuk
pencegahan infeksi Streptococcus kelompok B. Sebagai pengganti dari
resiko perencanaan skrining yang telah dikembangkan pada tahun 1996, Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit sekarang ini menganjurkan skrining
prenatal secara menyeluruh untuk memeriksa koloni Streptococcus kelompok
B pada semua wanita hamil kira-kira 35-37 minggu masa kehamilan. Kultur-kultur
dari vagina dan rektal hatrus diperoleh pada minggu ke 35-37 masa kehamilan. Kultur
dinyatakan positif, apabila wanita
tersebut sebelumnya mempunyai bayi yang terinfeksi oleh Streptococcus
kelompok B, atau jika terdapat bakteri Streptococcus kelompok B pada
urine, maka perlu diberikan antibiotik. Jika negatif, antibiotik tidak perlu
diberikan. Jika wanita itu menunjukkan akan melahirkan dan tidak ada hasil
informasi dari skrining yang didapat, antibiotik diberikan untuk demam 100,4o
F atau lebih, unrtuk ruptur membran pada 18 jam atau lebih, atau jika
kurang dari 37 minggu masa kehamilan.
Sekarang ini rejimen yang
dianjurkan untuk penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus kelompok B
adalah penisillin G sebanyak 5 juta unit diberikan secara intravena, diikuti
dengan 2,5 juta unit yang diberikan setiap 4 jam sekali. Sebagai alternatif,
ampisillin 2 g dapat diberikan secara intravena, dilanjutkan dengan 1 g setiap
4 jam. Jika pasien alergi terhadap penisillin dan tidak menunjukkan reaksi
anafilaksi, sefazolin 2 g secara intravena, dilanjutkan 1 g setiap 8 jam
haruslah diberikan. Pada pasien yang beresiko tinggi terjadi anafilaksi,
klindamisin 900 mg secara intravena setiap 8 jam atau eritromisin 500 mg secara
intravena setiap 6 jam haruslah diberikan. Pada kasus wanita yang alergi
terhadap penisillin, kultur Streptococcus kelompok B harus diuji
sensitivitasnya. Jika Streptococcus kelompok B resisten terhadap klindamisin
atau eritromisin, wanita tersebut harus menerima vankomisin 1 g secara intravena
setiap 12 jam.
INDUKSI PEMATANGAN SERVIKS DAN
KELAHIRAN
Sepanjang masa kehamilan,
serviks tertutup dan rapat. Selama beberapa minggu terakhir kehamilan, serviks
menjadi lebih lembut dan tipis untuk memfasilitasi proses melahirkan. Proses
ini diperantarai oleh perubahan hormon, termasuk mediasi terakhir oleh
prostaglandin E2 dan F2α, yang mana menyebaban
peningkatan aktivitas kolagen di dalam serviks yang menyebabkan penipisan dan
dilatasi.
Range laju induksi
kehamilan yaitu dari 9,5% - 33,5%. Alasan yang paling umum dilakukan induksi
adalah mundurnya jadwal kelahiran ( lebih dari 42 minggu ), yang mana terjadi
sekitar 10% dari semua kehamilan. Alasan lain untuk induksi termasuk
diperkirakan lambatnya perkembangan janin, ibu yang hipertensi, ruptur membran
yang terlalu cepat tanpa adanya aktivitas atau tanda-tanda kelahiran, atau
faktor sosial. Kontrindikasi untuk induksi termasuk plasenta previa, miring
atau posisi melintang, struktur pinggul yang abnormal, tali pusar yang terikat
dan herpes aktif. Perhatian ditujukan pada induksi kelahiran yang mungkin tidak
efektif atau efek samping seperti hiperstimulasi uterus mungkin berpengaruh
buruk terhadap bayi, meningkatkan kemungkinan operasi Cesar.
Satu sistem penilaian telah
digunakan untuk menentukan kemungkinan peningkatan kelahiran yang berhasil.
Sistem yang paling umum digunakan adalah sistem penilaian Bishop, yang
didasarkan pada kelahiran awal secara alami
dari kebanyakan wanita. Penilaiannya berdasarkan lima parameter:
dilatasi leher rahim, penipisan leher
rahim, posisi kepala bayi, konsistensi dalam cervix, dan posisi cervix.
Penilaian Bishop kurang dari 6 berarti bahwa pasien memerlukan pematangan leher
rahim, dan penilaian lebih besar dari 8 berarti bahwa pasien kemungkinan akan
melahirkan secara sukses.
Ada beberapa metode nonfarmakologik
untuk pematangan leher rahim. Minyak jarak, mandi air hangat, bersenggama, dan
stimulasi puting susu semuanya telah dianjurkan untuk meningkatkan kelahiran.
Bagaimanapun, ada bukti kecil untuk mendukung keberhasilan metode ini.
Penempatan kateter Foley kedalam saluran leher rahim pada cervix yang kurang
baik digunakan untuk pematangan telah ditemukan
sama efektifnya dengan prostaglandin E2. Satu metode yang
aman dan murah, pengelupasan membran adalah nilai yang utama.
Suplemen herbal juga telah
digunakan untuk meningkatkan kelahiran. Senyawa-senyawa yang paling umum
disebutkan adalah minyak bunga mawar sore, haw hitam, cohosh hitam dan biru, dan buah frambus
merah. Midwives telah menjadi kelompok ahli medis yang umum menggunakan senyawa
ini. Sekarang ini, tidak ada bukti yang mendukung keamanan dan kemanjuran
senyawa herbal.
Analog-analog prostaglandin E2
( misalnya: dinoproston, prepidil, dan cervidil ) biasa digunakan sebagai agen
farmakologi untuk pemtangan leher rahim. Prepidil jel diberikan secara
intracervikal dengan dosis 500 mcg. Ini dapat diulangi setelah 6 jam dengan 3
dosis dalam 24 jam. Setelah pemberian, pasien terlentang selama 30 menit.
Cervidil, suatu ovula, mengandung 10 mg dinoprostone lepas lambat, melepaskan
obat lebih konstan dibandingkan jel. Pemasukan dapat dipindahkan ketika
kelahiran dimulai atau setelah maksimum 24 jam. Pasien harus di monitor denyut
jantung janin nya selama jangka waktu penggunaan cervidil dan selama 15 menit
sebelum dipindahkan.
Misoprostol, suatu analog
prostaglin E1, merupakan metode yang lebih efektif dan murah untuk pematangan leher rahim dan induksi
kelahiran. Misoprostol tidak disetujui oleh FDA untuk pematangan leher rahim,
dan pengusaha industri tidak tertarik mendiplomasikan indikasi ini. Karena
induksi kelahiran bukan satu-satunya indikasi penggunaan obat ini, dan karena
dihubungkan dengan pecahnya uterin, beberapa rumah sakit telah menghentikan
penggunaannya sebagai agen induksi. Pemberian intravaginal misoprostol 25 mcg
etiap 4 jam untuk enam dosis lebih efektif dibandingkan agen prostaglandin
lainnya dan menyebabkan waktu yang lebih pendek untuk melahirkan. Efek samping
paling umum ditemukan adalah hiperstimulasi kandungan dan cairan
mekonium-amniotik berwarna. Penggunaan misoprostol di kontraindikasikan pada
wanita dengan bekas luka kandungan sebelumnya karena dihubungkan dengan
pecahnya kandungan, kejadian kecelakaan medis.
Mifepriston adalah senyawa
antiprogesteron yang sekarang dipelajari sebagai agen induksi. Studi-studi
persiapan menunjukkan mifepriston dibandingkan dngan plasebo menghasilkan waktu
yang lebih pendek dalam melahirkan dan lebih sedikit proses cesar. Ada sedikit
informasi yang bermanfaat pada janin dan ibu karena sejumlah kecilnya jumlah
sampel
Oksitosin adalah senyawa
yang paling umum digunakan untuk induksi kelahiran setelah pematangan leher
rahim. Pada ujung kehamilan, banyak reseptor yang peka terhadap rangsangan oksitosin
meningkat sampai 300 kali lipat. Larutan 10 mU/ml digunakan untuk infus. Oksitosin
telah menunjukkan manfaat dalam kedua perlakuan dosis rendah (fisiologi) dan
dosis tinggi (farmakologi).
MELAHIRKAN TANPA RASA SAKIT
Selama fase pertama proses
melahirkan, wanita merasakan sakit yang mendalam berhubungan dengan kontraksi
uterus, selama fase kedua, rasa sakit berhubungan dengan peregangan perut.
Persepsi sakitdari tiap wanita berbeda-beda sebagai respon dari fisiologi,
psikososial, kebudayaan, dan pengaruh lingkungan.
PENDEKATAN
NONFARMAKOLOGIS UNTUK MENGHILANGKAN RASA SAKIT
Sejumlah cara
nonfarmakologis telah digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada saat
melahirkan. Wanita yang mendapatkan dukungan berkala dari a doula, wanita hamil
yang dilatih untuk proses kelahiran, berkurang rasa sakitnya pada operasi
melahirkan secara normal, operasi cesar, dan permintaan obat penghilang rasa
sakit. Dukungan dari dokter dan selanjutnya dukungan dari perawat tidaklah
menunjukkan pengaruh yang besar bagi proses kelahiran. Membasuh dengan air
hangat memberikan keringanan rasa sakit untuk tetapi tidak menunjukkan
berkurangnya penggunaan obat –obat untuk menghilangkan rasa sakit. Injeksi
intradermal dari air steril pada daerah penting menunjukkkan berkurangnya rasa
sakit selama proses melahirkan 45-90 menit. Meskipun begitu, tidak berkurang
permintaan untuk obat-obat penghilang rasa sakit.
PENDEKATAN FARMAKOLOGIS UNTUK NYERI PADA SAAT MELAHIRKAN
Pada tahun 2000, Universitas
Obstetri dan Ginekologi Amerika bersama dengan Lembaga Anastesiologis Amerika, pernyataan
yang sama tentang nyeri melahirkan. Mereka menyatakan bahwa melahirkan
menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan jika wanita tersebut meminta obat-obat
penghilang rasa nyeri, itu merupakan indikasi medis untuk meringankan rasa
sakit. Dua jenis utama cara farmakologi di Amerika Serikat : opioid parenteral
dan analgesia epidural.
Antara 39% dan 56% wanita
di Amerika Serikat menerima obat-obat narkotika secara parenteral untuk
mengurangi nyer melahirkan. Meperidin, morfin dan fentanil adalah obat yang
paling umum digunakan. Jika dibandingkan dengan analgesia epidural, opioid
parenteral memiliki angka yang rendah dari augmentasi oksitosin, berkhasiat
lebih pendek pada saat melahirkan, dan memerlukan sedikit peralatan untuk
pemakaiannya. Meskipun begitu, para wanita kurang puas terhadap pengobatan
nyeri yang mereka alami dengan opioid parenteral daripada dengan analgesia
epidural.
Kira-kira 60% wanita
memilih analgesia epidural untuk mengurangi nyeri selama melahirkan. Analgesia
epidural membutuhkan suatu selang ke dalam ruang epidural dan pemberian obat
(misalnya bupivacain atau fentanil) untuk mengurangi rasa sakit saat
melahirkan. Cara yang lain adalah mengkombinasikan spinal-epidural, yang mana
injeksi tunggal opioid dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid, mengurangi nyeri
secara cepat, dan memasukkan selang epidural dengan amastesi lokal. Wanita yang
diberi anastesi epidural melaporkan berkurangnya nyeri lebih baik dibandingkan
dengan Cara yang lain. Analgesia epidural dihubungkan dengan perpanjangan fase
pertama dan kedua dari proses melahirkan, jumlah peralatan yang banyak, dan ibu
yang demam. Komplikasi yang jarang terjadi dari anastesi epidural adalah
kebocoran ruang subarakhnoid yang menyebabkan sakit kepala. Ini terjadi sekitar
2% pada wanita. Komplikasi yang lain termasuk hipotensi, nausea, vomiting, rasa
gatal dan retensi urin. Nyeri pinggang yang ringan tidak berhubungan dengan
penggunaan analgesia epidural.
Hambatan paraservikal
menggunakan anastesi lokal mungkin mengurangi nyeri yang berkaitan dengan fase
pertama kelahiran. Bagaimanapun juga, Jenis hambatan ini dapat menyebabkan
bradikardia pada janin dan jarang sekali digunakan pada praktek klinis.
Terakhir, nitrogen oksida
tidak digunakan di Amerika Serikat tetapi merupakan analgetik yang biasa
digunakan di negara-negara berkembang. Sekitar 50 : 50 nitrogen oksida dan
oksigen adalah yang paling umum digunakan sebagai campuran. Pasien dapat
melakukan pengobatan sendiri atau menerima obat tersebut secara berkala di
bawah pengawasan ahli medis. Pasien
melaporkan nyeri yang dialaminya sudah sangat berkurang. Efek samping termasuk
nausea, vomiting dan menyebabkan kelahiran yang tidak baik.
KONTROVERSI KLINIS
Banyak ahli kesehatan mempercayai
bahwa analgesia epidural berkaitan dengan tingginya jumlah kelahiran secara
cesar. Meskipun begitu, dua sistematik meninjau kembali tidak ada kebenaran
laju peningkatan kelahiran secara cesar yang disebabkan oleh pemakaian
analgesia epidural dibandingkan dengan opioid parenteral. Salah satu
peninjauan, meskipun begitu, memperingatkan bahwa mungkin tidak ada data yang
lengkap untuk mengesampingkan seperti hubungan tersebut.
PERMASALAHAN PASCA MELAHIRKAN
PENGGUNAAN OBAT SELAMA MENYUSUI
Walaupun kebanyakan obat
akan berdifusi ke dalam ASI, ada sedikit kejadian dimana air susu berhenti.
Ahli pelayanan kesehatan harus menganjurkan wanita menyusui yang perlu
menggunakan obat-obat untuk melancarkan air susu kapan saja dibutuhkan. Obat-obat
yang dibutuhkan oleh ibu untuk memompa dan membuang air susu adalah sedikit.
Ada bukti kuat tentang
keuntungan dari menyusui. Air susu ibu memiliki komposisi yang lengkap dari
nutrisi, faktor pertumbuhan, enzim-enzim, faktor kekebalan, dan hormon bagi
bayi. Bayi yang menyusu memiliki sedikit penyakit pernafasan, alergi, otitis
media, limfoma, dan gastroenteritis daripada bayi yang diberi susu dalam botol.
Ada juga keuntungan bagi
ibu yang menyusui. Wanita menyusui lebih cepat kehilangan berat badan yang
didapat pada waktu hamil, menunda permulaan periode menstruasi, dan memiliki
resiko yang kecil terkena kanker ovarium, kanker payudara premenopause, dan
osteoporosis.
Ibu-ibu menyusui biasanya
memproduksi 6000-1000 ml air susu tiap hari untuk bayi mereka. Pemindhan
obat-obatan yang dikonsumsi oleh ibu ke dalam air susu terjadi melalui difusi
secara pasif dari senyawa yang tidak terionisasi dan tidak terikat dengan
protein. Kadar obat yang tinggi dalam serum darah ibu, maka tinggi pula kadar
obat du dalam air susu. Obat-obat yang memiliki berat molekul yang tinggi,
rendah kelarutannya dalam lemak, atau terikat kuat dengan protein sedikit
sekali menembus ke dalam air susu. Jika kadar plasma ibu menurun karena
metabolisme dan ekskresi obat, adar obat dalam air sus mungkin didistribusi
kembali ke dalam aliran darah ibu.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi banyaknya obat dalam tubuh bayi akan diperoleh melalui air susu.
Banyaknya susu yang diproduksi, komposisi susu (susu yang masak versus
kolostrum), konsentrasi obat, dan tingkat pengeluaran selama sebelum menyusui
akan mempengaruhi banyaknya obat yang dikonsumsi oleh bayi.
Bayi-bayi juga memiliki
perbedaan kemampuan mereka untuk mengabsorbsi, memetabolisme, dan mengekskresikan
obat yang mereka cerna. Bayi prematur dan bayi normal mungkin belum mungkin
belum memiliki fungsi hati yang optimal pada 2 minggu pertama setelah
kelahiran. Fungsi ginjal pada bayi normal belum mencapai kedewasaan sampai usia
2-4 bulan. Bayi yang usianya lebih tua mungkin memperoleh kalori dari sumber
makanan lain disamping air susu dan konsumsi obat jauh lebih sedikit.
Obat yang aman pada masa
kehamilan tidak selalu dijamin aman pada masa menyusui, tetapi pemahaman ini
mungkin juga benar. Untungnya kebanyakan obat-obat yang tercantum dalam
pernyataan dari American Academy of
Pediatrics layak digunakan pada masa menyusui.
Cara-cara untuk mengurangi
jumlah obat yang ditransfer ke bayi mungkin termasuk seleksi obat yang juga
perlu dipertimbangkan keamanannya untuk diberikan kepada bayi dan gunakan obat
topikal, jika mungkin. Obat-obat yang memiliki waktu paruh (t½) yang lebih
pendek cenderung sedikit terakumulasi, dan obat yang terikat lebih kuat dengan
protein tidak menembus ke dalam air susu. Obat-obat dengan bioavailabilitas
oral yang rendah dan kelarutan yang rendah dalam lemak juga merupakan pilihan
yang baik. Jika ibu menggunakan obat 1 kali sehari, distribusi pada waktu
istirahat mungkin lebih baik untuk meningkatkan interval pada waktu konsumsi selanjutnya.
Untuk obat-obat yang diminum beberapa kali sehari, pemberian obat segera
setelah menyusui juga akan memberikan interval waktu yang lebih panjang bagi
obat untuk berdifusi kembali dari kelenjar air susu jika kadar plasma obat pada
ibu menurun.
MASTITIS
Wanita yang pernah mengalami mastitis
sering pada awalnya merasakan kelelahan, payudara yang terasa perih, dan
mengeluhkan gejala-gejala seperti flu. Seringkali payudara yang terasa sakit
hanya pada satu bagian saja dan umumnya terletak pada bagian atas dari
lingkaran luar. Timbulnya mastitis yang paling parah terjadi antara 1-2 minggu
awal menyusui. Resiko berkembangnya mastitis mungkin lebih tinggi pada situasi
dimana pola menyusui mengalami perubahan, jumlah menyusui tiap harinya menurun,
air susu pada payudara yang pertama belum habis namun sudah diganti dengan yang
lain, bayi yang menghisap kurang baik, produksi air susu ibu yang berlebihan,
ibu atau bayi yang sedang sakit.
Staphylococcus aureus adalah
organisme yang paling sering menyebabkan mastitis. Antibiotik yang digunakan
untuk pengobatan mastitis termasuk penisillin yang bersifat melawan
penisillinase ( contohnya kloksasilin, dikloksasilin, dan oksasilin ) dan
sefalosporin ( misalnya sefaleksin ). Antibiotik sering diberikan selama 10-14
hari. Obat-obat antiinflamasi, seperti ibuprofen juga dapat diberikan untuk
nyeri. Pencegahan kambuhnya mastitis melalui cara-cara menyusui seperti
frekuensi menyusui atau memompa payudara dan reduksi peradangan payudara.
DEPRESI PASCA MELAHIRKAN
Depresi utama setelah
melahirkan telah dilaporkan mempengaruhi sekitar 12%-16% wanita, mungkin lebih
dari 26% terjadi pada wanita remaja. Depresi utama yang sebenarnya setelah
melahirkan bervariasi dan tergantung pada waktu setelah melahirkan dimana depresi
tersebut mulai terlihat.
Kedua pilihan obat dan
non-obat tersedia untuk mengobati depresi pasca melahirkan. Terapi tanpa
megggunakan obat termasuk dukungan emosional dari keluarga dan kerabat, edukasi
terhadap keadaan, dan psikoterapi. Terapi penyinaran ( efektif untuk penyakit
musiman dan penyakit bukan musiman ) juga memberikan manfaat. Pengobatan secara
farmakologi mungkin diperlukan pada awalnya sebab depresi yang tidak diobati
akan memberikan dampak negatif pada
kesehatan ibu dan hubungannya dengan bayi. Cara penggunaan antidepresan setelah
melahirkan termasuk, 1; seleksi dengan cermat penggunaan obat berdasarkan
keterangan dari pasien dan literatur yang berhubungan dengan efek obat yang
merugikan saat menyusui bayi, 2; pengawasan terus-menerus dari dosis obat yang
diperlukan sehubungan dengan kemanjuran dan potensial toksisitas obat, 3;
gunakan senyawa obat yang diketahui terbatas pemaparannya terhadap bayi, 4;
jika mungkin, gunakanlah senyawa tunggal, 5; perkiraan yang terus-menerus
terhadap kemungkinan toksisitas obat pada bayi, dan 6; perhatian terhadap
farmakokinetika obat dengan metabolitnyayang sedikit atau tidak aktif.
Obat-obat yang paling sering digunakan untuk mengobati depresi utama pasca
melahirkan termasuk Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI’s) dan
antidepresan trisiklik. Sejumlah kecil kasus dilaporkan dan dipelajari untuk
memberikan saran tentang keamanan obat-obat tersebut jika diberikan pada masa
menyusui.
RELAKTASI
Berkurangnya kadar serum
prolaktin menyebabkan penurunan atau terhentinya proses laktasi, dan ini dapat
menjadi masalah, seperti stress, bagi ibu yang ingin sekali menyusui
bayinya.Relaktasi adalah proses meningkatnya suplai air susu pada ibu. Laktasi
juga dapat diinduksi pada wanita yang tidak sedang melahirkan bayi, seperti ibu
asuh. Terapi utama untuk kondisi seperti ini memerlukan stimulasi puting susu
baik dengan menyusui bayi atau memompa payudara dengan pompa mekanik atau
tangan. Salah satu studi menunjukkan bahwa senyawa di dalam bir dan bir
nonalkohol dapat merangsang sekresi prolaktin dengan demikian menngkatkan
produksi susu.
Terapi secara farmakologi
yang dianjurkan di Amerika Serikat untuk proses relaktasi adalah metoklopramid,
yang mana harus digunakan hanya jika terapi nonobat tidak efektif. Dosis yang
paling lazim adalah 10 mg per oral 3 x 1 hari selama 7-14 hari.Produksi air
susu dapat meningkat hingga 100% atau lebih pada wanita pasca melahirkan kurang
dari 1 bulan, bagi wanita pasca melahirkan 8-12 minggu, produksi susu mungkin
meningkat hingga 40%. Produksi air susu mungkin menurun setelah terpi dengan
metokloprmid dihentikan, tetapi jika proses laktasi sudah berjalan dengan baik,
maka hal itu akan terus berlangsung.
KESIMPULAN
Memberikan pelayanan kesehatan kepada
wanita selama kehamilan sangat bermanfaat, tetapi pada waktu yang sama bisa
sangat sulit. Banyak wanita merasakan resiko tinggi cacat lahir akibat
pemakaian obat selama kehamilan. Persepsi ini, berhubungan dengan tingginya
angka kehamilan yang tidak direncanakan, mungkin membuat cemas karena
penggunaan obat sebelum mengetahui kehamilan.
Beberapa obat dianggap
aman untuk digunakan pada saat hamil karena interval pemberian apakah
meningkatkan laju angka cacat lahir tidaklah jelas. Wanita yang mengggunakan
obat-obat ini harus diberitahu bahwa pilihan ini tidaklah meningkatkan resiko
cacat lahir. Pada beberapa kasus, obat-obat yng berhubungan dengan resiko
tinggi memberikan efek yang merugikan janin perlu diseleksi atau dilanjutkan
untuk menjamin kesehatan sang ibu dan khususnya janin. Dalam hal ini, informasi
yang benar tentang jenis dan kemungkinan efek samping akan membantu pasien dan
keluarganya dalam membuat keputusan.
Dokter yang melayani
wanita hamil perlu bekerjasama untuk mengamati, mengevaluasi dan menyampaikan
informasi yang terbaru kepada pasien merek. Penggunaan teknologi untuk
mengakses hal-ha yang terjadi berdasarkan sumber-sumber, keterangan-keterngan
yang berhubungan dengan penggunaan obat selama kehamilan, dan kepustakaan utama
mungkin membantu dokter dalam mengakses informasi pengobatan yang sesuai untuk
mengatur terapi obat yang diperlukan selama kehamilan dan menyusui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar