Sabtu, 30 Juni 2012

SINDROM CORONARIA AKUT


SINDROM CORONARIA AKUT
Konsep Utama
1. Penyebab suatu sindrom coronaraia akut (ACS) adalah pecahan plaq atherosclerotic dengan diikuti adheren platelet, aktivasi, agregasi (pengumpulan), dan aktivasi penggumpalan cascade. Akhirnya, membentuk gumpalan dan mengandung fibrin dan platelet.
2.      AH (American Heart Association) dan ACC (American College of Cardiology) merekomendasikan strategi atau pedoman untuk pelayanan pasien pada elevasi segmen ST dan  segmen non ST-ACS.
3        Pasien dengan ischemich dada  berdebar dan dicurigai beresiko ACS adalah didasarkan pada laju electrocardiogram 12, riwayat kesehatan, dan hasil creatine kinase (CK) MB dan tes biokimia troponin.
4.      Hasil diagnosa myocardial infarction ditetapkan berdasarkan pada hasil CK MB dan tes troponin.
5.      Tiga kunci yang menentukan identitas pasien dengan resiko tinggi peningkatan ACS segmen non ST adalah thrombolysis di (dalam) myocardial infarction ( Thrombolysis in Myocardial Infarction/TMII) yang beresiko 5 sampai 7, adanya depresi segmen-ST pada ECG, dan positif CK MB atau troponin.
6.      Awal terapi refperfusi manapun yang utama dengan Percutaneous Coronary Intervention (PCI) atau catatan dari suatu agen fibrinolitic yaitu terapi rekomendasi untuk pasien yang menderita elevasi segmen ST-ACS.
7.      Tambahan untuk terapi perfusi, Pharmacotherapy tambahan bahwa semua pasien dengan elevasi segment ST-ACS tanpa kontraindikasi harus menerima opname di hari pertama dan diutamakan di dalam depertemen emergency yaitu intranasal oksigen (jika ketersediaan oksigen rendah), aspirin, nitrogliserin sublingual, nitrogliserin intravena, diikuti oleh B-bloker secara oral dan heparin tak terfrkasinasi (UFH).
8.      Pasien dengan resiko tinggi dengan elevasi segmen non ST-ACS akan mengalami angiografi koronaria awal dan revaskularisasi dengan PCI atau bedah yang dapat melancarkan aliran arteri coronaria (CABG).
9.       Ketika tidak ada kontra indikasi semua pasien dengan elevasi segmen non ST-ACS harus diobati diruang gawat darurat dengan oksigen intranasal, aspirin,nitrogliserin sublingual, nitrogliserin intravena, diikuti intravena B-bloker dab juga heparin tak terfraksinasi (UFH) atau heparin memiliki berat molekul rendah (lebih disukai enoksavarin). Kebanyakan pasien akan menerima terapi tambahan dengan clopidogrel. Pasien beresiko tinggi juga akan menerima glikoprotein, bloker reseptor II B-IIIA.
10.  Berdasarkan MI semua pasien dengan tidak adanya kontraindikasi akan menerima terapi yang tidak spesifik dengan aspirin, B-bloker, ACEIs untuk pencegahan kematian sekunder-dan serangan balik. Kebanyakan pasien akan menerima statin untuk mereduksi klosterol LDL sampai lebih rendah dari 7-100 mg/dl. Antikoagulan dengan warfarin dianggap untuk pasien dengan resiko kematian tinggi serangan ulangan atau stroke.
11.   Pencegahan kematian sekunder serangan ulangan dan stroke adalah lebih efektif biaya dari pada pencegahan primer dari peristiwa penyakit jantung koroner.

Sejak permulaan tahun 1990-an penyakit kardiovaskuler telah memimpin  dalam penyebab kematian. Sindrom coronaria akut (ACS), meliputi angina tak stabil (UA), dan myiocardial infarction (MI) adalah bentuk-bentuk dari penyakit jantung koroner yang menyebabkan kebanyakan kematian karena penyakit kardiovaskuler. Penyebab suatu sindrom serangan jantung akut adalah pecahan plaq atherosclerotic dengan diikuti adheren platelet, aktivasi, agregasi (pengumpulan), dan aktivasi penggumpal cascade. Akhirnya, membentuk gumpalan dan mengandung fibrin dan platelet. Berhubung, farmakoterapi dari ACS lebih lanjut meliputi kombinasi dari fibrinolitik, antiplatelet, dan antikoagulan dengan terapi yang lebih tradisisonal seperti nitrat dan B-bloker adrenergik. Farmakoterapi adalah bagian dengan terapi reperfusi dan revaskulerisasi dari arteri coronaria yang terkena malalui intervensi berarti seperti PCI dan bedah CABG. American Heart Association (AHA) dan American Colleg of cardiology (ACC) merekomendasikan strategi atau pedoman untuk pelayanan pasien ACS  pada elevasi segmen ST dan  segmen non ST-ACS. Gabungan pedoman praktis ini adalah didasarkan pada suatu tinjauan ulang dari bukti klinis yang tersedia,  susunan rekomedasi telah  berdasarkan pada berat dan kualitas dari bukti, dan periode terbaru. Pedoman membentuk rujukan untuk kualitas pelayanan pasien pada pasien ACS.

EPIDEMIOLOGY
Setiap tahunya lebih dari 1 juta orang amerika mengalami ACS, dan 239.000 meninggal oleh MI. Di Amerika serikat, lebih dari 7,6 juta penduduk telah diselamatkan dari MI. Jantung berdebar adalah pertimbangan yang paling sering untuk keberadaan pasien  untuk depertemen emergency, kepada 7 juta depertemen emergency  dikunjungi, atau kira-kira 3 % dari semua depertemen emergency yang dikunjungi, berhubungan dengan jantung berdebar dan memungkinkan ACS. CHD adalah memimpin penyebab premature, cacat kronis di Amerika Serikat. Biaya dari CHD adalah tinggi, dengan lebih dari $10 milyar dibayarkan kepada penerima uang perawatan medis dalam tahun 1999, atau lebih dari $ 10,000 per MI yang tinggal dirumah sakit. Rata-Rata lamanya yang tinggal di rumah sakit untuk MI di tahun 1999 adalah 5,6 hari.
Sebagian besar data epidemiologis mengenai pengobatan  dan survei berasal dari National Registry of Myiocardial Infarction (NRMI), Global registry of Coronary Evens (GRACE), dan catatan statistic Amerika Serikat dirumah sakit bebas yang disiapkan oleh AHA. Pada pasien dengan  elevasi segment ST-ACS, di dalam angka kematian rumah sakit kira-kira 7% untuk pasien yang diperlakukan dengan fibrinolytics dan 16% untuk pasien  yang tidak menerima reperfusion therapy. Pada pasien dengan peningkatan MI segmen non St , dalam angka kematian kurang dari 5 % . Dalam angka kematian rumah sakit, dan untuk 1 tahun kematian adalah lebih tinggi untuk wanita dan pasien lebih tua.  Dalam tahun pertama yang mengikuti MI, 38 % dari wanita dan 25 % dari laki-laki yang akan mati Kebanyakan dari infarction kumat, pada 1 tahun, tingkat angka kematian dan reinfarction adalah serupa antara elevasi segmen ST dan elevasi segmen non ST-MI.
Kira-kira 30% dari pasien kegagalan jantung berkembang beberapa lama waktu  mereka opname untuk MI. Dalam angka kematian rumah sakit untuk pasien yang dengan keberadaan atau  kegagalan jantung berkembang tiga kali lipat lebih tinggi dibanding mereka yang tidak.
Penyebab reinfarction dan kematian adalah cukup besar mengikuti ACS , strategi terapi untuk mengurangi penderita dan angka kematian terutama sekali penggunaan angiography coronary, revascularisasi, dan farmakoterapi, yang akan mempunyai suatu dampak signifikan  pada sosial dan beban ekonomi yaitunya CHD  Amerika Serikat.

ETIOLOGI
Dalam seksion ini kita akan membahas bentuk dari plaq arterosklerosis, sebagai dasar penyebab dari Coronary Artery Disease (CAD) dan ACS pada sebagian besar pasien. Proses  awal mulainya aterosklerosis dalam kehidupan, pada mulanya disfungsi endotel, berlanjut ke masa pemastian ke dalam bentuk plaq dan atherosclerosis. Sejumlah faktor-faktor  yang secara langsung bertanggung jawab terhadap berkembangnya dan meningkatnya pada  disfungsi endotel dan atherosclerosis, meliputi hypertensi, umur, jenis kelamin pria, penggunaan rorok, kencing manis, obesitas, meningkatnya kosentrasi plasma homosistein, dan dyslipidemia.
Disfungsi endotel adalah terbentuk melalui ketidak seimbangan antara vasodilatasi (meliputi NO dan prostasiklin) dan vasokonstriksi (meliputi endotel-1, angiotensin II, dan norepineprin) menjadi substansi meningkatnya reaktivitas vaskuler. Ini juga mengantarkan pada ketidakseimbangan antara procoagulan ( plasminogen activator inhibitor-1, and faktor jaringan) dan substansi antikoagulan (jaringan activator plasminogen dan protein C). Dengan demikian mempromosikan agregasi platelet dan bentuk thrombus. Lagi pula, disfungsi endotel terbentuk dengan  meningkatnya di dalam  ekspresi adisi molekul leukosit yang menimbulkan migrasi  sel  penyebab inflamasi di dalam subintimal dinding pembuluh. Akhirnya, disfungsi endotel meningkatkan permeabelitas dari endothelium untuk kolesterol LDL dan sel penyebab inflamsi menimbulkan migrasi mereka  dan infiltrasi ke dalam subintimal dinding pembuluh. Secara bersama, semua faktor ini memberikan kontribusi untuk evolusi dari disfungsi endotel untuk menimbulkan penebalan lemak di dalam arteri coronary dan dengan cepat menjadi plaq aretosklerosis.

PATOFISIOLOGI
Ruang  Lingkup ACS
Sindrom coronary acut (ACS) adalah suatu istilah yang meliputi semua sindrom klinis  yang dapat diartikan dengan iskemia myocardial  akut yang dihasilkan dari ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen myocardial dan suplai. Berlawanan dengan angina stabil, suatu ACS hasil utama dari pengurangan aliran darah myocardial sekunder untuk suatu occlusive atau parsial occlusive artery coronaria thrombus. ACS  diklasifikasikan menurut pertukaran elektrokardiografi ke dalam elevasi segmen ST –ACS (elevasi ST- MI(STEMI) atau elevasi segmen non ST-ACS (elevasi non ST-MI (NSTEMI) dan angina tak stabil (UA). NSTEMI berbeda dari UA dalam iskemia  untuk menghasilkan nekrosis myiokardial, dalam menghasilkan release sejumlah penanda  biokimia, sebagian besar troponins T atau I dan keratin kinase (CK) kelompok  myiocardial (MB) dari nekrosis myiocyt, di dalan aliran darah. Pentingnya klinis  tentang serum penanda akan dibahas lebih rinci di seksion berikutnya dalam bab ini. Berikut suatu STEMI, pathologis terlihat pada frekuensi gelombang Q electrocardiogram (ECG), sedangkan penjelmaan seperti ECG itu dilihat lebih sedikit biasanya pada pasien dengan NSTEMI. Adanya gelombang Q pada umumnya menandai adanya transmural MI.
Pemecahan Plaq dan pembentukan Gumpalan
Penyebab yang paling dominan dari ACS, lebih dari  90% pasien adalah pecahnya plaq atheromatous, fissuring, atau erosi dari suatu ketidak stabilan plaq aterosklerosis yang meliputi kurang 50% dari lumen coronaria dibandingkan  kondisi sebelumnya yang lebih stabil  70% sampai 90% stenosis artery coronaria. Stenosis stabil adalah terbentuk dari angina stabil.  Plaq tersebut adalah lebih peka untuk pecah ditandai oleh  suatu bentuk  eccentris, suatu cap berserat tipis (terutama sekali plaq di daerah bahu), inti lemak besar, tingginya kandungan sel penyebab inflamasi seperti macrophages dan lymphocytes, dan membatasi sejumlah gerakan otot. Sel penyebab radang mempromosikan cap berserat halus  melalui rilis enzim proteolitic, terutama matriks metalloproteinase.
Menurut pecahnya plaq, secara parsial occlusif atau secara komplit occlusif  thrombus, suatu gumpalan, terbentuk atas pecahan plaq. Muatan thrombogenic dari plaq diekspos pada elemen darah. Ekspose collagen dan faktor jaringan mempengaruhi platelet adhesi dan pengaktifan, yang mempromosikan rilis   unsur vasoactive yang diperoleh platelet mencakup adenosine diphosphate (ADP) dan thromboxane A2 ( TXA2).8  Ini menghasilkan aktivasi Vasoconstriction Dan Potensiasi platelet. Lagipula, selama aktivasi platelet, suatu perubahan conformasi dalam permukaan reseptor glycoprotein ( GP) IIb/IIIa  platelets terjadi hubungan silang (cross-link) platelets satu sama lain melalui jembatan fibrinogen. Ini adalah pertimbangan akhir jalur umum agregasi platelet. Unsur lain diketahui mempromosikan agregasi platelet meliputi serotonin, thrombin, dan epinephrine.8 Pemasukan platelets memberikan gumpalan putih. Secara serempak, disebabkan faktor luar koagulasi cascade jalur aktivasi  sebagai hasil ekspose komponen darah pada l thrombogemic lipid thrombogenic dan endothelium, yang kaya akan faktor jaringan. Ini mendorong produksi thrombin (faktor IIa), yang mengkonversi fibrinogen ke fibrin melalui aktivasi enzimatik.8 Fibrin menstabilkan gumpalan dan menjerat sel darah merah, yang memberi penampilan gumpal merah. Oleh karena itu, gumpal adalah terdiri atas cross-linked platelets dan strand fibrin.
Suatu thrombus mengandung lebih platelets dari fibrin, atau “gumpalan putih", yang biasanya menghasilkan suatu oklusi inkompleks sempurna  dari lumen coronaria dan paling umum megelevasi ACS segmen  non ST. Pada pasien dengan keberadaan suatu elevasi ACS segemen ST biasanya dengan sepenuhnya occlusi dengan gumpal “ merah”  yang berisi sejumlah fibrin lebih besar dan sel darah merah tapi jumlahnya lebih kecil platelets dibandingkan dengan gumpalan“ putih”.2 Yang akan jadi pembahasan selanjutnya dalam bab ini, komposisi gumpalan mempengaruhi pemilihan kombinasi agen antitrombosik digunakan dalam elevasi ACS ST segment-ST dan segmen non-ST. Akhirnya, myocardial ischemia dapat diakibatkan oleh downstream embolisasi microthrombi dan menghasilkan ischemia dengan berakhir necrosis

PERUBAHAN BENTUK VENTRICULAR DIIKIUTI “MI” AKUT

Pengubahan ventricular adalah suatu proses yang terjadi dalam beberapa kondisi kardiovaskuler, meliputi kegagalan jantung dan diikuti suatu MI . Itu ditandai denagn perubahan ukuran, bentuk, dan fungsi bilik kiri jantung dan memicu pada kegagalan jantung.9 Karena kegagalan jantung menjadi salah satu dari biang keladi mortalitas dan morbiditas yang diikuti  MI, pencegahan perubahan bentuk ventricular adalah  tujuan terapi yang penting.9
Banyak faktor berperan untuk perubahan bentuk ventrikular , mencakup faktor neurohormonal (contoh, pengaktifan renin-angiotensin aldosterone dan sistem nerves simpatik), faktor hemodynamic, faktor mekanis, dan perubahan gen expression.10 Proses ini mempengaruhi cardiomyocytes ( cardiomyocyte hypertrophy, hilangnya cardiomyocytes) dan extracellular matriks ( interstitial yang ditingkatkan fibrosis), dengan demikian mempromosikan disfungsi systolic dan diastolic.10 Koversi enzim Angiotensin ( ACE) inhibitor, â- blockers, dan antagonias aldosterone adalah semua agen yang melambatkan atau membalikkan ventricular mengubah bentuk melalui blokade neurohormonal dan/atau melalui  peningkatan hemodynamics ( mengurangi preload atau afterload).9 Agen ini juga meningkatkan survival dan akan dibahas secara lebih detil dalam bagian berikut dari bab ini. Ini menggaris bawahi pentingnya proses perubahan bentuk dan segera mencegah, menghentikan, atau membalikkan nya pada pasien yang mengalami MI.

KOMPLIKASI

Bab ini akan memfokuskan pada manajemen pasien ACS yang komplikasi. Bagaimanapun, adalah penting bagi clinicians untuk mengenali komplikasi MI karena seperti pasien tersebut sudah meningkatkan angka kematian (mortalitas). Komplikasi yang paling serius adalah goncangan kardiogenik, terjadi kira-kira 10% pada pasien yang diopname MI. Mortalitas pada pasien goncangan cardiogenic dengan MI adalah tinggi, mendekati 60%.11 Komplikasi lain yang dapat diakibatkan oleh MI adalah kegagalan jantung, disfungsi valvular kelainan, ventrikular dan atrial takhi arhitmia, bradikardia, blok jantung, perikarditis, stoke sekunder  pada embolisasi trombus ventrikular kiri ( LV) , tromboembolism pembuluh darah, dan pecahnya dinding LV bebas.12 Sesungguhnya, lebih dari satuperemapat pasien MI mati, kiranya dari fibrilasi ventrikular, sebelum mencapai rumah sakit.
PENEMUAN GEJALA DAN EXAMINASI  FISIK

Gejala yang klasik dari suatu ACS adalah midline anginal anterior dada berdebar, paling sering  pada posisi istirahat, onset baru memperparah, atau meningkatkan angina sedikitnya dalam durasi 20 menit. Dada berdebar dapat menyebar pada bahu, sepanjang lengan tangan kiri, pada punggung, atau pada rahang. Gejala yang dihubungkan yang bersamaan deangn dada berdebar meliputi kemuakan, muntah, diaphoresis, atau pemendekan nafas. Semua professional pelayanan kesehatan perlu meninjau ulang peringatan gejala ini dengan pasien pada beresiko tinggi untuk CHD. Pada pengujian fisik, tidak ada corak spesifik yang menandakan ACS.

LAJU ELECTROCARDIOGRAM ( ECG)-12.

 Ada bermacam kunci laju ECG-12 mengidentifikasi dan menggolongkan resiko pasien dengan ACS. Dalam 10 menit presentasi pada bagian emergency dengan gejala ischemic dada berdebar (atau terutama prarumahsakit) laju ECG-12 seharusnya diperoleh dan ditafsirkan, jika tersedia, lebih dulu laju ECG-12 harus ditinjau untuk mengidentifikasi "ya' atau "tidak"nya penemuan pada ECG saat ini baru atau lama, dengan penemuan baru menjadi inikasi suatu ACS. Penemuan kunci peninjauan ulang suatu laju ECG 12 menandai adanya myocardial ischemia atau (MI) adalah elevasi (peningkatan) segmen ST, depresi segmen ST, dan inversi wave T  ( lihat Bag. 16–1). Perubahan segmen ST dan/atau wave T dalam pengelompokan tertentu membantu arah identifikasi penempatan artery coronaria itu adalah penyebab ischemia atau infarction. Sebagai tambahan, tampilan dari left bundle branch block baru yang bersamaan 
 Sekitar separoh diagnosa pasien dengan MI memberikan peningktan ACS segmen ST pada ECG mereka, dengan sisanya mempunyai depresi segmen ST, inversi wave T, atau dalam beberapa kejadian, tidak ada perubahan ECG. Beberapa bagian jantung lebih “ diam secara elektris” dari yang lain, dan myocardial ischemia tidak mungkin dideteksi pada permukaan ECG. Oleh karena itu, adalah penting untuk meninjau ulang penemuan dari ECG bersama dengan penanda biokimia dari necrosis myocardial, seperti troponin I atau T, dan faktor resiko lain CHD untuk menentukan  pasien mempunyai resiko mengalami MI baru atau mempunyai komplikasi lain. engan  dada berdebar adalah spesifik untuk MI akut.

PENANDA BIOKIMIA

 Penanda biokinia dari sel myocardial kematian penting untuk menetapkan diagnosis MI. Evolving MIis yang digambarkan oleh Bentuk ACC menaik dan gradual fall ( troponin) atau kenaikan lebih cepat dan jatuh ( CK MB) pada penanda biokimia necrosis myocardial.13 Troponin dan CK MB naik mengikuti onset darah dari occlusi arteri coronaria komplit berikut matinya sel myiocardial. Waktu kursus mereka digambarkan pad bag. 16-2.Secara khas, darah diperoleh dari pasien sedikitnya tiga kali, di bagian emergency dan dua kali lipat tambahan berikutnya 12 sampai 24 jam, dalam rangka mengukur troponin dan CK MB. Pengukuran  tunggal suatu penanda biokimia tidaklah cukup untuk mengeluarkan hasil diagnosa MI sebab 15% penilaian itu di bawah level pendeteksian yang pada awalnya ( tes negatif) adalah di atas level pendeteksian ( tes positif) pada jam yang berikutnya.
Suatu MI  diketahui jika sedikitnya satu troponin nilainya lebih besar dari batas keputusan MI ( yang disimpan laboratorium rumah sakit) atau dua CK MB hasil lebih besar dari batas keputusan MI ( yang disimpan laboratorium rumah sakit). Sedangkan troponins dan CK MB nampak dalam darah pada 6 jam infarction, penigkatan troponins tetap dalam darah untuk 10 hari, sedangkan CK MB kembali ke nilai normal dalam 48 jam. Oleh karena itu, jika suatu pasien diizinkan dengan peningkatan konsentrasi troponin dan CK MB dan hari berikutnya mengalami kumat dada berdebar, troponin akan lebih sedikit sensitip untuk mendeteksi kerusakan myocardial baru sebab akan tetap dinaikkan. Jika awal reinfarction dicurigai, penentuan konsentrasi CK MB lebih disukai tes diagnosa.

TINGKAT RESIKO

Gejala Pasien, sejarah medis yang lampau, ECG, dan troponin atau penentuan CK MB digunakan untuk menggolongkan pasien ke dalam rendah, medium, atau beresiko tinggi kematian atau MI atau kemungkinan tidak berhasilnya farmakoterapi dan kebutuhan mendesak angiograpi dan intervensi coronaria perkutaneous (PCI). Perawatan Awal menurut tingkat resiko dilukiskan pada gbr.16–1. Pasien dengan elevasi ACS segmen ST adalah beresiko kematian yang paling tinggi. Perawatan Awal elevasi ACS segmen ST perlu diproses tanpa evaluasi troponin atau level CK MB sebab pasien ini mempunyai lebih besar dari 97% kesempatan mempunyai MI selanjutnya didiagnose dengan penanda biokimia. ACC/AHA menggambarkan target waktu untuk memulai reperfusion perawatan dalam 30 menit dari presentasi rumah sakit untuk fibrinolytics dan di dalam 90 menit atau kurang dari presentasi untuk PCI primer.3 Lebih cepat arteri coronaria yang berhubungan infarct dibuka untuk pasien ini,  lebih rendah mortalitas mereka, dan semakin besar jumlah myocardium terpelihara.14,15  Dimana semua pasien harus dievaluasi untuk terapi reperfusion, tidak semua pasien kemungkinan dapat dipilih. Indikasi dan contraindications terapi fibrinolytic diuraikan pada bagian pengobatan dari bab ini. Lebih sedikit dari 15% pada rumah sakit di Amerika Serikat dilengkapi untuk melaksanakan PCI primer. Jika pasien tidak dapat dipilih sebagai terapi reperfusi, sebagai tambahan farmakoterapi untuk pasien elevasi segmen ST  harus dimulai dalam bagian emergency, dan pasien harus ditransfer ke suatu unit gawat darurat serangan jantung. Lamanya tinggal untuk tipe pasien dengan STEMI  tanpa komplikasi adalah 3 sampai 5 hari .
Tingkat resiko pada pasien dengan elevasi ACS segmen non ST lebih kompleks karena hasil perawatan dirumah sakit untuk pasien kelompok ini berubah-ubah, dengan laporan tingkat kematian 0% sampai 12%, reinfarction 0% sampai 3%, dan ischemia yang parah kumat 5% sampai 20%.16 Tidak semua memperlihatkan pasien dengan dicurigai elvasi segmen non-ST akan mempunyai CAD. Beberapa akan didiagnose secepatnya dengan nonischemic dada berdebar.
Penanda terbaru yang mengidentifikasi pasien pada resiko mortalitas yang tinggi atau reinfarction di bawah pengembangan tetapi belum incorporasi ke dalam pasien rutin dilayani meliputi C-reactive protein, suatu penanda inflamasi vaskuler; peningkatan serum kreatinin atau mengurangi clearence creatinine, mengidentifikasi pasien penyakit ginjal kronis dan otak (B-type) peptide natriuretic (BNP), yang dilepaskan secara dominan dari ventricular myocytes sebagai respon atas strech sel seperti perubahan infarct. Dialisis Pasien setelah 1-tahun mortalitas meningkat lebih dari 40% mengikuti MI pertama.17

PENDEKATAN UMUM PENGOBATAN
 Tujuan pengobatan jangka pendek untuk pasien ACS
1. Awal mula restorasi aliran darah pada arteri terkait infarct untuk mencegah perluasan infarct perluasan (dalam kasus MI ) atau mencegah MI dan oklusi komplit dan MI (dalam UA)
2. Pencegahan kematian dan komplikasi lain
3. Pencegahan reoklusi arteri coronaria       
4. Pembebasan dari ischemic dada berdebar
Pengobatan umum menilai untuk semua elevasi ACS segmen ST dan intermediet elevasi segmen non ST pasien beresiko tinggi meliputi admission rumah sakit, pengaturan oksigen ( jika kejenuhan oksigen adalah rendah, < 90%), dilanjutkan monitoring segmen ST untuk aritmia dan iskemia, pengukuran yang sering dari tanda penting, tempat tidur untuk 12 jam pada pasien hemodinamically stabil, penghindaran Valsalva manuver (menentukan stool softener secara rutin), dan penghilangan sakit.Karena resiko bervariasi dan sumber daya terbatas, adalah penting untuk triage dan mengobat pasien menurut kategori resiko mereka. Pendekatan awal pengobatan pasien elevasi ACS segmen STdan segemen non-ST digambarkan pada gbr. 16–1. Pasien denganelevasi segmen ST beresiko tinggi kematian, dan usaha untuk pembentukan kembali perfusi coronaria harus dimulai dengan secepatnya. Reperfusion therapy harus dipertimbangkan dengan seketika dan dimulainya farmakoterapi adjunctif.
Bentuk identifikasi pasien rendah,moderat,dan beresiko tinggi elevasi segmen non-ST diuraikan tabel 16–2.19 Pasien pada resiko rendah untuk kematian atau MI atau untuk kebutuhan mendesak arteri coronaria revascularisasi secara khas dievaluasi di bagian emergency, di mana tes seri penanda biokimia diperoleh, dan jika mereka adalah negatif, pasien mungkin ditentukan medis umum dengan ECG telemetri memonitor perubahan iskhemik dan arritmia,  dalam kondisi tes stress noninvasif , atau mungkin keluarakan dari bagian emergency.
Pasien moderat dan beresiko tinggi diatur pada unit perawatan intensif coronaria, suatu unit perawatan intensif stepdown, atau dasar medis umum dalam rumah sakit tergantung pada gejala dan level resiko yang dirasakan pasien.Pasien beresiko tinggi perlu awalnya dirawat dalam kondisi angiography dan revascularisasi jika stenosis arteri coronaria secara signifikant ditemukan. Pasien moderate-beresiko tinggi dengan positif  penanda biokimia untuk infarction secara khas juga akan mengalami angiography dan revascularisasi selama awal masuk rumah sakit. pasien beresiko moderat dengan negatif penanda biokimia untuk infarction juga boleh mengalami angiography dan revascularisasi atau pertama mendapatkan tes stress noninvasive, hanya pasien dengan positif tes tekanan yang meneruskan angiography.
Menurut tingkat resiko, farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen non-ST dimulai. Segera (dalam 24 jam) coronaria angiography dan revascularisasi yang terkait infarct dengan PCI atau CABG adalah dipertimbangkan untuk pasien moderat dan beresiko tinggi ( lihat gbr. 16–1 dan tabel 16–2).
           
TERAPI NONFARMAKOLOGI

INTERVENSI CORONARIA UTAMA PERCUTANEOUS ( PCI)
UNTUK ELEVASI ACS SEGMEN ST 

Baik fibrinolysis maupun PCI primer perawatan pilihan reestablishing  aliran darah areteri coronaria untuk pasien dengan elevasi segmen ST bila keberadaan pasien dalam 3 jam memberikan gejala dan kedua pilihan ada tersedia di institusi itu. Untuk PCI primer, pasien ditempatkan di bagian emergency untuk catheterisasi laboratorium dan mendapatkan angiography coronaria dengan sebaiknya  balon angioplasty maupun  penempatan baro metal  atau drug-eluting intracoronary stent. Tambahan detil mengenai angioplasty dan intracoronary stenting disiapkan dalam bagian.15.
Hasil dari suatu meta-analysis terbaru percobaan yang membandingkan fibrinolysis dengan PCI primer mengindikasikan tinkat mortalitas lebih rendah dengan PCI primer.20 Satu alasan untuk keunggulan PCI primer dibandingkan dengan fibrinolysis adalah bahwa lebih dari 90% dari oklusi (penyumbatan) arteri coronaria terkait infacrt dibuka dengan PCI primer bandingkan dengan kurang dari 60% dari arteri coronaria dengan adanya fibrinolytics. Sebagai tambahan, intrakranial hemorrhage dan beresiko pendarahan dari PCI primer adalah lebih rendah dari fibrinolysis. Suatu strategi invansif dari PCI primer biasanya lebih disukai pada pasien yang mempresentasikan institusi dengan interventional ahli kardiologi dan suatu catheterisasi laboratorium dengan cepat tersedia, pasien dengan goncangan cardiogenic, pada pasien dengan contraindications pada fibrinolytics dan pada pasien yang mempresentasikan dengan onset gejala lebih besar dari 3 jam. Suatu indikator kualitas dalam pemeliharaan pasien MI dengan elevasi segmen ST adalah saat dari presentasi rumah sakit sampai pada oklusi (sumbatan) dibuka dengan PCI. Sungguh disayangkan, kebanyakan rumah sakit tidak mempunyai interventional cardiology jasa yang mampu melakukan PCI primer 24 jam sehari. Oleh karena itu, hanya 7% dari pasien MI saat ini diperlakukan dengan PCI primer.
Selama opname PCI untuk STEMI juga dapat sesuai pada pasien lain mengikuti STEMI, seperti dalam fibrinolysis tidaklah sukses, yang kemudian mempresentasikan pada pasien shock cardiogenic dengan life-threatening ventricular arrhythmias, dan mereka dsengan istirahat persisten ischemia atau tanda ischemia pada tes stress mengikuti MI.3,21 Strategi angiography rutin dan revascularisasi dalam semua pasien elevasi segmen ST belakangan (setelah dirumah sakit) selama opname adalah kontroversial.

INTERVENSI CORONARIA PERCUTANEOUS DALAM ELEVASI ACS SEGMEN NON - ST
Petunjuk praktek klinis elevasi ACS segmen non ST terbaru merekomendasikan awal angiography coronaria dengan PCI atau revascularisasi CABG sebagai suatu awal perawatan untuk pasien moderat dan beresiko tinggi elevasi ACS segmen non ST. Beberapa percobaan klinis terbaru mendukung“ awal strategi invasif” dengan PCI atau CABG versus“ strategi manajemen stabilisasi medis” dengan angiography coronaria dengan revascularisasi diberikan untuk pasien dengan gejala refraktory untuk farmakoterapi dan pasien dengan tanda ischemia pada tes stress.23  Pendekatan awal invasif mengakibatkan lebih sedikit MI, dan lebih sedikit kebutuhan untuk tambahan prosedur revascularisasi pada tahun yang akan datang  yang mengikuti opname, dan lebih mahal dari pendekatan stabilisasi medis konservatif.
TES TAMBAHAN DAN TINGKAT RESIKO
Pada beberapa poin selama opname tapi sebelum dikeluarkan, pasien dengan MI perlu mempunyai evaluasi fungsi LV mereka untuk tingkatan resiko.2,3 Cara yang paling umum pengukuran funsgsi LV adalah dengan menggunakan echocardiogram untuk mengkalkulasi fraksi ejeksi LV pasien (EF). Fungsi LV  menjadi satu-satunya alat prediksi mortalitas terbaik yang mengikuti MI . Pasien dengan LVEFs kurang dari 40% ada resiko kematian paling tinggi. Pasien dengan fibrilasi ventrikular atau sustained ventricular tachycardia lebih dari 2 hari mengikuti MI dan mereka dengan LVEFs < 30% diukur sedikitnya 1 bulan mengikuti STEMI dan 3 bulan setelah revascularisasi arteri coronaria dengan PCI atau CABG  dari penempatan implantable cardioverter-defibrillator ( ICD).3
Multicenter otomatis Defibrillator Implantation II Trial ( MADIT) menunjukkan 29% mengurangi mortalitas pada pasien dengan riwayat MI,LVEFs rendah, dan tidak ada riwayat dari gejala arritmia ventrikular yang menerima alat profilaksis implantasi dari ICD.24 Pembahsan tambahan dari peran ICDs dalam manajemen pasien beresiko tinggi dan mereka yang mempunyai arritmia ventrikular dapat ditemukan dalam bag. 17.
Predischarge stress testing ( lihat gbr.16–1) mungkin mengindikasikan pasien moderat atau beresiko rendah dalam menetapkan dimana pasien yang menggunakan angiography untuk menetapkan hasil diagnosa CAD dan juga pada pasien yang mengikuti MI untuk prediksi intermediet dan resiko jangka panjang MI kumat dan kematian.25 Dalam banyak kasus, pasien dengan positif stress testing yang mengindikasikan iskhemia coronaria kemudian diberikan angiography coronaria dan revascularisasi yang secara signifikant arteri coronaria oklusi. Latihan stress testing, paling sering dengan penambahan radionuklida imaging agen, lebih disukai pada tes stress nonfarmakologik karena evaluasi beban kerja dicapai dengan latihan, seperti halnya kejadian ischemia. Jika pasien mempunyai latihan negatif tes stress  untuk ischemia, pasien ada beresiko rendah untuk CHD terjadi berikutnya. Oleh karena itu, latihan tes stress mempunyai prediksi penilaian negatif tinggi. Pembahasan tambahan jenis tes stress dapat ditemukan  pada bab 11.
Pengakuan pasien untuk  ACS harus puasa lipid dijelaskan dalam 24 jam pertama opname sebab mengikuti periode, penilaian cholesterol, reaktan fase akut mungkin rendah. Memulai farmakoterapi dengan statin adalah umum untuk semua pasien ACS dan tidak tergantung pada bagaimanpun hasil lipid panel ini.

AWAL TERAPI FARMAKOLOGIK UNTUK ELEVASI ACS SEGMEN ST

Farmakoterapi untuk awal perawatan ACS digambarkan pada gbr 16–3.7 Menurut ACC/AHA petunjuk praktek elevasi ACS segmen ST; awal farmakoterapi elevasi segmen ST harus meliputi intranasal oksigen ( jika kejenuhan oksigen adalah < 90%), sublingual ( SL) diikuti dengan intrvena ( IV) nitrogliserin ( NTG), aspirin,  IV â- blocker, heparin unfractionated ( UFH), dan calon yang dapat dipilih fibrinolysis. Morfin diatur pada pasien dengan angina refraktory sebagai obat penghilang sakit dan suatu venodilator menurunkan preload. Agen ini harus diatur awal mula, selagi pasien masih dalam bagian emergency. Kontraindikasi dosis untuk SL dan IV NTG, aspirin, IV â- blockers, UFH, dan fibrinolytics didaftarkan tabel 16 4.2,3,26
TERAPI FIBRINOLITIK

Pengaturan agen fibrinolytic diidikasikan pada pasien dengan elevasi  ACS segmen ST yang ditunjukkan dirawat dirumah sakit dalam 24 jam onset dada berdebar yang sedikitnya 1 mm elevasi segmen ST dalam dua atau lebih berdekatan jalur ECG .3 Mortalitas dari fibrinolysis adalah paling tinggi pada pengaturan awal dan dikurangi setelah 12 jam. Terapy Fibrinolytic lebih disukai pada PCI primer pada pasien yang memperlihatkan dalam 3 jam gejala mana adanya penundaan PCI primer karena penundaan berhubungan cardiac catheterisasi laboratorium atau penundaan dalam memperoleh akses vaskuler pasien yang akan mengakibatkan“ door-to-primary PCI” penundaan yang bersifat lebih besar dari 90 menit.3 Indikasi Lain dan kontraindikasi untuk fibrinolysis dapat dilihat pada tabel 16–5.3 Itu tidaklah diperlukan untuk memperoleh hasil penanda biokimia sebelum dimulainya terapi fibrinolytic. Sebab pengaturan fibrinolytics mengakibatkan lisis gumpalan, pasien beresiko tinggi untuk pendarahan besar, mencakup intracranial hemorrhage, baik kontraindikasi relatif  atau  kontraindikasi absolut. Pasien dengan keberadaan suatu kontraindikasi mungkin tidak akan menerima terapi fibrinolytic, dan PCI primer lebih disukai. Pasien dengan kontraindikasi relatif dapat menerima terapi fibrinolytic jika dirasa resiko kematian dari MI lebih tinggi dari resiko hemorrhage utama. Untuk tiap 1000 pasien dengan MI dinding anterior, perawatan dengan fibrinolysis menyelamatkan dengan 37 yang hidup dibandingkan dengan placebo. Untuk pasien dengan MI  dinding inferior, yang biasanya mempunyai MI lebih kecil dan beresiko kematian lebih rendah, perawatan dengan fibrinolysis menyelamatkan 8 yang hidup per perlakuan s1000  pasien 14
Terapi Fibrinolytic kontroversi pada pasien yang lebih tua dari usia 75 tahun usia. Lebih dari 60% dari semua kematian MI terjadi dalam kelompok ini. Pemakaian, dalam kaitan dengan mengurangi mortalitas absolut dibandingkan dengan placebo, bervariasi dari kira-kira 1% sampai 9%, dengan studi observasi beberapa menyatakan lebih tinggi mortalitas dalam yang diperlakukan dengan fibrinilisis dibandingkan bukan fibrinolysis.Tingkat strok juga menambah jumlah dengan meningkatnya umur pasien. Seperti tingkat intracranial hemorrhage kira-kira 1% pada pasien lebih muda, itu adalah 2% pada pasien lebih tua. Tidak ada exces resiko strok dari pasien  muda dibanding usia 55 tahun,  sedangkan pasien lebih tua dari usia 75 tahun mengalami exces 8 dari perlakuan 1000 pasien.
Bagaimanapun, ACC/AHA merekomendasikan petunjuk praktek  penggunaan fibrinolytics untuk kelompok umur ini, dengan ketentuan bahwa pasien tidak punya kontraindikasi.3 Senilai 1% mortalitas absolut dirasakan menguntungkan secara klinis dengan signifkant, dan manfaat dalam menyelamatkan hidup per 1000 pasien yang diperlakukan telah dilaporkan berkisar dari 10 sampai 80 pasien lebih tua dari usia 75 tahun.14 Sebab pasien lebih tua dapat punya kelemahan kognitif, dan penilaian memberatkan resiko pendarahan versus manfaat yang harus dilakukan sebelum pengaturan fibrinolysis.
Komparatip farmakologi umumnya meresepkan fibrinolytics yang diuraikan tabel 16–6.26 Menrurut petunjuk praktek ACC/AHA elevasi ACS segmen ST, fibrin agen yang lebih spesifik, seperti alteplase, reteplase, atau tenecteplase, lebih disukai pada agen spesifik non fibrin, seperti streptokinase.3  Fibrinolitics spesifik fibrin membuka lebih besar persen infarct areteri bila diukur pada pasien dalam kondisi angiografi emergency. Sebab awal dibuka arteri menghasilkan lebih kecil infarcts, pengaturan agen fibrin specific dapat menghsilkan lebih rendahmortalitas. Konsep ini telah masuk hipotesis open-artery. Dalam suatu percobaan klinis besar, pengaturan alteplase mengurangi mortalitas 1% ( pengurangan absolut) dan biaya kira-kira $ 30,000 per tahun dari yang diselamatkan hidup dibandingkan dengan streptokinase.27 Dua percobaan lain membandingkan alteplase dengan reteplase dan alteplase dengan tenecteplase dan menemukan mortalitas sama antara agent-agen.28,29
Oleh karena itu, yang mana alteplase, reteplase, atau tenecteplase adalah bisa diterima sebagai firstline agen. Kebanyakan rumah sakit mempunyai sedikitnya dua agen pada formulary mereka. Paling sering, keputusan formulary didasarkan pada frekwensi mengggunakn fibrinolytics untuk indikasi lain yang disetujui, dengan alteplase kebanyakan mempunyai indikasi agen spesifik fibrin . Pertimbangan pengaturan juga memandu pengambilan keputusan formulary dan pilihan untuk perawatan pasien dengan tenecteplase diberikan sebagai dosis tunggal, dosis berdasarkan berat dan reteplase diberi dua dosis perbaikan tanpa penyesuaian berat. Oleh karena itu, kedua-duanya tenecteplase dan reteplase adalah lebih mudah untuk diatur dibanding alteplase. intracranial hemorrhage dan pendarahan mayor adalah efek samping yang serius dari agen fibrinolytic (lihat tabel 16–6). Resiko intracranial hemorrhage adalah lebih tinggi dengan agen fibrin-specific dibanding dengan streptokinase. Model yang tersedia untuk penggunaan pada praktek klinis untuk memprediksi resiko intracranial hemorrhage pasien perorangan menurut pengaturan suatu fibrinolytic.3 Resiko pendarahan sstemik selain dari intracranial hemorrhage adalah lebih tinggi dengan streptokinase dibanding dengan agen lain yang lebih spesifik fibrin.
Hanya 20% sampai 40% dari pasien yang keberadaan elevasi ACS segemenST-segmentelevation menerima fibrinolysis bandingkan dengan 7% menerima PCI primer.30,31 Oleh karena itu, banyak pasien tidak menerima awalnya terapi reperfusi . Alasan utama untuk tidak adanya terapi reperfusi bahwa kebanyakan pasien menunjukkan lebih dari 12 jam setelahnya waktu onset gejala.31 pengenalan dalam 12 jam pertama, alasan utama   gagalnya pasien untuk menerima fibrinolysis adalah kontraindikasi dari stroke sebelumnya.30 Persen dari pasien yag dapat dipilih menerima terapi reperfusi adalah indikator kualitas pelayanan pasien dengan MI27 ( lihat tabel 16–3).
“ Door-To-Needle Time,” waktunya dari presentasi untuk mulai terapi fibrinolitik, adalah indikator kualitas lain 27 ( lihat tabel 16–3). Dimana ACC/AHA merekomendasikan petunjuk "door-to-needle time" kurang dari 30 menit, rata-rata pada Amerika Serikat saat ini kira-kira 37 menit.31 Oleh karena itu, para profesional pelayanan kesehatan dapat bekerja untuk memendekkan pengaturan waktu.

ASPIRIN

Berdasarkan pada beberapa percobaan random, aspirin telah menjadi agen antiplatelet yang lebih disukai dalam perawatan dari semua ACSs.2,3 Awal aspirin diberikan pada semua pasien tanpa kontraindikasi dalam 24 jam pertama 24 jam masuk rumah sakit adalah suatu indikator kualitas pelayanan 27 ( lihat tabel 16–3). Efek Antiplatelet  aspirin adalah mediator  yang menghambat sintesis thromboxane A2 melalui inhibisi irreversible platelet cyclooxygenase-1.32 Diikuti pemberian formulasi aspirin selaput non enterik (non-enteric-coated), yang dengan cepat (< 10 menit) menghalangi produksi thromboxane A2 dalam platelets itu. Aspirin juga mempunyai tindakan anti inflammasi, yang mengurangi protein reaktif -C dan juga dapat berperan untuk efektivitas dalam ACS.32 Pada pasien yang mengalami PCI, aspirin mencegah keadaan oklusi thrombosis akut selama prosedur .
Studi Infarct Survival Internasional Kedua  ( Isis-2), Yang mempelajari dampak streptokinase dan aspirin (162.5 mg/hari) tunggal atau kombinasi, adalah menonjolkan percobaan klinis dengan meyakinkan menunjukkan nilai aspirin pada pasien dengan elevasi ACS segmen ST.33 Dalam percobaan ini ( n= 17,187), pasien yang menerima aspirin menunjukka resiko lebih rendah 35 hari mortalitas vaskuler vaskuler bandingkan dengan placebo ( 9.4% versus 11.8%; p <. 0001). Penggunaan aspirin tidaklah dihubungkan dengan peningkatan pendarahan mayor, walaupun timbulnya pendarahan minor telah ditingkatkan.
Lagipula, kombinasi aspirin streptokinase lebih mengurangi  mortalitas dibandingkan dengan placebo, seperti halnya dibandingkan dengan agen tunggal, dengan demikian menyoroti efek aditip kombinasi terapi antithrombosis. Oleh karena perannya penting dalam  perawatan pasien MI, aspirin diatur dalam 24 jam pertama masuk pintu rumah sakit pada pasien tanpa kontraindikasi adalah suatu indikator kualitas pelayanan.27 ( lihat tabel 16–3).
Pada pasien yang mengalami ACS, suatu dosis awal equivalen dengan lebih besar dari 160 mg aspirin nonenteric adalah diperlukan untuk mencapai suatu inhibition platelet cepat 32,33 ( lihat tabel 16–4). Dosis pertama ini dapat dikunyah dalam rangka mencapai konsentrasi darah tinggi dan inhibisi platelet secara cepat .2,3 Dugaan mengunyah aspirin datang dari penggunaan dari suatu formula aspirin yang enteric-coated dalam ISIS-2 percobaan dalam rangka pemecahan mantel yang enteric untuk memastikan effek.33
Data yang mendorong lebih cepat menyatakan bahwa walaupun suatu dosis awal 160 sampai 325 mg diperlukan, terapi jangka panjang dengan dosis 75 sampai 150 mg sehari adalah sama  efektif seperti  dosis lebih tinggi dan dosis itu kurang dari 325 mg sehari dihubungkan dengan suatu tingkat lebih rendah dari pendarahan.34,35 Tingkat Pendarahan mayor dihubungkan dengan pemberian aspirin kronis dalam dosis kurang dari 100 mg/hari adalah 1.1%, sedangkan frekwensi dengan dosis lebih dari 100 mg/hari 1.7%.35 Oleh karena itu, suatu dosis pemeliharaan sehari 75 sampai 160 mg direkomendasikan dalam rangka menghalangi 10% dari total penyatuan platelet yang diperbaharui setiap hari.2
Walaupun beresiko pendarahan mayor, terutama sekali pendarhan gastrointestinal, nampaknya mengurangi  penggunaan dengan aspirin dosis rendah,32 aspirin dosis rendah, dipakai secara berkesinambungan, bukanlah bebas dari efek samping. Pasien harus dinasihati pada resiko pendarahan yang potensial.34,36 Dalam rangka memperkecil resiko pendarahan, penggunaan aspirin dengan agen lain dapat mempengaruhi pendarahan, mencakup clopidogrel andwarfarin, harus dihindarkan, kecuali jika kombinasi secara klinis ditandai dan peningkatan resiko pendarahan telah dipertimbangkan dalam evaluasi manfaat yang potensial menggunakan kombinasi seperti itu. Gangguan gastrointestinal lain  mencakup salah cerna dan kemuakan, adalah jarang ketika aspirin dosis rendah digunakan.32
ACC/AHA STE merekomendasikan petunjuk secara khusus ibuprofen itu tidak diatur secara reguler untuk penghilangan sakit yang secara bersamaan dengan aspirin dalam kaitan dengan interaksi obat dilaporkan dengan aspirin dimana ibuprofen menghalangi efek antiplatelet aspirin.3 Akhirnya, walaupun beberapa perhatian telah dinyatakan mengenai kemungkinan meningkatnya resiko strok hemorrhagic dalam pemakaian aspirin,37 resiko ini nampak sangat kecil dan lebih berat dengan manfaat dalam mengurangi resiko strok ischemic dan kejadian vaskular lain.38 Resiko strok hemorrhagic nampak minimal pada kontrol tekanan darah cukup.14 Terapi Aspirin harus dilanjutkan dengan tidak dibatasi.

THIENOPYRIDINES
Clopidogrel direkomendasikan untuk diatur pada pasien dengan elevasi ACS segmen ST jika mereka mempunyai alergi aspirin 3 ( lihat tabel 16–4). Walaupun aspirin adalah efektif pengaturan ACS, ini merupakan inhibitor platelet lemah yang menghalangi agregasi platelet hanya melalui satu jalur. Thienopyridines clopidogrel dan ticlopidine adalah agen antiplatelet mediator efek antiplatelet mereka melalui blokade reseptor ADP pada platelets.39 Sebab ticlopidine dihubungkan dengan kejadian neutropenia yang memerlukan sering dimonitor jumlah sel darah lengkap (CBC) selma 3 bulan pertama penggunaan,40 clopidogrel adalah lebih disukai thienopyridine untuk pasien ACS dan PCI .
Walaupun clopidogrel dan ticlopidine belum dipelajari sebagai monotherapy untuk elevasi ACS segmen ST, penggunaan mereka sebagai suatu alternatif, agen second-line untuk pasien yang alergi pada aspirin nampak layak. Kemanjuran mereka sebagai antiplatelet agen tunggal digunakan tanpa aspirin telah menunjukkan dalam berbagai pengaturan, mencakup UA,41 dan dalam pencegahan sekunder dari kejadian vaskuler pada pasien dengan MI terbaru, strok, atau symptom sakit vaskuler perifer.42 Studi yang mengevaluasi kombinasi clopidogrel dengan aspirin pada pasien dengan elevasi ACS segmen ST  sedang berlanjut.
Dalam posisi ini, kombinasi clopidogrel dan aspirin harus disediakan untuk pasien elevasi ACS segmen non-ST dan pasien yang mengalami PCI.2,21 Amore memerinci diskusi pengaturan clopidogrel pada pasien yang mengalami PCI dapat ditemukan bagian.15. Untuk PCI, clopidogrel diatur 300 sampai 600-mg dosis loading yang diikuti 75 mg/hari dosis pemeliharaan, pada kombinasi dengan aspirin, untuk mencegah subacute stent trombosa dan kejadian jangka panjang seperti end point yang dikombinasikan dari kematian, MI, atau membutuhkan kondisi pengulangan PCI.2,21 Efek samping clopidogrel yang sering terjadi adalah kemuakan, muntah, dan diarrhea, yang terjadi kira-kira 5% pada pasien. Yang jarang, purpura thrombocytopenic thrombotic telah dilaporkan dengan clopidogrel.40 Akibat sampingan clopidogrel serius adalah pendarahan, yang akan dibahas secara lebih detil pada bagian “ Farmakoterapi untuk Elevasi Segmen Non-ST".

INHIBITOR RESEPTOR GLYCOPROTEIN IIB/IIIA
Abciximab adalah suatu first-line inhibitor reseptor GP IIb/IIIa untuk pasien yang mengalami PCI primer 3,21,43 yang belum menerima fibrinolytics. Itu harus tidak diatur untuk manajemen medis pasien elevasi ACS segmen ST yang tidak akan mengalami PCI. Abciximab lebih disukai pada eptifibatide dan tirofiban dalam pengaturan ini sebab abciximab adalah yang paling umum inhibitor reseptor GP IIb/IIIa  dipelajari dalam perlakuan PCI primer.3,21,43 Abciximab, dalam kombinasi dengan aspirin, suatu thienopyridine, dan UFH ( yang diatur sebagai infus untuk janga waktu prosedur), telah ditunjukkan untuk mengurangi resiko reinfarction 44,45 dan kebutuhan untuk pengulangan PCI  dalam percobaan klinis elevasi ACS segmen ST.
Dosis dan kontraindikasi untuk abciximab diuraikan tabel 16–4. Inhibitor reseptor GP IIb/III menghalangi akhir jalur umum dari agregasi platelet yakni, cross-linking platelets oleh jembatan fibrinogen antara reseptor GP IIb dan IIIa pada permukaan platelet. Abciximab secara khas dimulai  pada saat PCI, dan infus dilanjutkan untuk 12 jam. Pengaturan inhibitor reseptor GP IIb/IIIa meningkatkan resiko pendarahan, terutama jika itu diberikan dalam pengaturan terbaru (< 4 jam) penentuan dari terapi fibrinolityc.43-45 Suatu mediator immun thrombocytopenia  terjadi kira-kira 5% dari pasien.
Beberapa Percobaan menyatakan bahwa awal pengaturan abciximab mengakibatkan awal pembukaan arteri coronari, pembuatan PCI primer yang lebih mudah untuk intervensi kardiologi. Percobaan klinis yang dilakukan sampai saat ini menyatakan bahwa kombinasi awal peresepan suatu dosis yang mengurangi suatu agen fibrinolytic dalam kombinasi dengan abciximab tidak mengurangi mortalitas dan meningkatkan resiko pendarahan, mencakup intracranial hemorrhage, pada pasien lebih tua dengan elevasi ACS segmen ST.44,45 Tambahan percobaan klinis mengkombinasikan terapi antithrombotic untuk elevasi segmen ST pasien PCI  adalah berkelanjutan.

ANTIKOAGULAN
UFH, mengatur sebagai infus berlanjut, adalah suatu first-line pencegah pembekuan darah untuk perawatan pasien dengan elevasi ACS segmen ST, kedua untuk terapi medis dan untuk pasien yang mengalami PCI.3,21 UFH mengikat kepada antithrombin dan kemudian faktor penggumpal Xa dan IIa ( thrombin). Terapi antikoagulan  harus dimulai dalam bagian emergency dan dilanjutkan untuk 24 jam atau lebih panjang pada pasien yang akan mengatasi kesulitan untuk menerima antikoagulan kronis warfarin mengikuti MI akut. Di Amerika Serikat, UFH secara khas dilanjutkan sampai pasien telah mengalami PCI selama opname untuk elevasi ACS segmen ST. Pendosisan UFH diuraikan tabel 16–4. Dosis infus UFH  disesuaikan sering pada target aktivasi masa thromboplastin parsial ( aPTT) ( lihat tabel 16–4).
Ketika membantu pengaturan dengan suatu fibrinolytic, aPTTs atas cakupan target dihubungkan dengan suatu peningkatan tingkat pendarahan, sedangkan aPTTs di bawah cakupan target dihubungkan dengan peningkatan mortalitas dan reinfarction.47 UFH dihentikan dengan seketika setelah prosedur PCI.
Suatu studi meta-analysis random kecil dari 1970s dan 1980s menyatakan bahwa UFH mengurangi mortalitas kira-kira 17%.3  Efek lain antikoagulan yang menguntungkan adalah pencegahan strok cardioembolic, seperti halnya thromboembolism vena, dalam pasien MI.3 Jika suatu agen fibrinolytic diatur, UFH diberi secara serentak dengan alteplase, reteplase, dan tenecteplase, tetapi UFH tidaklah diatur pada pasien yang menerima agen non-fibrin-selective streptokinase sebab tidak ada manfaat terapi kombinasi yang dapat ditunjukkan.48 Tingkat reinfarction adalah lebih tinggi jika UFH tidak diberikan dalam kombinasi dengan agen selektif fibrin
Di samping pendarahan, efek samping UFH yang paling  sering adalah suatu disorder pertahanan mediator penggumpal, thrombocytopenia induksi heparin , yang terjadi diatas 5% pada pasien yang ditetapakan dengan UFH. Thrombocytopenia induksi Heparin adalah lebih sedikit umumnya pada pasien yang menerima heparin bobot molecul rendah ( LMWHs).
LMWHs belum dipelajari dalam pengaturan PCI primer. LMWHs, seperti UFH, mengikat antithrombin dan penghalang faktor Xa dan IIa. Bagaimanapun, karena komposisi kebanyakan panjang rantai sacharida pendek, mereka secara istimewa menghalangi faktor Xa diatas faktor IIa, yang memerlukan panjang rantai lebih besar untuk mengikat dan menghambat. Data yang terbatas, terutama dengan enoxaparin, menyatakan bahwa LMWHs mungkin suatu alternatif pada UFH. Data disatukan dari yang lebih rendah dari percobaan elevasi ACS segmen ST  menyatakan bahwa enoxaparin dihubungkan dengan keselamatan serupa dan mengurangi reinfarction ketika membantu pengaturan dengan fibrinolytics ( dan aspirin).50 Suatu percobaan lebih besar yang mengevaluasi enoxaparin versus UFH dalam kombinasi dengan fibrinolytics untuk elevasi ACS segmen ST sedang berlanjut.

NITRAT
Satu tablet SL nitrogliserin ( NTG)  harus diresepkan tiap 5 menit untuk tiga dosis untuk membebaskan myocardial ischemia. Jika pasien sebelumnya telah meresepakan sublingual NTG dan ischemic dada berdebar persisten untuk lebih dari 5 menit setelah dosis pertama, pasien harus diperintahkan untuk menghubungi jasa medis emergency sebelum self-administering dosis yang berikut dalam rangka aktivasi pelayanan keadaan darurat lebih cepat. IVNTG kemudian harus diaktifkan pada semua pasien dengan  ACS  yang tidak mempunyai kontraindikasi  dan yang mempunyai gejala ischemic persisten, kegagalan jantung, atau tekanan darah tak terkendalikan, dan harus dilanjutkan kira-kira 24 jam setelah ischemia adalah pelepasan 3 ( lihat tabel 16–4).
Penting, terapi lain penyelamatan hidup, seperti inhibitor ACE atau â- blockers, harus tidak witheld sebab manfaat mortalitas dari nitrat adalah tidak terbukti. Nitrat mempromosikan pelepasan oksida berisi nitrat dari endothelium, yang mengakibatkan  vasodiltasi vena dan arteri. Vasodilatasi menurunkan preload dan permintaan oksigen myokardial. Vasodilatasi arteri dapat menurunkan tekanan darah lebih rendah, dengan begitu mengurangi  permintaan oksigen myocardial. Vasodilatasi  arteri juga membebaskan vasospasm arteri coronaria, pelebaran aretri coronaria untuk meningkatkan aliran darah myocardial dan oksigenasi. Nitrat memainkan suatu peran terbatas dalam perawatan pasien ACS karena dua percoban, kegagalan percobaan klinis random pada tingkat mortalitas untuk IV yang diikuti dengan terapi nitrat oral dalam MI akut.51,52 Efek samping nitrat yang paling signifkant adalah tachycardia, flushing, sakit kepala, dan hypotensi. Pemberian Nitrat adalah kontraindikasi pada pasien yang sudah menerima inhibitor -5 Fosfodiesterase oral, seperti sildenafil dan vardenafil dalam 24 jam sebelumnya dan tadalifil dalam 48 jam sebelumnya.

â- BLOCKERS
Dosis bolus IV  atau dosis â- bloker oral harus diatur awal pemeliharaan pasien dengan elevasi ACS segmen ST dan kemudian â- bloker oral dilanjutkan dengan tak terbatas. Awal peresepan  â- bloker dalam 24 jam pertama opname pada pasien yang tidak kontraindikasi adalah suatu indikator kualitas pelayanan 27 ( lihat tabel 16–3). Dalam ACS, manfaat â- blockers menghasilkan sebagian besar blokade kompetitif ditempat reseptor α-1-adrenergic pada myocardium. α-1-Blokade menghasilkan suatu pengurangan dalam heart rate (HR), myocardial contractilas, dan tekanan darah, mengurangi permintaan oksigen myocardial. Sebagai tambahan, pengurangan dalam HR meningkatkan masa diastolic, dengan begitu meningkatkan pengisisan ventricular dan perfusi arteri coronaria.53 Sebagai hasil efek ini, â- blockers mengurangi resiko untuk ischemic kumat, ukuran infarct, resiko reinfarction, dan kejadian ventricular arrhythmias dalam jam dan hari yang mengikuti MI.53
Hal menarik percobaan klinis sudah menetapkan peran awal terapi â- bloker dalam mengurangi mortalitas MI. Kebanyakan percobaan telah dilakukan 1970s dan 1980s sebelum penggunaan rutin awal terapi reperfusi. Dalam Studi Internasional Infarct Survival yang Pertama ( Isis-1), 16,027 pasien yang dicurigai MI random dengan atenolol 5 sampai 10 mg IV yang diikuti oleh atenolol 100 mg oral sehari untuk 7 hari atau tidak ada treatment.54 Setelah 7 hari, kematian vaskuler telah dikurangi 15%( p<.04).Manfaat nyata setelah 1 hari perawatan( p<.003), mencerminkan kemampuan â- blockers untuk mencegah awal reinfarction dan kematian. Dalam percobaan Metoprolol Di dalam Myocardial Akut Infarction ( MIAMI), 5778 pasien yang dicurigai MI random metoprolol IV yang diikuti dengan metoprolol IV atau placebo, dan mortalitas telah dikurangi dari 4.9% sampai 4.3%55( p= N), dan kejadian awal kemajuan pada Q-wave MI juga telah dikurangi ( p= 024).56
Data mengenai manfaat â- blockers dalam MI akut dalam masa reperfusion diperoleh sebagian besar dari Thrombolysis dalam perlakuan Myocardial Infarction ( TIMI).57 Dalam percobaan ini, pasien dengan elevasi segmen ST yang random dimana metoprolol IV untuk diberikan secepat mungkin mengikuti pengaturan fibrinolytic yang diikuti dengan metoprolol oral atau menunda metoprolol oral sampai hari 6. Awal pengaturan metoprolol telah dihubungkan dengan penurunan signifikant ischemia kumat dan awal reinfarction. Pasien yang menerima terapi fibrinolytic dalam 2 jam onset gejala menunjukkan manfaat yang terbesar dari awal metoprolol diberikan. Didaasarkan pada hasil  percobaan ini, awal pemberian â- blockers ( pada pasien tanpa kontraindikasi) dalam 24 jam pertama masuk rumah sakit adalah suatu standard kualitas pelayanan pasien 27 ( lihat tabel 16–3).
Efek samping awal pemberian â- blockers yang serius  adalah hypotension, bradycardia, dan heart block. Dimana awal pemberian akut â- blockers bukanlah sesuai dengan keberadaan pasien dengan kegagalan jantung decompensasi, inisiasi â- blockers dapat dicoba sebelum pelepasan rumah sakit kebanyakan pasien mengikuti pengobatan dari kegagalan jantung akut. Itu tidak bisa diremehkan bahwa diabetes mellitus tidak membuat kontraindikasi untuk â- blockers. Walaupun penggunaan â- blockers dapat menutup gejala hypoglycemia, kecuali yang berkeringat, penyakit gula sangat bermanfaat dari pemberian â-bloker sebab mereka beresiko tinggi dari kejadian kumat.53 Dalam pasien dimana suatu perhatian utama ada mengenai kemungkinan intoleransi untuk â- blockers, seperti pasien dengan penyakit obstruksi pulmonary kronis, suatu aksi pendek â- bloker, seperti metoprolol atau esmolol, harus resepkan dimulai dengan intravena 53 Dilanjutkan â- Blockers dengan tak terbatas.

PENGHAMBAT CHANEL KALSIUM

Pengaturan penghambat chanel kalsium dalam menentukan elevasi ACS segmen ST diberikan untuk pasien-pasien yang sudah kontraindikasi  â- blockers dan digunakan untuk pembebasan dari symptoms ischemic.3 Pasien-pasien yang ditentukan dengan penghambat chanel kalsium untuk perawatan hipertensi yang tidak menerima â- blockers dan yang tidak mempunyai kontraindikasi â- blockers harus dihentikan penghambat chanel kalsium dan dimulainya â- bloker. Pasien yang diberikan penghambat chanel bloker untuk pengobatan hipertensi yang tidak menerima â- blockers dan yang tidak mempunyai suatu kontraindikasi untuk â- blockers harus dihentikan pemakaian penghambat chanel kalsium dan dimulai dengan â- bloker. Penghambat chanel kalsium menghalangi influx kalsium ke dalam myocardial dan sel otot vaskuler, menyebabkan vasodilatasi. Walaupun semua penghambat chanel kalsium menghasilkan vasodilatasi coronaria dan mengurangi tekanan darah, efek lebih lebih banyak antara agen. Dihydropyridine penghambat chanel kalsium ( contoh, amlodipine, felodipine, dan nifedipine) terutama menghasilkan efek anti ischemic mereka melalui vasodilatasi perifer dengan tidak ada efek klinis pada konduksi nodus atrioventricular ( AV) dan heart rate (HR). Diltiazem dan verapamil, pada sisi lain, mempunyai efek anti-ischemic tambahan dengan mengurangi kontraktilitas dan konduksi nodus AV dan melambatkan denyut jantung (HR).58
Urutan data mendorong manfaat kecil pada hasil klinis diluar penghilangan gejala untuk dihydropyridine penghambat chanel kalsium dalam pengaturan ACS.58 Lebih dari itu, penggunaan generasi pertama dihidropyridine short-acting, seperti nifedipine, harus dihindarkan sebab mereka memperlihatkan hasil bertambah buruk melalui inotropic negatif mereka, menginduksi aktivasi refleks simpatik, tachycardia, dan meningkatkan iskemia.58
Walaupun percobaan lebih awal mengusulkan verapamil itu dan diltiazem dapat memberikan manfaat meningkatkan pemilihan pasien, Infarction Trial of European Research Collaborators Evaluating Prognosis Post-Thrombolysis (INTERCEPT) mempunyai keinginan untuk menggunakan diltiazem pada pasien yang menerima fibrinolytics.59 Dalam percobaan ini, penggunaan extended-release diltiazem tidak punya efek pada 6 bulan resiko kematian jantung yang 6-month, MI, atau ischemia kumat. Oleh karena itu, peran verapamil atau diltiazem nampak terbatas pada pembebasan gejala yang berhubungan ischemia atau mengendalikan HR pada pasien dengan supraventricular arrhythmias untuk yang  kontraindikasi â- blockers adalah atau ineffektif.2,3
Efek samping dan kontraindikasi penghambat chanel kalsium diuraikan tabel 16–4. Verapamil, diltiazem, dan dihydropyridine generasi pertama juga harus dihindarkan pasien dengan kegagalan decompensated akut atau kelaianan LV sebab mereka dapat menambah buruk kegagalan jantung dan berpotensi meningkatkan mortalitas sekunder pada efek inotrofik negatif mereka. Pada pasien dengan kegagalan jantung yang menuntut perawatan dengan penghambat chanel kalsium, amlodipine adalah agen yang lebih disukai.60,61
Dua kelompok pasien dapat dari penghambat chanel kalsium sebagai lawan  â- blockers seperti terapi awal. Cocaine menginduksi ACS dan ( atau Prinzmetal’s) angina adalah dua kondisi di mana vasospasm coronaria memainkan peranan penting.2,3,58 Penghambat chanel kalsium dan/atau NTG biasanya dipertimbangkan agen pilihan pada pasien-pasien ini sebab mereka dapat membalikkan kejang coronaria oleh pengaruh relaksasi otot polos di dalam arteri coronaria. Di dalam kontras, â- blockers secara umum harus dihindarkan pada pasien-pasien ini kecuali jika ada kontraksi sinus takikardia yang tak terkendali (>100 detakan per menit) atau kejang hipertensi yang tak terkendali  (tekanan darah systolic lebih besar dari 150 juta Hg) diikuti penggunaan obat bius kokain sebab â- blockers benar-benar dapat menambah buruk vasospasm sampai tak dihambat efek â 2-blocking pada sel otot polos.2
AWAL FARMAKOTERAPI UNTUK ELEVASI ACS SEGMEN NON-ST
Secara umum, awal farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen non ST ( lihat Buah ara. 16–3) adalah serupa untuk yang elevasi ACS segmen ST dengan empat pengecualian:
1. Terapi Fibrinolytik tidaklah diberikan.
2. Clopidogrel harus diberikan, sebagai tambahan terhadap aspirin, pada kebanyakan   pasien.
3. Blokade reseptor GP IIb/IIIa diberikan pada pasien beresiko tinggi untuk terapi medis seperti halnya untuk pasien PCI.
4.Tidak ada indikator kualitas baku untuk pasien dengan elevasi ACS segmen non-ST yang tidak didiagnosa dengan MI.
Menurut petunjuk praktek ACC/AHA elevasi ACS segmen non-ST, awal farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen non–ST harus meliputi intranasal oksigen ( jika kejenuhan oksigen adalah < 90%), SL yang diikuti oleh NTG IV, aspirin, suatu â- bloker IV, dan UFH atau, lebih disukai LMWH. Morfin juga diatur pada pasien dengan angina refraktory, seperti diuraikan sebelumnya. Agen ini harus diatur awal, selagi pasien masih dalam bagian emergency. Pengturan dosis dan kontraindikasi untuk SL dan NTG IV, aspirin, â- blockers IV, UFH, dan LMWHs terdaftar pada tabel 16–4.2,26

TERAPI FIBRINOLITIK
Terapi Fibrinolitik tidak diindikasikan pada pasien dengan elevasi ACS segmen non-ST, bahkan mereka yang positif penanda biokimia (contoh, troponin) yang mengindikasikan infarction. Sebab resiko kematian dari MI lebih rendah pada  dengan elevasi ACS segmen non-ST, sedangkan resiko untuk life-threatening efeknya kurang baik, seperti intracranial hemorrhage, dengan fibrinolytics adalah serupa antara pasien dengan elevasi ACS segmen ST dan elevasi ACS segmen non-ST, resiko dari terapi fibrinolytic lebih berat dibanding manfaat untuk pasien elevasi ACS segmen non-ST. Sesungguhnya, peningkatan mortalitas telah dilaporkan dengan fibrinolytics dibandingkan dalam percobaan klinis denagn kontrol  di mana fibrinolytics telah diberikan pada pasien dengan bukan elevasi ACS segmen ST ( pasien normal atau depresi segmen ST  ECGs).14

ASPIRIN
Aspirin mengurangi resiko kematian atau mengembangkan MI sekitar 50% (dibandingkan dengan tidak ada terapi antiplatelet) pada pasien dengan elevasi ACS segmen non-ST.34 Oleh karena itu, aspirin tinggal batu penjuru awal perawatan untuk semua ACSs. Dosis aspirin untuk elevasi ACS segmen non-ST adalah sama seperti untuk elevasi ACS segmen ST ( lihat tabel 16–4). Aspirin dilanjutkan dengan tak terbatas.



TIENOPYRIDINE
Untuk pasien dengan elevasi segmen non-ST, penambahan clopidogrel dimulai pada hari pertama opname 300 sampai 600-mg dosis loading diikuti hari berikut  75 mg/hari dengan oral direkomendasikan untuk kebanyakan pasien.2 Walaupun penggunaan aspirin dalam ACS agen utama terapi antiplatelet, morbiditas dan mortilitas diikuti ACS tinggi. Peneliti menyelidiki ya atau tidaknya kombinasi dua agen antiplatelet oral dengan mekanisme tindakan berbeda, aspirin dan clopidogrel, yang menghasilkan manfaat klinis tambahan pada penggunaan aspirin tunggal. Kemanjuran Dan Keselamatan dari duel terapi antiplatelet ini telah ditunjukkan dalam percobaan Clopidogrel Unstable
Angina to Prevent Recurrent Events (CURE).62 Dalam CURE, 12,562 pasien dengan angina tidak stabil atau NSTEMI random pada sutau dosis loading 300 mg clopidogrel yang diikuti dosis sehari 75 mg atau placebo sebagai tambahan terhadap aspirin untuk jangka waktu 9 bulan. Clopidogrel mengurangi resiko kematian yang dikombinasikan dari penyebab kardiovaskuler, nonfatal MI, atau strok dari 11.4% sampai 9.4% yang dibandingkan dengan placebo, sebagian besar melalui pengurangan dalam resiko MI. Mortalitas kardiovaskuler adalah sama antara kelompok. Sebab studi ini telah diselenggarakan terutama di Canada dan di Eropa, Pasien secara rutin tidak mengalami evaluasi angiographic, dan lebih sedikit dari 50% pada pasien yang cepat mengalami PCI. Walaupun analisa berikutnya pasien bukan elevasi segmen-ST pasien  mengalami PCI\63 mengusulkan manfaat untuk penggunaan clopidogrel diperpanjang pada pasien ini, applicabilitas dari hasil ini terbatas oleh alam penelitian dan penggunaan yang rendah dari antagonis reseptor GP IIb/IIIa, mempertimbangkan standard pelayanan PCI di Amerika Serikat. Sebagai tambahan, tidak ada manfaat statistik menunjukkan untuk pengurangan kejadian antara 30 hari dan 1 tahun. Pengaturan clopidogrel sedikitnya 30 hari pada pasien yang mengalami intracoronary stenting adalah suatu standar pengawasan.21
Hasil dari suatu percobaan kedua pada pasien PCI, percobaan Clopidogrel untuk Pengurangan Peristiwa Selama Pengamatan ( CREDO),64 di mana pasien yang diperlakukan dengan clopidogrel jangka panjang (1 tahun), yang menunjukkan resiko kematian lebih rendah dari MI , atau strok, dibandingkan dengan pasien yang hanya menerima 28 hari clopidogrel ( 8.5% verus 11.5%; p= . 02). Bagaimanapun, penafsiran studi ini terbatas dalam arti bahwa kelompok kontrol tidak menerima dosis loading clopidogrel pada hari pertama. Ya atau tidaknya pengobatan dengan clopidogrel harus diperluas untuk lebih dari 1 tahun yang saat ini diselidiki suatu percobaan random besar. Oleh karena itu, berdasarkan pada hasil tiga  klinis ini, clopidogrel ditandai sedikitnya 9 bulan pada pasien elevasi ACS segmen non-ST yang tidak mengalami PCI atau CABG ( manajemen medis) dan untuk sedikitnya 30 hari pada pasien menerima bare metal intracoronary stents.
Perhatian utama bila kombinasi dua agen antiplatelet adalah meningkatkan resiko pendarahan. Dalam CURE, resiko pendarahan utama telah ditingkatkan pada pasien yang menerima clopidogrel plus aspirin bandingkan dengan aspirin tunggal ( 3.7% (me)lawan 2.7%; p= . 001).62 Suatu post-hoc analisa CURE mengungkapkan bahwa tingkat pendarahan utama tergantung pada dosis aspirin dan menunjukkan bahwa dosis setara dengan atau kurang dari 100 mg sehari mengurangi resiko pendarahan dengan kemanjuran sama bila dibandingkan dengan doses.65 lebih tinggi Oleh karena itu, menggunakan suatu dosis aspirin rendah ( 75–100 mg/ hari) untuk terapi pemeliharaan direkomendasikan bila aspirin digunakan kombinasi dengan clopidogrel.
Pada pasien yang mengalami CABG, pendarahan mayor meningkat pada pasien yang mempunyai prosedur dalam 5 hari penghentian clopidogrel ( 9.6% versus 6.3%; p= . 06) tetapi bukan pada pasien yang diberhentikan clopidogrel lebih dari 5 hari sebelum prosedur.62 Aspirin dilanjutkan setelah CABG. Oleh karena itu, pada pasien membuat jadwal CABG, clopidogrel harus ditahan sedikitnya 5 hari dan lebih disukai 7 hari sebelum prosedur.2
Pemilihan waktu mulainya clopidogrel untuk pasien yang dengan keberadaan elevasi ACS segmen non ST adalah kontroversial. Walaupun telah jelas clopidogrel itu harus diaktifkan secepat mungkin pada pasien yang diperlakukan dengan suatu strategi nonintervensi atau pada pasien yang mempunyai kontraindikasi pada aspirin, kebutuhan untuk menunda CABG untuk 5 sampai 7 hari clopidogrel berikut telah membawa banyak orang untuk menyatakan bahwa pemberian clopidogrel harus ditunda sampai angiography coronaria dilakukan dan kebutuhan akan CABG dikeluarkan. Ini terutama sekali relevan di pusat di mana menunggu waktu untuk CABG kurang dari 5 hari. Bagaimanapun, data yang ada juga menyatakan bahwa awal perawatan dengan clopidogrel sebelum angiography dilakukan mengurangi banyaknya peristiwa kardiovaskuler yang mengikuti prosedur.64 Oleh karena itu, yang lain sudah mendukung perluasan penggunaan dari awal clopidogrel dalam semua pasien  mengalami elevasi ACS segmen non-ST.
Suatu yang pragmatis namun pendekatan berdasarkan tanpa bukti memusat di mana pasien dapat mengalami angiography coronaria dalam 24 jam masuk rumah sakit, adalah layak untuk menunggu sampai setelah angiography dilakukan dan itu telah ditentukan bahwa suatu CABG tidak akan dilakukan sebelum clopidogrel diberikan.2

INHIBITOR RESEPTOR GLIKOPROTEIN IIB/IIIA
Pengaturan tirofiban atau eptifibatide direkomendasikan untuk pasien beresiklo tinggi elevasi ACS segmen non-ST sebagai terapi medis tanpa direncanakan revascularisasi, dan persepan baik abciximab maupun  eptifibatide direkomendasikan untuk pasien elevasi ACS segmen non-ST  yang mengalami PCI. Pemberian tirofiban atau eptifibatide juga diindikasikan pada pasien dengan berkelanjutan atau ischemia kumat di samping perawatan dengan aspirin dan suatu antikoagulan.2 Perbedaan Dan Persamaan farmakologic antara inhibitor reseptor GP IIb/IIIa ditinjau pada bab.15. Seperti dibahas bab.15, keuntungan-keuntungan inhibitor reseptor GP IIb/IIIa dalam PCI sungguh terbentuk baik, dan mereka dipertimbangkan agen first-line untuk mengurangi resiko reinfarction dan kebutuhan akan pengulangan PCI.2
Dua percobaan klinis besar menyoroti peran mereka dalam pengaturan ACS dan PCI. Dalam Platelet Glycoprotein IIb/IIIa dalam Angina tidak stabil: percobaan Receptor Suppression Using Integrilin Therapy (PURSUIT) ( n= 10,948), eptifibatide yang ditambahkan ke aspirin dan UFH dan dilanjutkan untuk  72 jam mengurangi end point kematian atau MI yang dikombinasikan pada 30 hari (14.2% versus 15.7%)  yang dibandingkan dengan aspirin dan UFH tunggal.66 Dalam studi Platelet Receptor Inhibition in Ischemic Syndrome Management in Patients Limited by Unstable Signs and Symptoms (PRISM-PLUS) ( n=1915), tirofiban yang ditambahkan pada aspirin dan UFH  dan dilanjutkan untuk sampai 72 jam mengurangi tingkat kematian, MI, atau ischemia refraktory pada 7 hari bandingkan dengan aspirin dan UFH sendiri.67 Bagaimanapun, dalam ini dan percobaan lain inhibitor GP IIb/IIIa untuk elevasi ACS segmen non-ST manfaatnya terbatas pada pasien yang mengalami PCI dan bukan mereka yang diperlakukan tanpa terapi intervensi.68
Konsep ini telah terbukti dalam percobaan IV Global Use of Strategies to Open Occluded Arteries (GUSTO) ( n=7800), di mana terapi medis dengan abciximab dilanjutkan untuk 48 jam yang gagal untuk menunjukkan manfaat dan cenderung mengarah pada hasil yang diperburuk. Oleh karena itu, terapi medis dengan inhibitor reseptor GP IIb/IIIa disediakan untuk pasien beresiko tinggi, seperti mereka yang mempunyai troponin positif atau depresi segmen ST, dan pasien yang sudah melanjut atau ischemia kumat di samping terapi antitrombosis lain.2 Pasien yang mengalami PCI  percobaan ini menerima beberapa jam pada hari pra pengobatan dengan inhibitor reseptor GP IIb/IIIa sebelum meneruskan PCI.
Peran dari antagonis reseptor IIb/IIIa GP pada  pasien dengan elevasi ACS segmen non- ST  yang mengalami PCI juga telah dievaluasi dua percobaan klinis besar yang menggunakan blokade reseptor GP IIb/IIIa dimulai pada saat PCI. Dalam  Enhanced Suppression of the Platelet IIb/IIIa Receptor with Integrilin Therapy Trial (ESPRIT)( n= 1024), eptifibatide dikombinasi dengan aspirin dan UFH mengurangi tingkat kematian atau MI sampai 1 tahun pada pasien yang mengalami PCI.70 Keuntungan-Keuntungan perawatan dalam sub group ACS lebih dilafalkan dibandingkan dengan sub group angina stabil, dengan demikian menetapkan peran untuk eptifibatide dalam ACS pasien PCI.
Hanya satu percobaan yang telah membandingkan dua blokade reseptor GP IIb/IIIa satu sama lain. Dalam Do Tirofiban and ReoPro Give Similar Efficacy Outcomes Trial (TARGET), tirofiban, pada suatu dosis berbeda dari yang menggunakan PRISM-PLUS studi, telah dibandingkan dengan abciximab pada pasien yang mengalami PCI.71,72 Dalam sub group pasien dengan ACS, ada suatu pengurangan signifikant dalam gabungan dan poin kematian, nonfatal MI, atau kebutuhan untuk pengulangan PCI pada 30 hari pada pasien random untuk menerima abciximab dibandingkan dengan tirofiban ( 6.3% versus 9.3%).71
 Dimana manfaat yang kwantitatip 3% pengurangan resiko absolut telah dirawat pada 6 bulan, itu mendekati tapi  tidak signifkant secara statistik ( perbandingan resiko 1.19, abciximab lebih baik daripada tirofiban, 95% confidence internal 0.99–1.42).72 Oleh karena itu, dimana ada awal bermanfaat pada pengaturan abciximab, barangkali itu tidaklah didukung. Mengikuti TARGET, dosis tirofiban yang  digunakan dalam percobaan ditunjukkan tidak efektip pada penghambatan agregasi platelet selama prosedur PCI.73 Oleh karena itu, tirofiban tidak bisa direkomendasikan untuk PCI kecuali jika pasien telah diperlakukan dengan tirofiban untuk beberapa jam pada hari sebelum PCI penghambatan agregasi platelet yang dapat dipastikan. Jika inhibitor sel  GP IIb/IIIa diaktipkan saat pasien sedang menjalani prosedur itu, abciximab atau eptifibatide harus digunakan sebabn dosis tirofiban yang paling sesuai tidaklah diketahui pada sat ini.
Seperti ditekankan petunjuk ACC/AHA, keuntungan-keuntungan bloker reseptor GP IIb/IIIa adalah lebih besar pada pasien yang mengalami PCI. Suatu meta-analysis trbaru  menaksir bahwa 30 hasil sampingan ( baik kematian maupun  MI ) dicegah untuk tiap 1000 pasien diperlakukan dengan suatu blokade reseptor GP IIb/IIIa sebelum PCI, sedangkan hanya 4 peristiwa dicegah untuk  manajemen medis dari pasien elevasi ACS segmen ST yang menggunakan  blokade reseptor GP IIb/IIIa tanpa PCI.74 Ini diterjemahkan, dalam suatu jumlah diperlukan perlakuan 32 pasien untuk mencegah 1 peristiwa jika blokade reseptor GP IIb/IIIa diatur sebelum PCI dan 250 pasien untuk mencegah 1 peristiwa jika diatur seperti terapi medis tanpa PCI.74
Dosis dan kontraindikasi pada blokade reseptor GP IIb/IIIa  diuraikan tabel 16–4, dan efek samping umum diuraikan bagian terdahulu. Pemberian blokade reseptor GP IIb/IIIa intravena  dikombinasi dengan aspirin dan antikoagulan mengakibatkan pendarahan mayor meningkat 3.6%35 tapi tidak ada resiko meningkatkan intracranial hemorrhage dalam  tidak serentaknya  perawatan fibrinolytic. Resiko thrombocytopenia dengan tirofiban dan eptifibatide nampak  lebih rendah dari abciximab. Resiko Pendarahan nampak serupa antar agen. Bagaimanapun, pendarahan mayor dengan kombinasi aspirin, heparin, dan suatu  reseptor GP IIb/IIIa lebih tinggi ( kira-kira 3% sampai 4%) dibanding penggunaan heparin plus aspirin lebih (< 2%).

ANTIKOAGULAN
Baik UFH maupun LMWHs harus diatur pada pasien dengan elevasi ACS segmen non-ST. Terapi harus dilanjutkan untuk 48 jam atau sampai akhir angiography atau prosedur PCI. Pada pasien yang dimulai terapi warfarin, UFH atau LMWHs harus dilanjutkan sampai perbandingan normalisasi internasional ( INR) dengan warfarin adalah dalam range terapi. Data yang mendukung penambahan UFH pada aspirin berasal dari suatu meta-analysis enam percobaan randomi yang menunjukkan 33%re mengurangi resiko kematian atau MI pada 6 minggu dengan UFH ditambah aspirin bandingkan dengan aspirin tunggal.75 Satu percobaan membandingkan LMWH dalteparin ditambah aspirin dengan aspirin sendiri dan menemukan 60% pengurangan dalam kematian atau MI pada 6 hari.76 Tiga percobaan klinis sudah membandingkan UFH dengan LMWHs untuk manajemen medis NSTEACS.77-79 Dua percobaan dalam total kira-kira 7000 pasien menunjukkan  15% pengurangan dalam end point yang dikombinasikan dari kematian kematian, MI, atau ischemia kumat dengan enoxaparin dibandingkan dengan UFH.77,78 Satu percobaan dengan dalteparin kira-kira 1400 pasien menunjukkan hasil serupa antara dalteparin dan UFH.79 Hasil dari percobaan ini juga tidak menunjukkan resiko meningkatkan pendarahan mayor dengan LMWHs dibandingkan dengan UFH.77-79 Pendarahan minor, kebanyakan injeksi lokasi hematomas, telah ditingkatkan sebab LMWHs diberi dengan injeksi subkutan, sedangkan UFH diberi melalui infus berlanjut.77-79  Karena mengurangi tingkat kejadian dibandingkan dengan UFH, enoxaparin telah dikatakan seperti “ yang lebih disukai”  pada UFH di petunjuk praktek klinis ACC/AHA .
Sebelumnya, kekurangan data LMWHs pada pasien elevasi ACS segmen non-ST yang menjalani PCI telah membatasi penggunaan mereka dalam pengaturan ini. Secara tradisional, intervensi kardiologi memonitor derajat dari antikoagulan UFH menggunakan Aktivated Clotting Ttime ( ACT) berhubungkan dengan labortorium kateterizasi jantung. Karena LMWHs hanya mempunyai efek yang kecil meningkatkan ACT efek istimewa mereka pada aktivasi faktor inhibisi X , ACT tidak bisa digunakan untuk monitor LMW Hefikasi atau toxisitas. Satu percobaan besar enoxaparin klinis dibandingkan dengan UFH dalam pengaturan ini ditemukan kemanjuran serupa dengan resiko lebih tinggi pendarahan mayor dengan enoxaparin. Percobaan ini telah dipermalukan oleh sejumlah besar pasien yang menerima UFH dan enoxaparin. Pengarang menyimpulkan yang menggunakan enoxaparin mengurangi serupa dalam kematian atau MI dibandingkan pada UFH. Enoxaparin adalah suatu pilihan yang memungkinkan diberikan dan kemudian dilanjutkan sampai PCI, tetapi switching antara UFH dan enoxaparin harus dihindarkan.
Resiko pendarahan mayor dengan UFH atau LMWHs lebih tinggipada pasien yang menjalani angiography sebab ada dihubungkan resiko dari hematoma pada lokasi akses hematoma. Tingkat pendarahan mayor pada pasien ini kurang dari atau setara 2%. Resiko induksi thrombocytopenia heparin adalah lebih rendah dalam beberapa, tetapi tidak semua, percobaan klinis dengan LMWHs dibandingkan dengan UFH.
Karena LMWHs adalah eliminasi ginjal dan pasien dengan insuffisiensi ginjal biasanya dikeluarkan dari percobaan klinis, beberapa protokol praktek merekomendasikan UFH untuk pasien dengan tingkat clearence creatinine kurang dari 30 mL/min. ( clearence Creatinine dihitung didasarkan pada total berat badan pasien.) Bagaimanapun, rekomendasi terbaru untuk dosis loading enoxaparin pada pasien dengan clearence creatinine antara 10 dan 30 mL/min kini didaftarkan produk manufacturer’s label ( lihat tabel 16–4). Pemberian LMWHs harus dihindarkan dalam dialisis pasien. UFH dimonitor dan dosis disesuaikan pada target aPTT, sedangkan LMWHs diatur berdasarkan dosis berat. Informasi dosis lain dan kontraindikasi diuraikan tabel 16–4.

NITRAT

SL yang diikuti oleh NTG IV harus diatur untuk semua pasien dengan elevasi ACS segmen non ST dalam tidak adanya kontraindikasi ( lihat tabel 16–4). Mekanisme tindakan, dosis, kontraindikasi, dan efek samping adalah sama seperti diuraikan bagian “ Awal Farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen ST” di atas. NTG IV secara khas dilanjutkan kira-kira 24 jam yang mengikuti pembebasan ischemia. Mekanisme tindakan, dosis, kontraindikasi, dan efek kurang baik adalah sama seperti diuraikan bagian “ Awal Farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen ST” di atas.

â- BLOCKERS
IV yang diikuti dengan  â- blockers oral harus diatur untuk semua pasien dengan elevasi ACS segmen non ST dalam tidak adanmya kontraindikasi. Mekanisme tindakan, dosis, kontraindikasi, dan efek kurang baik adalah sama seperti diuraikan bagian “ Awal Farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen ST” di atas. â- Blockers dilanjutkan dengan tak terbatas.
Blokade Chanel Kalsium
Seperti diuraikan di atas, blokade chanel kalsium harus dihindarkan pada kebanyakan pasien dengan ACS. Peran mereka adalah suatu pengobatan second-line untuk pasien dengan kontraindikasi tertentu untuk â- blockers dan mereka yang mempunyai ischemia dilanjutkan di samping terapi  â- bloker dan nitrat. Mereka adalah suatu terapi first-line pada pasien dengan Prinzmetal’s angina vasospastic dan mereka yang mempunyai ACS berhubungan cocain. Pengaturan manapun amlodipine, diltiazem, atau verapamil adalah lebih disukai.2 Pemilihan Agen berdasarkan pada heart rate (HR) dan disfungsi LV ( diltiazem dan verapamil kontraindikasi pada pasien dengan bradycardia, blok jantung, atau kegagala jantung sistolik) diuraikan secara lebih detil pada bagian “ Awal Farmakoterapi untuk elevasi ACS segmen ST” di atas. Dosis dan kontraindikasi diuraikan tabel 16–4.

PENCEGAHAN SEKUNDER YANG MENGIKUTI MI
Tujuan jangka panjang menurut MI adalah untuk
1. Mengendalikan faktor resiko CHD yang dapat berubah
2. Mencegah pengembangan kegagalan jantung systolic
3. Mencegah MI kumat dan strok
4. Mencegah kematian, termasuk kematian jantung mendadak

Farmakoterapi telah membuktian untuk mengurangi mortalitas, kegagalan jantung, reinfarction, atau strok harus didahulukan sebelum pelepasan rumah sakit untuk pencegahan sekunder. Petunjuk dari ACC/AHA menyatakan bahwa mengikuti MI dari baik  elevasi ACS segmen ST maupun elevasi ACS segman non-ST, pasien harus menerima perawatan indefinit dengan aspirin,  â- bloker, dan inhibitor ACE.2,3 Untuk pasien dengan elevatsi ACS segmen non ST, kebanyakan perlu menerima clopidogrel, sebagai tambahan terhadap aspirin, untuk 9 bulan.2 Seleksi pasien juga akan diperlakukan dengan antikoagulan warfarin jangka panjang. Terapie lebih baru meliputi eplerenone, suatu antagois aldosterone. Untuk semua pasien ACS, perawatan dan kontrol faktor resiko dapat diubah seperti hipertensi, dyslipidemia, dan diabetes mellitus adalah penting. Kebanyakan pasien dengan CHD memerlukan terapi obat untuk hyperlipidemia, pada umumnya dengan suatu statin ( hydroxymethylglutaryl coenzyme suatu inhibitor reductase). Manfaat dan efek kurang baik dari perawatan jangka panjang dengan pengobatan ini dibahas secara lebih detil dibawah.

ASPIRIN
Aspirin mengurangi resiko kematian, MI kumat, dan strok yang mengikuti MI. Meresepkan aspirin pembebasan rumah sakit adalah suatu indikator kualitas dalam pasien MI 27 ( lihat tabel 16–3). Penilaian klinis aspirin dalam pencegahan sekunder ACS dan penyakit vaskuler lain telah ditunjukkan sejumlah besar percobaan klinis. Menurut MI, aspirin diharapkan untuk mencegah 36 peristiwa vaskuler per 1000 pasien yang diperlakukan untuk 2 tahun.32 Sebab manfaat agen antiplatelet tampak mendukung untuk sedikitnya 2 tahun yang mengikuti MI,34 semua pasien perlu menerima aspirin dengan tak terbatas, atau clopidogrel pada pasien dengan suatu kontraindikasi pada aspirin.2,3 Resiko pendarahan mayor dari terapi aspirin kronis kira-kira 2% dan terkait dengan dosis. Dosis aspirin  75 sampai 150 mg tidaklah lebih efektif dibanding dosis 160 sampai 325 mg dan mungkin menurunkan tingkat pendarahan. Oleh karena itu, dosis kronis 75 sampai 162 mg kini direkomendasikan.

CLOPIDOGREL
Untuk pasien dengan elevasi ACS segmen non-ST, clopidogrel mengurangi resiko dari  berkembangnya kematian, MI, atau strok. Manfaat utama dalam mengurangi tingkat MI.62  Petunjuk ACC/AHA  menyarankan terapi durasi 9 bulan2 karena ini adalah rata-rata jangka waktu perawatan dalam perlakuan CURE.62 Pasien yang mengalami suatu PCI dengan stent implantation dapat menerima clopidogrel untuk 12 bulan.64 Keuntungan terapi clopidogrel dalam PCI dibahas secara lebih detil di dalam bab. 15. Oleh karena resiko pendarahan dengan clopidogrel dan aspirin dosis lebih tinggi dari 100 mg, dosis rendah aspirin tidak perlu diatur.65 Walaupun tidak dipelajari secara rinci , jangka waktu terapi dengan clopidogrel ditambah aspirin lebih dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan banyak kejadian vaskulerkumat seperti strok, MI, atau ACS kumat. Sebagai tambahan, pasien dengan penyakit areterial perifer serentak atau CABG perawatan dapat bermanfaat dari terapi kombinasi dengan aspirin dan clopidogrel untuk mencegah kejadian CHD .42

ANTIKOAGULAN
Warfarin harus dipertimbangkan dalam memilih pasien yang diikuti ACS, mencakup pasien dengan suatu trombus ventricular kiri, pasien yang menunjukkan kelaianan gerakan dinding ventricular diperluas pada echocardiogram cardiac, dan pasien dengan riwayat penyakit thromboembolic atau fibrilasi atrial kronis.3 Lebih terperinci pembahasan mengenai penggunaan warfarin terdapat dalam Bab 19.
Oleh karena pentingnya formasi thrombus dalam patofisiologi ACS dan penemuan dari beberapa studi mengusulkan sisa thrombus di tapak dari terjadinya pecahan plaq berbulan-bulan mengikuti MI, antikoagulan, terutama  warfarin, telah menjadi subjek banyak percobaan klinis pada pasien dikiti ACS. Percobaan ini sudah menghasilkan bermacam-macam dan akibat plin-plan. Sebab intensitas antikoagulan bervariasi diantara percobaan, adalah penting untuk mempertimbangkan dg seksama intensitas antikoagulan saat menginterpretasikan percobaan ini.
Data dari dua percobaan random besar menunjukkan penggunaan rendah, fixed-dose warfarin ( berarti INR 1.4) yang dikombinasikan dengan aspirin 81 atau monoterapi antikoagulan intensitas rendah ( berarti INR 1.8)  tidak memberikan manfaat klinis signifikant dibandingkan dengan monoterapi aspirin tetapi dengan mantap meningkatkan resiko pendarahan utama. Oleh karena itu, terapi warfarin ditargetkan pada INR kurang dari 2 tidak bisa direkomendasikan untuk pencegahan peristiwa CHD sekunder yang mengikuti MI . Sesudah itu, dalam dua besar, percobaan-percobaan random, satu strategi tentang kombinasi antikoagulan intensitas intermediate (target INR 2–2.5) dengan aspirin dosis rendah mengurangi end point yang dikombinasikan dari kematian, MI, atau strok pada pasien yang mengikuti MI  dibandingkan dengan aspirin sendirian.
Antithrombotics dalam Pencegahan Sekunder Kejadian dalam thrombosis coronaria2 (ASPECT-2)83 dan studi re-infarction wafarin-2 (WARIS-2) melaporkan bahwa warfarin sendirian menargetkan untuk INR intensitas tinggi dan warfarin intensitas medium ditambah aspirin dosis rendah dimana sampai aspirin sendirian di dalam mencegah end point yang dikombinasikan dari kematian, MI, atau strok. Target INRs dalam monoterapi kelompok warfarin intensitas tinggi 3 sampai 483 dan 2.8 sampai 4.2,84 berturut-turut. Target INR dalam warfarin intensitas medium semakin efektif dan kelompok aspirin dosis rendah adalah 2 sampai 2.5 dalam kedua percobaan. Tidak ada perbedaan-perbedaan signifikant dalam kemanjuran  yang diamati antara kombinasi antikoagulan intensitas medium dan aspirin dosis rendah dan monotherapy anticoagulation intensitas tinggi .
Penggunaan warfarin dalam kombinasi dengan aspirin dihubungkan dengan resiko yang yang ditingkatkan dan pendarahan utama. Lagipula, pasien-pasien dalam kelompok warfarin dua sampai tiga kali lebih mungkin menghentikan perawatan mereka. Semenjak percobaan anlisa untuk suguhan, efek perawatan dari warfarin memungkinkan  lebih besar, tetapi resiko pendarahan jangka panjang bisa lebih besar juga. Suatu meta-analysis dari tujuh uji klinis dari pencegahan sekunder dengan aspirin, warfarin, dan kombinasi mengusulkan bahwa resiko dari kematian cardiovasculer, MI, atau strok dikurangi  3.3% ( pengurangan resiko absolut 15.9% versus 12.6%) dan melaporkan resiko pendarahan utama ditingkatkan 1.3% ( resiko absolut 3% versus 1.7%) untuk manfaat bersish 2%.85
Banyak orang mempertimbangkan ini bermanfaat untuk end point gabungan untuk perbandingan kecil dengan manajemen besar mengeluarkan warfarin dihubungkan dengan terapi, seperti monitor INR dan interaksi obat. WARIS-2  dan ASPECT-2 diselenggarakan di Negeri Belanda dan di Norwegia, dua negara-negara terkenal untuk kualitas program antikoagulan dan klinik, dengan demikian penyamarataan pembatasan penemuan. Lagipula, sebab suatu proporsi besar dari pasien ACS di Amerika Utara mengalami revascularisasi coronaria dengan stent berikut implementasi, pasien memerlukan suatu kombinasi aspirin dan clopidogrel untuk mencegah stent trombosa, terjadinya dependent platelet bahwa warfarin tidak secara efektif mencegah.86 Oleh karena itu, oleh karena kompleksitas tentang memanage antikoagulan yang ada, penggunaan dari warfarin mau tidak mau memperoleh penerimaan luas. Di samping keunggulan warfarin ditambah aspirin pada aspirin sendirian, itu tidaklah direkomendasikan saat ini sebagai regimen yang disukai oleh  petunjuk praktek asosiasi profesional dalam tidak adanya kondisi-kondisi untuk pasien yang terpilih yang dijelaskan sebelumnya.

â- BLOCKERS, NITRAT, DAN BLOKADE CHANEL KALSIUM
Petunjuk Perawatan yang ada merekomendasikan mengikuti ACS, pasien perlu menerima  â- bloker indefinitely 2,3 apakah mereka mempunyai sisa gejala angina atau tidak.87 Peresepan â-Bloker yang dikeluarkan dirumah sakit dalam tidak adanya kontraindikasi adalah indikator kulitas pelayanan 27 ( lihat tabel 16–3). Banyak data yang mendukung penggunaan â- blockers pada pasien dengan MI sebelumnya. Data dari tinjauan ulang  sistematis dari percobaan jangka panjang pada pasien dengan MI terbaru menunjukkan bahwa jumlah yang  memerlukan perlakuan 1 tahun dengan â- bloker untuk mencegah kematian hanya 84 pasien.88 Sebab manfaat dari â- blockers nampak pada perawatan sedikitnya 6 tahun mengikuti suatu MI,89 itu direkomendasikan bahwa semua pasien menerima â- blockers dengan tak terbatas dalam tidak adanya kontraindikasi atau intoleransi.2,3 Sekarang ini, tidak ada data yang mendukung keunggulan  â- bloker atas yang lain, walaupun hanya â-bloker dengan aktivitas simpatomimetik intrinsik yang telah ditunjukkan pada manfaat MI berikut acebutolol.90
Walaupun â- blockers harus dihindarkan pasien dengan kegagalan jantung decompensasi dari disfungsi sistolik LV komplikasi suatu MI, data percobaan klinis menyatakan bahwa ia adalah aman untuk memulai â- blockers sebelum rumah sakit membebaskan pada pasien ini sekali kegagalan jantung gejala mempunyai pecahan.91 Pasien ini benar-benar dapat manfaat lebih dari mereka yang tanpa disfungsi LV.92
Di samping manfaat yang banyak menunjukkan percobaan klinis, â- blockers masih secara luas underused, barangkali sebab clinicians takut bahwa pasien akan mengalami reaksi kurang baik, mencakup tekanan, kelelahan, dan disfunsi seksual.Tinjauan ulang percobaan sistematik terbaru yang mencakup lebih dari 35,000 pasien menunjukkan bahwa menahan terapi â- bloker yang demikian dalaqm suatu kelompok tidaklah ditemukan penyebab â- blockers tidak signifikant meningkatkan resiko depresi dan hanya sederhana meningkatkan resiko kelelahan dan disfungsi seksual.93
Pada pasien yang tidak bisa memaklumi atau mempunyai suatu kontraindiksi untuk  â- bloker, suatu blokade chanel kalsium dapat digunakan untuk mencegah gejala anginal tetapi tidak perlu digunakan secara rutin dalam tidak adanya symprom seperti itu.2,3,87 Akhirnya, semua pasien harus ditentukan  SL NTG jangka panjang atau spray NTG lidah untuk membebaskan gejala anginal bila perlu dan harus diinstruksikan untuk menggunakan itu.2,3 Terapi nitrat jangka panjang kronis belum menunjukkan mengurangi peristiwa CHD yang mengikuti MI. Oleh karena itu, NTG IV tidaklah diikuti secara rutin oleh terapi nitrat jangka panjang kronis, pada pasien ACS yang mengalami revascularisasi kecuali jika pasien mempunyai angina stabil kronis atau stenoses coronaraia signifikant yang bukan revascularisasi.87

INHIBITOR ACE DAN BLOKADE RESEPTOR ANGIOTENSIN
Inhibitor ACE harus diaktifkan dalam semua pasien yang mengikuti MI untuk mengurangi mortalitas, mengurangi reinfarction, dan mencegah pengembangan kegagalan jantung.2,3 Dosis dan kontraindikasi diuraikan tabel 16–4. Manfaat Inhibitor ACE pada pasien dengan MI hampir bisa dipastikan datang dari kemampuan mereka untuk mencegah jantung berubah bentuk. Mekanisme lain  diusulkan meliputi peningkatan fungsi endothelial, mengurangi atrial dan ventricular arrhythmias, dan promosi angiogenesis, mendorong pengurangan peristiwa ischemic. Pengurangan yang paling besar dalam mortalitas diamati untuk pasien dengan kelainan fungsi LV (fraksi ejeksi LV rendah atau symptom kegagalan jantung kegagalan.
Penggunaan inhibitor ACE dalam pasien relatif tidak selektif  tanpa kontraindikasi pada inhibitor ACE dapat diharapkan untuk menyelamatkan 5 yang hidup per 1000 pasien yang diperlakukan untuk 30 hari.94 Studi jangka panjang pada pasien dengan kelainan disfungsi systolic LV dengan atau tanpa gejala kegagalan jantung menunjukkan manfaat lebih besar sebab pengurangan mortalitas lebih besar ( 23.4% versus 29.1%; p< . 0001) yang hanya 17 pasien memerlukan perawatan untuk mencegah 1 kematian, dengan 57 hidup menyelamatkan untuk tiap-tiap perlakuan 1000 pasien.95 Peresepan inhibitor ACE pada pembebasan rumah sakit mengikuti MI, dalam tidak adanya kontraindikasi, pada pasien dengan depresi fungsi LV  ( fraksi ejeksi < 40%) saat ini suatu indikator kualitas pelayanan, dan di sana adalah merencanakan untuk membuat administrasi dari inhibitor ACE pada semua pasien tanpa kontraindikasi suatu indikator kualitas pelayanan.27 ( lihat tabel 16–3).
Awal inisiasi ( di dalam 24 jam) dari suatu inhibitor ACE oral nampak rumit selama MI akut sebab 40% dari 30 hari manfaat survival diamati sepanjang hari yang pertamSSa, 45%   dari hari 2 sampai 7, dan diperkirakan dan hanya 15% dari hari 8 untuk 30.94 Bagaimanapun, adanya data tidak mendukung awal pemberian inhibitor ACE intravena pada pasien yang mengalami MI sebab mortalitas dapat ditingkatkan.96 Hypotension harus dihindarkan karena pengisian arteri coronaria dapat disepakati. Sebab keuntungan pemberian inhibitor ACE telah didokumentasikan diluar untuk 3 tahun  mengikuti MI,27 administrasi perlu dilanjutkan dengan tak terbatas.
Data terakhir menyatakan bahwa semua pasien dengan CAD, bukan hanya ACS atau pasien kegagalan jantung, bermanfaat dari inhibitor ACE. Dalam percobaan  Heart
Outcome Prevention Evaluation (HOPE), ramipril dengan signifikant mengurangi resiko kematian, MI, atau pasien beresiko tinggi strok usia 55 tahun atau lebih tua dengan CAD kronis atau dengan kencing manis dan faktor resiko kardiovaskuler.97 Yang terbaru EUropean trial On Reduction Of Cardiac Events With Perindopril In Stable Coronary Artery Disease (EUROPA) yang memperluas manfaat terapi kronis dengan inhibitor ACE pada pasien dengan CAD stabil pada resiko yang lebih rendah dari kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan pasien dari percobaan HOPE.98 Di percobaan EUROPA, pasien random pada perindopril mengalami suatu resiko yang lebih rendah end point yang dikombinasikan dar kematian kardiovaskuler, MI, atau jantung berhenti dibandingkan dengan pasien random pada placebo. Oleh karena itu, berdasarkan pada manfaat luas inhibitor ACE pada pasien dengan CAD, penggunaan rutin mereka harus dipertimbangkan dalam semua pasien yang mengikuti ACS dalam tidak adanya suatu kontraindikasi.
Di samping hipotensi, reaksi kurang baik yang paling sering pada inhibitor ACE adalah batuk, yang dapat terjadi pada 30% dari pasien. Pasien dengan inhibitor ACE batuk dan baik tanda kegagalan jantung klinis maupun LVEF kurang dari 40% dapat diresepkan blokade reseptor angiotensin ( ARB).3 Kedua-duanya candesartan dan valsartan telah meningkatkan hasil dalam percobaan klinis pada pasien dengan kegagalan jantung.99,100 Yang lain lebih umum tetapi efek yang tak diinginkan lebih serius dari inhibitor ACE meliputi kegagalan ginjal akut, hyperkalemia, dan angioedema. Walaupun beberapa data sudah mengusulkan penggunaan aspirin dapat mengurangi manfaat dari pengobatan inhibitor ACE, suatu tinjauan ulang sistematis lebih dari 20,000 pasien menunjukkan inhibitor itu meningkatkan hasil tanpa tergantung dari pengobatan dengan aspirin.101

AGEN PENURUN LIPID
Sekarang ada banyak data yang mendukung keuntungan-keuntungan statins pada pasien dengan CAD dalam pencegahan mortalitas total, mortalitas kardiovaskuler, dan strok. Menurut National Cholesterol Education Program (NCEP) merekomendasikan Panel Perawatan Orang dewasa, semua pasien dengan CAD perlu menerima terapi farmakologik dan konseling aturan makan (dietary) dalam rangka mencapai kolesterol low-densas lipoprotein ( LDL) konsentrasi kurang dari 100 mg/dL, dengan statins disebut agen yang lebih disukai untuk menurunkan kolesterol LDL.102 Hasil dari  percobaan klinis telah menunjukkan dengan tegas nilai statins dalam pencegahan sekunder mengikuti MI pada pasien dengan moderat pada level kolesterol tinggi. Percobaan ini, mencakup hanya pasien dengan CAD stabil, menunjukkan bahwa manfaat statins terlihat kira-kira setelah 1 tahun pengobatan102 Walaupun efek yang utama statins adalah untuk mengurangi kolesterol LDL, statins dipercaya menghasilkan banyak orang yang non-lipid-lowering atau efek“ pleiotropic”.
Efek ini, meliputi peningkatan dalam disfungsi endothelial, kaya anti-inflammatory dan antithrombotic, dan suatu penurunan aktivitas matriks metalloproteinase, mungkin relevan pada pasien yang mengalami suatu ACS dan menghasilkan manfaat jangka pendek (< 1 tahun).6 Rekomendasi  terbaru dari NCEP memberikan suatu tujuan opsional dari suatu kolesterol LDL kurang dari 70 mg/dL.103 Rekomendasi ini didasarkan atas percobaan klinis besar yang mengevaluasi kambuh dari peristiwa kardiovaskuler utama pada pasien dengan riwayat dari ACS yang terjadi pada 10 hari lalu. Percobaan ini mendokumentasikan manfaat menurunkan kolesterol LDL  untuk rata-rata, 62 mg/dL, dengan 80 mg atorvastatin yang dibandingkan pada 95 mg/dL pada pasien yang diberi dengan pravastatin 40 mg sehari.104 Ya atau tidaknya suatu statin harus digunakan secara rutin dalam semua pasien tanpa tergantung dengan latar belakang level kolesterol LDL mereka saat ini yang diselidiki, tetapi data persiapan dari Studi Perlindungan Hati menyatakan bahwa pasien bermanfaat dari terapi statin tanpa tergantung dengan latar belakang level kolesterol LDL mereka.105
Sebagai tambahan, awal inisiasi pada pasien dengan ACS nampak untuk meningkatkan jangka panjang adherence dengan terapi statin, yang perlu menghasilkan manfaat.107 Data klinis terbaru menyatakan bahwa ahderence jangka panjang dalam statins pada pasien dengan suatu ACS dan pada pasien dengan CAD kronis adalah lemah, dengan kurang dari 50% pada pasien compliant dengan statin cara hidup mereka 2 tahun mengikuti inisiasi obat.105 Oleh karena itu, pada pasien dengan suatu ACS, inisiasi terapi statin tidak perlu ditunda, dan statins harus ditentukan pada atau sebelum pelepasan pada kebanyakan pasien.
Derifat afibrate atau niacin harus dipertimbangkan pada pasien selektip dengan konsentrasi kolesterol lipoprotein densitas tinggi ( HDL) rendah (< 40 mg/dL) dan/atau suatu level triglyceride tinggi(> 200 mg/dL). Dalam suatu percobaan random besar pada orang dengan CAD dan untuk kolesterol level rendah HDL , penggunaan gemfibrozil ( 600 mg dua kali sehari) dengan signifikant mengurangi resiko nonfatal MI atau kematian disebabkan coconaria.108 Pembahasan tambahan, dosis, monitoring, dan efek yang tidak inginkan menggunakan obat penurun lipid untuk pencegahan sekunder dapat ditemukan pada bab. 21

MINYAK IKAN ( ASAM LEMAK OMEGA-3 DERIVAT LAUT)
Asam Eicosapentaenoic ( EPA) dan asam docosahexaenoic ( DHA) adalah asam lemak omega-3  asam lemak polyunsaturated yang paling berlimpah dalam lemak ikan seperti ikan sarden, ikan salem, dan sejenis ikan air tawar. Epidemiologik dan percobaan randomi telah menunjukkan bahwa suatu diet tinggi EPA tambah DHA  atau supplementation dengan minyak ikan ini mengurangi resiko dari mortalitas kardiovaskuler, reinfarction, dan strok pada pasien yang sudah mengalami suatu MI.109 Walaupun mekanisme yang tepat yang bertanggung jawab untuk manfaat efek dari asam lemak omega-3 belum dengan jelas diterangkan, mekanisme potensial meliputi efek meneurunkan trigliserida, efek antithrombotic, keterlambatan dalam kemajuan atherosclerosis, relaksasi endotelial, efek antihypertensive ringan, dan pengurangan ventricular arrhythmias.109
Percobaan Gissi-Prevenzione, percobaan random paling besar dari publikasi minyak ikan sampai saat ini, mengevaluasi efek open-label EPA ditambah DHA dalam 11,324 pasien dengan MI terbaru yang random untuk menerima 850 sampai 882 mg/hari n-3 asam lemak polyunsaturated ( EPA +DHA ), 300 mg vitamin E, kedua-duanya, atau sendiri.110 Penggunaan EPA+DHA lebih mengurangi resiko kematian, nonfatal MI akut, atau strok nonfatal, sedangkan penggunaan vitamin E tidak punya dampak signifikant pada kombinasi klinis ini . Oleh karena itu, berdasarkan pada data yang ada, AHA merekomendasikan pasien CHD mengkonsumsi kira-kira 1 g EPA+DHA  per hari, terutama dari minyak  ikan.
Karena isi minyak ikan bervariasi, sebanyak 6-ons ikan yang dikonsumsi untuk  7 g EPA +DHA  per minggu bervariasi dari kira-kira 4 lebih dari 14 untuk pencegahan sekunder. Rata-Rata diet hanya berisi sepersepuluh dari seperlima jumlah yang direkomendasikan. Lampiran harus dipertimbangkan memilih pasien yang tidak makan ikan, sudah membatasi akses untuk mencari ikan, atau yang tidak bisa mengusahakan untuk membeli ikan. Yang kira-kira tiga 1-g kapsule minyak ikan per hari harus dikonsumsi untuk menyediakan 1 g asam lemak omega-3 yang terdapat pada merek supplement.109 Akhirnya, petunjuk yang ada menyatakan dosis yang lebih tinggi EPA + DHA lebih ( 2 sampai 4 g/hari) juga dapat dipertimbangkan untuk manajemen hypertriglyceridemia.109 Efek yang tak diinginkan dari minyak ikan meliputi rasa amis di mulut, kemuakan, dan diarrhea.10

FAKTOR RESIKO LAIN YANG DAPAT DIUBAH
Berhenti merokok, kontrol hipertensi, menimbang kerugian, dan kontrol ketat glukosa untuk pasien dengan diabetes mellitus, sebagai tambahan terhadap perawatan dyslipidemia, adalah perawatan penting untuk pencegahan  sekunder dari terjadinya CHD.3 Perokok harus diperintahkan untuk stop merokok. Suatu tinjauan ulang sistematis terbaru telah menyoroti berhenti merokok bersamaan dengan suatu pengurangan signifikant dalam penyebab semua mortalitas pada pasien dengan CAD.111 Konsultasi penghentian merokok pada saat pembebasan menurut MI adalah suatu indikator kualitaskepedulian27(lihat tabel 16–3). Penggunaan nikotin menambal atau merekatkan atau bupropion sendiri atau dalam kombinasi dengan nikotin tambalan harus dipertimbangkan pasien yang sesuai.3 Hipertensi harus dengan keras dikendalikan menurut petunjuk publikasi.112 Pasien yang kelebihan berat harus dididik pada pentingnya olah raga teratur, kebiasaan makan sehat, dan mencapai dan memelihara berat ideal.113 Akhirnya, karena diabetes dapat meningkatkan resiko mortalitas empat kali  dibandingkan dengan nondiabetes, penting mengontrol ketat glukosa, seperti modifikasi faktor  resiko CHD lain, tidak dapat dikurangi.
TERAPI BARU UNTUK PENCEGAHAN SEKUNDER: ANTAGONIS ALDOSTERONE
Pengaturan antagonis aldosteron, baik  eplerenone maupun  spironolactone, harus dipertimbangkan dalam 2 minggu pertama mengikuti MI dalam semua pasien yang telah menerima inhibitor ACE yang mempunyai EF 40% atau lebih sedikit dan baik  gejala kegagalan jantung maupun hasil diagnosa diabetes mellitus untuk mengurangi mortalitas.3 Aldosterone memainkan peran penting dalam kegagalan hati dan MI sebab mempromosikan fibrosis myokardial dan vaskuler, disfungsi endotel, hipertensi, hipertrofi LV, retensi sodium, kalium dan kehilangan magnesium, dan arrithmia. Blokade Aldosterone telah ditunjukkan pada percobaan dan dipelajari pada manusia untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan.115Seperti pembahasan dalam bab 14, manfaat dari blokade aldosteron pada pasien dengan stabil, kegagalan jantung menjengkelkan yang di soroti dalam Randomized Aldactone Evaluation Study (RALES), di mana spironolactone mengurangi resiko dari semua penyebab mortalitas.
Eplerenone, seperti spironolactone, adalah suatu blokade aldosteron yang menghalangi reseptor mineral kortikoid. Berlawanan dengan spironolactone,  eplerenone tidak punya efek pada reseptor androgen atau progesteron, dengan demikian memperkecil resiko dari ginekosmatia, disfungsi sexual, dan haid tidak teratur.115 Dalam The Eplerenone Post-Acute Myocardial Infarction Heart Failure Efficacy and Survival Study (EPHESUS) mengevaluasi efek antagonis aldosteron pada pasien dengan komplikasi MI dengankegaglan jantung dan disfungsi LV. Pasien dengan (n = 6642) random sampai 14 hari mengikuti MI untuk eplerenone atau placebo.117 Eplerenone dengan signifikant mengurangi resiko dari mortalitas (14.4% versus 16.7%; p= 008). Data dari EPHESUS menyatakan bahwa eplerenone mengurangi mortalitas dari kegagalan pertama pengobatan, gagal jantung, dan MI.Eplerenone juga mengurangi resiko dari opname untuk gagal jantung. Kebanyakan pasien-pasien dalam EPHESUS juga diperlakukan dengan aspirin, â-bloker, inhibitor ACE. Kira-kira separuh pasien-pasien juga sedang menerima statin. Oleh karena itu, pengurangan mortalitas diamati sebagai tambahan terhadap terapi standar untuk pencegahan CHD sekunder, manfaat ini diperoleh atas biaya yang mahal.
Resiko dari hyperkalemia ( 5.5% versus 3.9%; p= . 002), digambarkan sebagai konsentrasi kalium yang sama atau lebih besar dari 6 mmol/L. Pasien dengan konsentrasi serum kreatinin lebih besar dari 2.5 mg/dL atau konsentrasi serum kalium lebih besar dari 5 mmol/L pada  dikeluarkan. Resiko hyperkalemia terutama sekali dikhawatirkan paa pasien dengan pemerikasaan kreatinin kurang dari 50 mL/min. Ini digaris bawahi pentingnya menutup monitoring level kalium dan fungsi berkenaan ginjal pada pasien yang diperlakukan dengan eplerenone. Tidak ada peningkatan dalam gynecomastia, sakit dada, atau impoten.
Hasil dari EPHESUS telah menimbulkan pertanyaan yang mana blokade aldosterone, spironolactone atau eplerenone, harus digunakan secara istimewa. Saat ini, tidak ada data untuk mendukung bahwa itu lebih selektip eplerenon lebih unggul tapi lebih mahal daripada atau lebih disukai spironolactone generik yang kurang mahal kecuali jika suatu pasien telah mengalami gynecomastia, sakit dada, atau impoten saat menerima spironolactone. Akhirnya, haruslah dicatat bahwa hyperkalemia hanya mungkin dengan kedua agen ini.

THERAPIE YANG TIDAK BERMANFAAT DAN BERPOTENSI BERBAHAYA MENURUT MI.
Pengaturan dari terapi pengganti hormone ( HRT) pada semua wanita MI tidak mencegah terjadinya CHD kumat dan mungkin berbahaya.118,119 Wanita Postmenopause memakai estrogen + progestin mestinya tidak kontinu, terutama saat terbaring dirumah sakit, oleh karena, meningkatkan resiko thromboembolism vena.3 Pemberian vitamin E untuk pencegahan sekunder adalah tidak efektip mengikuti MI.120,121 Dengan cara yang sama, karena pemakaian yang sama memberikan hasil yang mengecewakan dari evaluasi percobaan efek perlindungan dari vitamin, The U.S. Preventive Services Task Force telah menerbitkan penutupan statemen bahwa adanya terjadi insuffisiensi yang merekomendasikan penggunaan suplemen vitamin A, C, atau E, multivitamins dengan asam folic, atau suatu kombinasi antioksidan untuk mencegah CVDs. Lagipula, mereka menyimpulkan menentang penggunaan suplemen karoten, terutama sekali dalam perokok berat, oleh karena suatu resiko meningkatnya dengan nyata kanker paru-paru.122

PERTIMBANGAN FARMAKOECONOMI
Resiko peristiwa CHD, seperti kematian, MI kumat, dan strok, adalah lebih tinggi untuk pasien dengan CHD tetap dan riwayat MI dibanding pada pasien dengan tidak ada diketahui CHD. Sebab biaya-biaya untuk farmakoterapi pencegahan kronis adalah sama untuk pencegahan sekunder dan utama, sedangkan resiko terjadinya adalah lebih tinggi dengan pencegahan sekunder, pencegahan sekunder lebih hemat biaya dibanding pencegahan CHD utama. Farmakoterapi telah menunjukkan keefektifan biaya untuk mencegah kematian dalam ACS dan pasien post-MI  meliputi fibrinolytics, aspirin, blokade reseptor GP IIb/IIIa, â- blockers, inhibitor ACE, statins, dan gemfibrozil.123 Studi yang dokumentasikan keefektifan biaya ACS dan pencegahan sekunder didasarkan pada percobaan klinis yang dibahas sepanjang;seluruh bab ini. Perbandingan Keefektifan biaya dari pengaturan streptokinase tidak dibandingkan dengan terapi reperfusi adalah $ 2000 sampai $ 4000 per tahun dari yang selamat hidup, sedangkan pengaturan alteplase dibandingkan dengan streptokinase mempunyai perbandingan keefektifan biaya sekitar $ 33,000 per tahun dari yang selamat hidup.123,s124
Dimana analisa keefektifan biaya tidak formal pada terapi aspirin telah dilakukan, bermanfaat dalam ACS, menjadikan biaya rendah, membuat aspirin yang dengan tidak sengaja hemat biaya. Keefektifan biaya â- blockers kurang dari $ 5000 per tahun yang selamat hidup untuk pasien lebih tinggi resiko kematian dan kurang dari $ 15,000 untuk pasien pada resiko kematian lebih rendah, dengan â- blockers menjadi penghematan biaya dalam beberapa skenario.126,127 Perbandingan keefektifan biaya inhibitor ACE dalam rentang $ 3000 sampai $ 5000 per tahun hidup diperoleh mengikuti MI.128 Studi lain mengusulkan bahwa pasien beresiko rendah MI tidak diseleksi, perbandingan keefektifan biaya yang paling tinggi kira-kira $ 40,000 per tahun yang selamat hidup.129 Terapi penurunan lipid dengan statins mempunyai suatu perbandingan keefektifan biaya pencegahan sekunder antara $ 4500 dan $ 9500 per tahun yang selamat hidup,130 sedangkan gemfibrozil mempunyai suatu perbandingan keefektifan biaya kurang dari $ 17,000 per tahun yag selamat hidup.131 Pada pasien dengan elevasi ACS segmen non-ST, biaya per tahun hidup menambahkan untuk perawatan eptifibatide di U.S. pasien berkisar dari $ 13,700 sampai $ 16,500.132 Terapi terbaru seperti minyak ikan juga menunjukkan keefektifan biaya, dengan perbandingan keefektifan biaya kira-kira $ 28,000 per tahun hidup gained.133 Sebab perbandingan keefektifan biaya kurang dari $ 50,000 per tahun hidup yang ditambahkan dipertimbangkan secara ekonomis menarik dari perspektif masyarakat,123 farmakoterapi seperti diuraikan lebih awal untuk ACS dan pencegahan sekunder adalah standard pengawasan oleh karena kemanjuran mereka dan daya pikat biaya pada pembayar.

KONTROVERSI KLINIS
1. Pemberian agen fibrinolytic pada pasien lebih tua dari usia 75 tahun:
a. Percobaan klinis belum diselenggarakan secara rinci pada kelompok umur ini.
b. Jumlah relatif kontraindikasi mungkin lebih besar dari pasien lebih muda.
c. Resiko intracranial hemorrhage dan pendarahan adalah lebih tinggi.
d. Manfaat mungkin lebih besar tetapi tidak dengan baik didokumentasikan.
2. Pemberian Spironolactone dibandingkan eplerenone yang mengikuti MI pada pasien dengan EF 40% atau lebih sedikit, baik diabetes mellitus, atau tanda kegagalan jantung:
a. Spironolactone adalah standard pengawasan untuk pasien dengan disfungsi LV  dan Kelas Asosiasi Hati New York  Kelas III Atau IV Gejala Kegagalan Jantung dengan mengabaikan penyebab ( kardiomyopati noniskemik atau iskemik).
b. Spironolactone belum dipelajari secara rinci pada MI akut.
c. Eplerenone lebih mahal dibanding spironolactone. d. Eplerenone menyebabkan lebih sedikit gynecomastia, sakit dada, dan disfungsi sexual.
e. Frekwensi hyperkalemia adalah serupa antara eplerenone dan spironolactone.

EVALUASI  HASIL TERAPEUTIK
Monitoring parameter untuk kemanjuran dari nonfarmakologik dan farmakoterapi untuk kedua elevasi ACS segmen ST dan elevasi ACS segmen non-ST adalah serupa:
v  Relief of ischemic discomfort
v  Return of ECG changes to baseline
v  Absence or resolution of heart failure signs
Monitoring parameter untuk pengenalan dan pencegahan efek yang tidak diinginkan dari farmakoterapi ACS diuraikan tabel 16–7. Secara umum, reaksi kurang baik yang paling umum dari terapi ACS adalah hypotension dan pendarahan. Perawatan untuk pendarahan dan hypotension melibatkan discontinuation agen penyerang sampai memecahkan gejala. Pendarahan menjengkelkan menghasilkan hypotension sekunder pada hypovolemia dapat  membutuhkan transfusi darah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar